Sambutan Presiden - Penandatanganan Kontrak Kegiatan Strategis..., Jakarta, 18 Januari 2016

 
bagikan berita ke :

Senin, 18 Januari 2016
Di baca 965 kali

SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PENANDATANGANAN KONTRAK KEGIATAN STRATEGIS
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN TAHUN ANGGARAN 2016
KANTOR KEMENTERIAN PERHUBUNGAN, JAKARTA
18 JANUARI 2016




Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,

Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,

Bapak-Ibu dan Saudara sekalian yang saya hormati,

Saya senang pagi hari ini, bisa hadir di Kementerian Perhubungan, memulai tahun 2016 ini dengan kontrak yang telah dilakukan pada bulan Januari.

Sudah kira-kira enam bulan yang lalu saya sampaikan bahwa, setelah dapat DIPA, langsung lelang. Januari, langsung kontrak. Dan saat ini, saya senang di Kementerian Perhubungan sudah memulai itu, dan angkanya cukup besar pada hari ini, Rp 2 triliun lebih sedikit. Dan pada bulan Januari, akan ditandatangani kurang lebih Rp 14 triliun.

Kenapa ini saya dorong, terus saya desak? Karena kita tahu pola-pola lama, tradisi-tradisi lama, cara-cara lama, memang harus kita tinggalkan. Dulu, kalau namanya kontrak seperti ini, pasti bulannya bulan lima, bulan enam, bulan tujuh. Oktober saja, masih ada yang tanda tangan kontrak. Ndak, sekarang tidak ada seperti itu. Bulan-bulan awal seperti ini, harus tanda tangan karena nanti akan terjadi kontraksi ekonomi kalau kita kontraknya mundur di bulan enam, bulan  tujuh, bulan delapan, bulan sembilan. Enggak bisa. Harus di awal-awal.

Sekali lagi, kita harus keluar dari pola-pola lama, dari cara-cara lama, dari tradisi-tradisi lama menuju ke sebuah pola baru, tradisi baru. Yang biasanya, kalau kita ingat yang dulu-dulu, numpuk, kebut-kebutan itu di bulan November, di bulan Desember. Itu tidak hanya di kementerian. Di provinsi, di kabupaten, di kota, semuanya sama seperti itu, persis, plek. Karena apa? Yang ditiru yang di atas. Di atas gitu, bawahnya gitu, bawahnya lagi juga begitu. Ini yang akan kita ubah.

Dan kita harapkan, pertama, kita nanti akan punya waktu yang lebih longgar. Tentu saja ini akan mempengaruhi kualitas. Coba bayangkan. Pas bulan basah, Oktober, November, Desember, pas hujan, pas ramai-ramainya hujan, pas deras-derasnya hujan, malah bangun. Bagaimana kualitas mau jadi baik? Akhir Desember harus selesai, dimulai, kebut-kebutan bulan Oktober, November, Desember. Apa akan menjadi baik kualitasnya?

Tetapi, kalau dimulai sejak awal seperti ini, bisa mengatur, bisa mengelola. Manajemennya juga lebih mudah. Tetapi yang paling penting adalah uang itu bisa beredar di masyarakat secepat-cepatnya sehingga ada pertumbuhan ekonomi, sehingga ekonomi tumbuh.

Saya titip beberapa hal. Yang pertama, mengenai masalah kontrak. Satu, apabila daerah siap, berikan pekerjaan itu kepada kontraktor daerah. Kalau terpaksa memang kontraktor nasional, subnya orang-orang daerah. Kenapa seperti itu? Agar peredaran uang di daerah itu lebih banyak, lebih besar. Jangan semuanya uang yang sudah diberikan dan proyek di semua daerah ditarik lagi ke Jakarta. Enggak akan ada uang yang beredar di daerah.

Kenapa bisa ada yang namanya Dana Desa? Kita ingin agar peredaran uang itu merata di seluruh daerah, dari Sabang sampai Merauke.

Yang kedua, padat karya. Pekerjaan-pekerjaan, kegiatan-kegiatan yang ada agar menyerap tenaga kerja yang sebanyak-banyaknya. Kegiatan padat karya ini sangat diperlukan. Ini masalah pemerataan. Jangan sampai semuanya memakai alat-alat berat. Enggak, saya bukan antialat berat. Itu juga dipakai, tapi orang juga dipergunakan sehingga ini ada keseimbangan.

Kemudian setiap kegiatan integrasikan dengan kementerian-kementrian yang lain. Saya berikan contoh. Kita sekarang ini konsentrasi ingin memperbaiki sepuluh destinasi wisata terbaik di negara kita.

Saya pergi ke Labuan Bajo. Runway-nya sudah cukup. Terminalnya sudah baik, tapi misalnya hal-hal yang berkaitan dengan tempat wisata itu—ini bukan urusannya Kementerian Perhubungan—airnya enggak ada, toiletnya masih kurang bersih.

Saya ke Raja Ampat—nah ini bagiannya Perhubungan—runway-nya kurang panjang, terminalnya masih seperti rumah biasa, dermaganya kurang panjang.

Hal seperti ini yang harus diintegrasikan. Jangan setelah, “Ya saya mau ngerjain ini, yang saya kerjain ini. Enggak ada urusan dengan kementerian yang lain.” Enggak bisa seperti itu sekarang. Akan saya lihat secara detail apa yang harus kita kerjakan sehingga tadi, menjaga orientasi program tol laut, saya titip masalah prasarana dermaga dari barat ke timur itu betul-betul diperhatikan kesiapannya, kemudian kesiapan kapal, sarana angkutan lautnya, untuk penumpang maupun untuk barang karena target kita, dengan nantinya terkoneksikannya antarpulau, antarkabupaten, antarprovinsi, antarkota, biaya logistik (logistics cost) harus turun, biaya transportasi harus turun sehingga daya saing kita dengan negara-negara lain itu ada, baik yang berkaitan dengan mobilitas orang maupun harga-harga.

