Sambutan Presiden pada Acara Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat Tahun 2022
di Istana Negara, Provinsi DKI Jakarta
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Shalom,
Om swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Maju, Bapak Kapolri, Ketua Komisi II DPR RI;
Yang saya hormati para gubernur beserta seluruh jajaran Forkopimda provinsi;
Yang saya hormati Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi seluruh Indonesia yang hadir di Istana maupun secara virtual;
Bapak-Ibu penerima sertifikat tanah yang saya hormati;
Hadirin undangan yang berbahagia.
Siang hari ini saya senang karena 1.552.000 sertifikat dibagikan di 34 provinsi, baik diterima langsung yang hadir di Istana maupun yang hadir di provinsi masing-masing. Dan, saya minta yang sudah menerima sertifikatnya agar diangkat tinggi-tinggi, baik yang di Istana maupun yang hadir secara virtual. Sertifikatnya diangkat, biar kelihatan bahwa memang sudah diterima betul. Sebentar, jangan diturunkan dulu. Saya hitung 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 1.552.000 diterima semuanya.
Bapak-Ibu ini senang enggak sih terima sertifikat? Yang tidak senang tunjuk jari, saya beri sepeda, silakan. Senang semuanya, ya? Tolong kalau pegang sertifikat itu tahu berapa meter persegi tanah yang kita miliki. Ya, semuanya harus tahu. Kalau saya tanya, “Berapa, Bu?” “Tahu, 632, 531.” Tahu, karena itu sertifikat adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Jadi, semuanya harus tahu. Kalau yang belum tahu, dibaca itu ada semuanya di situ berapa meter persegi.
Kita tahu di 2015, setelah kita hitung semuanya ada 126 juta bidang tanah yang harus disertifikat. Yang sudah pegang sertifikat itu berapa? 46 juta. Artinya, masih ada 80 juta yang belum pegang sertifikat, betapa banyaknya. Itulah yang menyebabkan sengketa tanah, konflik tanah ada di mana-mana, karena Bapak-Ibu enggak pegang bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Benar?
Sekarang Bapak-Ibu pegang, ada orang datang, “Ini tanah saya.” “Bukan, ini tanah saya. Ini sertifikatnya.” Pergi dia. Benar? Karena tanda bukti hak hukum atas tanah sudah dipegang oleh Bapak-Ibu semuanya. Dan, konflik itu ada yang sampai 35 tahun, ada yang 15 tahun, ada 25 tahun, menghabiskan energi rakyat kita. Konflik antartetangga, masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan swasta, masyarakat dengan BUMN, banyak sekali.
Kenapa saya perintahkan kepada Menteri BPN, ini selesaikan. Tapi masih saat itu 2015, itu masih 80 juta yang belum pegang sertifikat. Sekarang sudah total tadi 100 juta, artinya tinggal 26 juta lagi yang akan kita selesaikan dalam tahun-tahun mendatang, kurang lebih dua atau tiga tahun, insyaallah rampung.
Kalau sudah pegang semuanya, adem semuanya. Rakyatnya akan adem semuanya. Konflik-konflik enggak ada, sengketa tanah enggak ada karena pegangnya sudah jelas semuanya. Sudah diukur oleh BPN, ukur semuanya. Inilah pekerjaan besar.
Dulu, saya tanya kepada Pak Menteri BPN, “Pak, ini sebetulnya kita ini kan masih ada 80 juta yang belum bersertifikat. Ini setahun kita bisa membuat sertifikat berapa sih di seluruh Indonesia?” “Lima ratus ribu setahun.” Lima ratus ribu. Artinya, Bapak-Ibu semuanya harus nunggu 160 tahun lagi untuk pegang sertifikat karena 80 juta. Setahun hanya setengah juta, 160 tahun. Siapa yang mau nunggu 160 tahun? Silakan tunjuk jari, saya beri sepeda. Tunjuk jari, saya beri sepeda.
Menunggu 160 tahun, tapi ternyata setelah kita perintah, ternyata BPN dengan kerja keras bisa menyelesaikan sertifikat-sertifikat yang ada. Masih 25.806.000, artinya ya kira-kira ya 26 juta bidang. Ini yang harus dikejar penyelesaiannya, Pak Menteri.
Dan, saya juga senang urusan dengan Suku Anak Dalam. Ini sudah lebih dari 35 tahun. Betul, Pak? Benar? Oh di sini juga ada. Lebih dari 35 tahun enggak rampung-rampung. Ya, memang sulit kalau sudah sengketa hukum itu sulit. Sulit, menghabiskan tenaga, menghabiskan uang, menghabiskan aduh pikiran, betul-betul sulit. Alhamdulillah sekarang yang Suku Anak Dalam 744 bidang sudah diselesaikan semuanya. Dan, satu keluarga dapat berapa hektare, Pak? Satu hektare. Sudah, rampung dulu, sudah. Ini sudah 35 tahun enggak selesai-selesai, sekarang bisa diselesaikan.
