TRANSKRIP
SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SILATURAHMI DENGAN PARA TELADAN NASIONAL
ISTANA NEGARA, JAKARTA
18 AGUSTUS 2016
Â
Â
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Â
Bapak-Ibu dan Saudara sekalian yang saya hormati,
Â
Pertama, atas nama rakyat, atas nama bangsa dan negara, saya ingin menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas prestasi, atas dedikasi, atas pengabdian yang Saudara-saudara berikan kepada negara, kepada nusa dan bangsa.
Â
Dan prestasi serta pengabdian tersebut betul-betul sangat membanggakan kita semuanya.
Â
Dan saya berharap prestasi-prestasi yang telah diraih tadi bisa menjadikan teladan bagi yang lain, bisa memberikan motivasi bahwa tidak ada yang tidak bisa dikerjakan dan setiap anak bangsa akan mampu meraih prestasi, meraih kemajuan apabila kita memiliki semangat yang tinggi, memiliki kemauan yang kuat, mau bekerja keras untuk negara, rakyat, dan bangsa.
Â
Saya ingin bercerita sedikit mengenai situasi negara yang berkaitan dengan kompetisi saat ini.
Â
Saya kira kita tahu semuanya, kita merasakan semuanya, dan semua negara sekarang merasakan bahwa negara satu itu sangat berkaitan dengan negara yang lain. Ada satu negara yang sakit, negara yang lain juga bisa terimbas. Ada krisis di sebuah negara, negara yang lain juga bisa ikut terpengaruh. Ada masalah politik di sebuah kawasan, kawasan yang lain juga bisa ikut terpengaruh. Inilah situasi yang sekarang kita hadapi.
Â
Misalnya tahun lalu, ada krisis di Yunani. Hampir semua negara bingung bagaimana mengantisipasinya.
Â
Tetapi belum rampung kita ingin menyiapkan antisipasi itu, datang lagi situasi yang lain, misalnya kenaikan suku bunga di Amerika. Bagaimana negara-negara mengantisipasi agar tidak jatuh mata uangnya, kursnya?
Â
Di situ belum selesai, tambah lagi perlambatan ekonomi di Tiongkok yang juga banyak menjatuhkan ekonomi negara-negara yang lain.
Â
Hampir semua negara sekarang ini situasi ekonominya melambat, memburuk. Bahkan ada yang sudah -3, ada yang sudah menuju -7. Di sekitar kita, ada yang turun 1%, ada yang turun 1,5%, ada yang turun sampai 4%. Inilah situasi dunia sekarang ini.
Â
Tidak hanya yang berkaitan dengan masalah ekonomi, tetapi karena masalah politik di sebuah negara pun berimbas pada situasi ekonomi.
Â
Misalnya, di kawasan Timur Tengah. Di sana bergejolak. Ekonomi goncang. Harga minyak turun. Juga sama. Inilah tantangan-tantangan yang kita hadapi. Nyata di depan kita dan nyata kita rasakan semuanya.
Â
Dan kita juga harus sadar semuanya bahwa kita ini sudah memasuki era kompetisi, sudah memasuki era persaingan karena di ASEAN sendiri memang sudah dibuka. Sudah tidak ada batas antarnegara di ASEAN setelah dibukanya ASEAN Economic Community di bulan Januari yang lalu. Inilah tantangan-tantangan sekarang dan masa depan yang kita hadapi.
Â
Bukan sesuatu yang mudah, tetapi saya masih sangat optimis. Insya Allah, dengan kerja keras dan prestasi-prestasi seperti yang sudah Bapak-Ibu dan Saudara-saudara kerjakan, saya meyakini bahwa ketakutan-ketakutan yang banyak orang juga sering sampaikan insya Allah enggak akan terjadi. Kita memang harus berani menghadapi tantangan-tantangan itu.
Â
Dan saya senang sekali bahwa gerakan-gerakan itu muncul di masyarakat, keteladanan-keteladanan itu muncul banyak di masyarakat. Ada juara dalam kompetisi-kompetisi internasional yang juga ini sangat memberikan arti bahwa kita, di dalam persaingan pun, itu pemenangnya kita juga ada.