Jangan sampai—bolak-balik saya ulangi—masalah harga, coba. Di mana keadilannya? Di sini premium berapa? 7 ribu. Di Wamena, Pegunungan Tengah 60 ribu-70 ribu. Apa mau diterus-teruskan? Enggak, saya enggak mau seperti itu. Harus dicarikan jalan keluarnya agar harga-harga itu tidak sama enggak apa-apa, tetapi agak-agak sama. Di sini 7 ribu, di sana 75 ribu, bagaimana? Semen di sini 60-70 ribu, di sana ada yang 1,5 juta, ada yang 2 juta, coba, satu sak.

Ini harus diselesaikan dengan Perhubungan dan para universitas, dan para kabupaten dengan kabupaten, provinsi dengan provinsi, pulau dengan pulau.

Kemudian, menyangkut daya saing tadi, kalau pelabuhan, kalau kereta api, udara ini tidak segera kita selesaikan, daya saing kita terhadap negara-negara yang lain akan sangat rendah. Biaya transportasi kita, biaya logistik kita itu 2,5 kali lipat sampai 3 kali lipat dibandingkan negara tetangga kita. Bagaimana kita bisa bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) kalau biaya-biaya seperti itu tidak kita selesaikan? Ini baru urusan persaingan antarnegara di ASEAN.

Belum nanti kita masuk ke TPP (Trans Pacific Partnership) klubnya Amerika. Bersaing lagi di situ. Kalau kita masih seperti ini, keok kita, kalah kita.

Efisiensi harus diselesaikan di semua sektor. Belum lagi kalau nanti kita gabung lagi dengan ITA EU (Uni Eropa). Kesiapan-kesiapan ini yang terus saya dorong, terus saya desak-desak kepada semua menteri.

Belum lagi kalau kita gabung dengan yang biasanya tekan harganya betul-betul sangat murah, dengan RCEP, bloknya China.

Bukan sesuatu yang gampang. Kalau kita enggak konsentrasi pada hal-hal yang tadi saya sampaikan, biaya logistik, biaya transportasi, kena libas kita.

Oleh sebab itu, tradisi-tradisi lama, pola-pola lama, cara-cara lama, hilangkan. Kita harus menuju ke cara-cara baru, tradisi-tradisi baru karena sekarang eranya era persaingan, era kompetisi. Begitu kita tidak masuk ke sana, kita akan ditinggal, dan saya enggak mau negara sebesar ini ditinggal gara-gara kita tidak bisa bersaing. Oleh sebab itu, sekali lagi kesiapan pengembangan transportasi daerah, berupa dermaga perintis dan bandara perintis, harap diperhatikan sehingga disparitas harga akibat biaya transportasi yang tinggi itu betul-betul bisa kita atasi.

Kemudian pengembangan transportasi yang berbasis kereta api di Sulawesi dan Papua—ini nanti nyangkutnya juga ke daya saing lagi, ke competitivenes lagi—ini juga berikan perhatian. Di sana produknya banyak, barang yang dijual banyak, tetapi untuk mengangkut harganya sangat mahal, enggak mungkin barang itu bisa dipersaingkan dengan produk-produk dari provinsi lain atau dari negara lain. Kita tahu bahwa mode transportasi kereta api adalah murah baik untuk penumpang maupun barang.

Hadirin sekalian yang saya hormati,
Kepada seluruh jajaran Kementerian Perhubungan, sekali lagi saya minta untuk bekerja lebih baik lagi. Saya tahu, tadi sudah dilaporkan, realisasi serapan dua tahun yang lalu 75%, tahun kemaren 76%. Saya harapkan pada tahun ini, karena sudah dimulai pada bulan Januari, bisa meningkat di atas 90%.

Dan saya minta agar setiap pekerjaan yang ada itu dicek terus, dikontrol terus. Saya minta menteri dan para dirjen untuk memiliki kecerdasan jalanan. Jangan melihat hanya dari Jakarta, jangan melihat hanya dari atas meja karena anomali, karena distorsi itu adanya di lapangan. Cek semuanya.

Kenapa saya datang di setiap proyek itu, saya berikan contoh di Tol Trans Sumatera. Setelah groundbreaking, saya datang ke sana lima kali. Kenapa saya datangi terus? Pertama, saya ingin pekerjaan ini segera selesai. Yang kedua, saya ingin kualitasnya juga kualitas yang baik.

Begitu juga proyek-proyek yang ada di Kementerian Perhubungan. Jangan berharap saya datang hanya di-groundbreaking. Pasti akan saya datangi sekali, dua kali, tiga kali, empat kali, lima kali. Saya cek, saya cek lagi, saya cek lagi, saya cek lagi, saya cek lagi. Saya pastikan itu. Jadi, jangan ada yang main-main dengan yang namanya kualitas.

Dan kepada semua pemenang kontrak kegiatan dan pengelola anggaran, saya minta pekerjaan tersebut dilaksanakan sebaik-baiknya, kualitas sebaik-baiknya, diselesaikan tepat waktu.

Akhirnya, dengan mengucap ‘Bismillahirrahmanirrahim’, Penandatanganan Kontrak Kegiatan Strategis Kementerian Perhubungan saya nyatakan dimulai. Terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.


*****


Biro Pers, Media dan Informasi
Sekretariat Presiden