Karena apa? Turun ke lapangan. Pak Wamen turun ke lapangan, Pak Menteri turun ke lapangan, kanwilnya turun ke lapangan, rampung. Kita ini kalau punya masalah dan masalahnya jelas, gampang kok diselesaikan asal di lapangan diikuti. Tapi kalau hanya duduk di kantor, enggak akan selesai-selesai sampai kapan pun.
Dan, sengketa seperti ini banyak sekali, tidak hanya Suku Anak Dalam saja. Inilah problem besar pertanahan kita. Belum yang namanya kalau sudah mafia tanah masuk, lebih ruwet lagi. Tapi, Pak Menteri yang sekarang bekas Panglima TNI. Datangi beliau, datangi sudah, mafianya menyingkir semuanya sudah. Dan saya sudah sampaikan ke Pak Menteri, “Pak, sudahlah. Jangan beri ampun yang namanya mafia tanah. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak, yaitu rakyat. Kalau sudah menyangkut tanah itu mengerikan, Pak. Bisa berantem, saling bunuh karena menyangkut hal yang sangat prinsip.”
Inilah yang harus kita hindari agar konflik tanah, sekali lagi, sengketa tanah itu bisa segera diselesaikan dengan memberikan sertifikat sebagai tanda bukti hak hukum atas tanah kepada rakyat. Dan, tadi yang untuk Suku Anak Dalam adalah pemberian sertifikat sekaligus redistribusi lahan bagi Suku Anak Dalam.
Sekali lagi, saya ingatkan bahwa bukti hak hukum atas tanah itu disimpan. Sertifikatnya disimpan baik-baik, difotokopi, menyimpannya di tempat beda. Kalau ini hilang masih punya ini. Ini hilang, punya ini. Ya, tahu semuanya difotokopi. Setuju, Bapak-Ibu ya?
Dan dengan sertifikat itu, semuanya menjadi sangat jelas. Siapa pemilik lahan, jelas. Itu coba dibuka yang halaman pertama, di situ tertera semua nama pemilik siapa. Buka, luas tanahnya berapa, ada semuanya. Coba yang belum pernah pegang sertifikat, dilihat betul. Di atas ada nama pemegang hak, bener ndak namanya? Alamatnya di mana, di desa mana, kelurahan mana, ada semuanya. Meter perseginya juga ada di situ, coba dicek semuanya. Luasnya berapa, ada semuanya itu di surat ukur di bagian kiri bagian bawah, ada semuanya. Sudah? Ya, jelas semuanya. Dijaga betul, jangan sampai rusak atau hilang. Apabila hilang, apabila hilang kita sudah fotokopi, bisa diurus lagi ke kantor BPN.
Kemudian yang terakhir, ini biasanya kalau sudah pegang sertifikat itu pengin disekolahkan. Benar? Sudah lah enggak usah malu, ya. Saya titip, ini kalau mau dipakai untuk jaminan ke bank, untuk agunan ke bank, tolong dihitung betul bisa nyicil enggak nanti, bisa mengembalikan enggak nanti. Itu pinjaman loh, pinjaman, hati-hati. Kalau enggak bisa, sertifikat Bapak-Ibu semuanya hilang disita oleh bank, karena enggak bisa mengembalikan pinjaman. Jadi, sekali lagi kalau mau pinjam ke bank itu dihitung bisa nyicil enggak cicilannya, bunganya bisa nyicil ndak. Kalau enggak, enggak usah. Tapi kalau hitung-hitungan dagangnya masuk, hitung-hitungan usahanya masuk, silakan.
Yang kedua, saya titip kalau dapat pinjaman. Misalnya tanahnya luas, dapat pinjaman dapat Rp400.000, yang Rp200.000 langsung beli mobil. Dapat pinjaman Rp40.000 eh Rp40 juta, yang Rp20 juta untuk beli sepeda motor, hati-hati. Hati-hati, tidak boleh seperti itu. Yang namanya uang pinjaman Rp500 juta, Rp40 juta itu uang pinjaman yang harus dikembalikan.
Ini jangan sampai kejadian dapat Rp500 juta, Rp200 juta untuk beli mobil, dapat pinjaman Rp40 juta, Rp20 juta untuk beli sepeda motor, itu hanya dinikmati kurang lebih enam bulan, percaya saya. Setelah enam bulan, Bapak-Ibu enggak bisa nyicil, baru pontang-panting Bapak-Ibu semuanya, mobilnya diambil, sepeda motornya diambil, sertifikatnya hilang. Jadi kalau pinjam Rp40 dapat Rp40 juta, ya Rp40 juta itu untuk semuanya untuk modal usaha. Kalau itu untung, ditabung, ditabung, ditabung baru oh sudah terkumpul ini bisa untuk beli sepeda motor. Silakan mau beli sepeda motor, silakan. Ditabung dapat Rp200 juta mau beli mobil silakan, tapi dari hasil keuntungan bukan dari pokok pinjaman.
Itu saja yang ingin saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, saya mengucapkan selamat kepada seluruh penerima 1.552.000 sertifikat yang dibagikan. Semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.