Â
Saya sangat senang sekali bahwa optimisme itu ada karena, Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian, itu selalu memunculkan bukan pesimisme. Meskipun tantangannya berat, tapi optimisme itu harus terus kita munculkan seberat apa pun tantangan yang kita hadapi.
Â
Dan yang kedua juga, jangan sampai kita ini takut bersaing, takut kompetisi. Apalagi, belum-belum, sudah pesimis. Ndak.
Â
Bangsa kita ini bangsa besar. Jangan sampai kita mengerdilkan diri kita sendiri.
Â
Tidak ada yang namanya kesulitan itu tidak ada jalan keluarnya. Kalau kita cari, kalau kita kerja keras, insya Allah Tuhan pasti memberikan jalan untuk, memberikan solusi bagi kesulitan-kesulitan yang ada.
Â
Saya—terus terang saja—paling tidak senang kalau, belum-belum, sudah pesimis; belum-belum, sudah banyak mengeluh; belum-belum, sudah menyerah dulu. Kenapa tidak di setiap pertemuan Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian bisa membawa yang lain pada sebuah semangat optimis, semangat untuk memenangkan persaingan, semangat untuk memenangkan kompetisi? Jangan malah menurunkan semangat-semangat yang ada.
Â
Sekali lagi, persaingan antarnegara itu sudah berjalan dan sudah di depan kita.
Â
Saya tidak mau yang berprestasi di negara kita itu nanti justru, karena kita tidak ambil, kita tidak manfaatkan, justru digunakan oleh negara lain. Atau, karena situasi di negara kita yang tidak mendukung, orang yang berprestasi juga lari ke negara lain.
Â
Saya berikan contoh di Amerika. Itu coba kita lihat. Siapa sih yang banyak bekerja di Silicon Valley? Siapa yang banyak? Orang-orang terbaik dari India. Dari kita juga ada, ratusan. Juga ada.
Â
Kenapa tidak kita gunakan hal-hal yang seperti itu? Profesor kita sekarang ini di Amerika, orang Indonesia, ada 74. Yang pintar-pintar ada di sana. Belum, saya belum berbicara yang ada di Jepang, di Korea Selatan, di Jerman. Saya baru berbicara profesornya. Belum berbicara doktornya, berapa ratus.
Â
Kenapa tidak mereka bekerja di Indonesia? Inilah yang sedang kita upayakan agar semakin banyak anak-anak negeri ini yang memiliki prestasi itu bekerja di dalam negeri, karena kita memang membutuhkan.
Â
Saya sudah meminta—yang saya cerita profesor tadi ada 24—yang sekarang ini saya minta untuk menyiapkan bidang pendidikan di Papua, membantu sekolah vokasi, vocational school. Ini masih dalam pembicaraan dengan Universitas Cenderawasih, Universitas Papua. Dan kita juga akan membangun sebuah pusat riset untuk padi di Merauke dengan 24 orang profesor dari Amerika tadi, yang saya ingin juga tidak hanya 24, tapi nanti yang 70 itu semuanya bisa berkontribusi.
Â
Kita memang harus menghargai orang yang berprestasi. Kita harus mulai memberikan penghargaan kepada orang-orang yang mau bekerja keras, bukan gaduh terus.
Â
Saya enggak ngerti. Sekarang ini kita banyak sekali, terutama di media sosial coba dilihat. Enggak tahu kenapa. Padahal—saya yakin—itu bukan budaya ketimuran kita: saling mencela, saling mengejek. Coba baca saja.
Â
Saya itu kalau, yang sering saya buka itu justru, kalau di online media atau di media sosial, yang komentar-komentar itu. Kadang membuat tertawa, tapi kadang juga banyak membuat sedih.
Â
Saling mencela, saling menjelekkan, saling merendahkan, saling mencaci, itu bukan budaya ketimuran kita. Inilah banyak hal yang harus kita perbaiki bersama-sama.
Â
Dan saya yakini Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian adalah agen-agen pembangunan yang nantinya bisa memberikan teladan, memberikan semangat kepada yang lain: bahwa negara kita ini, kalau dikelola dengan baik, dikelola dengan manajemen yang rapi, insya Allah negara ini akan maju.
Â
(Acara dilanjutkan dengan dialog)
*****
Biro Pers, Media dan Informasi
Sekretariat Presiden