Bismillahirahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Alhamdulillahirobbil ‘alamin, washolatu wassalamu ‘ala asyrofil anbiyai wal mursalin, Sayyidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammadin, wa ‘ala alihi wa ashobihi ajma’in, amma ba’du.
Yang saya hormati, Pembina Yayasan Sukma Bangsa, kakanda saya Bapak Surya Paloh;
Yang saya hormati para pimpinan DPR RI, MPR RI, DPD RI asal Aceh;
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Maju, saya minta berdiri Pak Menteri Sofyan Djalil, beliau dari Aceh supaya tahu semuanya. Bapak Fachrul Razi, Menteri Agama, beliau juga dari Aceh supaya tahu semuanya. Menteri yang lain banyak tapi enggak usah berdiri;
Yang saya hormati Bapak Gubernur;
Yang saya hormati Yang Mulia Wali Nanggroe;
Yang saya hormati Yang Mulia para ulama, para abu, serta para gubernur dan bupati yang hadir pada siang hari ini, Bapak/Ibu para tamu undangan yang berbahagia.
Kalau kita ingat saat Asian Games 2018 yang lalu, tarian yang paling menakjubkan hampir semua seluruh negara memberikan apresiasi adalah tarian dari Aceh, yaitu tari, tari, bukan tari Saman lo, tari Saman? Ratoh Jaroe, betul. Tari yang sangat dinamis dan itu menggambarkan budaya Aceh. Dinamis toleran, ke-Islaman, kemaritiman, itu adalah kebudayaan Aceh yang semua orang sudah tahu.
Tapi, tadi ada permintaan maaf atas kekhilafan dari Gubernur. Ya saya jawab, jangan salah pengertian, kemarin Pemilu dan Pilpres telah berjalan dengan sukses dan aman. Dan saya sangat menghargai hak-hak politik yang telah dikerjakan oleh seluruh masyarakat Aceh. Saya sangat menghargai, jangan salah pengertian, “Waduh, jangan-jangan nanti Presiden enggak pernah ke Aceh lagi.” Itu sebuah kekeliruan besar, karena saya sangat menghargai hak-hak politik dari provinsi manapun, dari masyarakat manapun di seluruh Tanah Air.
Pemilu sudah usai, Pilpres juga telah selesai. Marilah sekarang konsentrasi kita ke arah pembangunan, dan Aceh memiliki kekuatan, memiliki potensi, karena ini merupakan daerah modal. Modal sumber daya alam, modal sumber daya manusia, yang saya tahu karena saya (tahun) ’86, ’87, ‘88 itu berada di Lhokseumawe dan di Bener Meriah, di Aceh Tengah.
Saya kemarin melihat progres perkembangan pembangunan jalan tol. Saya terus terang saja, harus saya sampaikan, saya kaget. Kecepatannya luar biasa, baru 14 bulan dikerjakan sejak saya ground breaking di Banda Aceh. Pembebasan lahan hampir di atas 90 persen telah selesai. Ini menunjukkan, yang saya baca, ini menunjukkan keinginan masyarakat untuk agar infrastruktur ini segera selesai, saya tangkap itu, sehingga memang di semua provinsi selalu masalah dan problem adalah pembebasan lahan. Selalu, itu menghambat proses konstruksi yang ada. Tapi di sini kemarin Dirutnya Hutama Karya menyampaikan pada saya, “Pak ini hampir 90 persen pembebasan selesai, sudah 60 kilometer, tapi kami baru mengejar 15 kilometer. Artinya apa? Ini harus ditambah untuk urusan konstruksinya karena pembebasannya di luar dugaan kami, kecepatan yang luar biasa.
Ini patut kita syukuri karena apa pun yang namanya infrastruktur di seluruh Tanah Air kita telat, harus ngomong apa adanya, secara terbuka saya, terlambat. Stok infrastruktur kita dibanding negara-negara sekitar kita juga masih jauh, sehingga kecepatan mobilitas orang, kecepatan mobilitas barang. kecepatan logistik dari provinsi ke provinsi yang lain, dari kabupaten satu kabupaten yang lain menjadi semuanya terhambat. Sehingga daya saing kita, competitiveness kita menjadi kalah. Apa pun sekarang ini, antarnegara bersaing, antarnegara saling kompetisi dan siapa yang cepat akan mengalahkan yang lambat, sudah bukan kayak dulu-dulu, negara kaya mengalahkan negara miskin, negara besar mengalahkan negara kecil, bukan. Sekarang zaman sudah berubah, yang cepat akan mengalahkan yang lambat. Dan kita ingin Indonesia lebih cepat dari negara-negara lain. Oleh sebab itu pengerjaan infrastruktur ini betul-betul ingin kita percepat di seluruh Tanah Air dan khususnya, wabil khusus di Aceh.
Yang kedua, saya ingin menyampaikan masalah yang berkaitan dengan perjanjian Helsinki. Saya sudah bertemu, berbicara dengan Gubernur. Saya sudah bertemu dengan Yang Mulia Wali Nanggroe dalam 2 atau 3 minggu lalu. Saya juga bertemu dengan Pak Mualim, Pak Muzakir Manaf, saya ketemu. Dan tokoh-tokoh Aceh lainnya yang tidak saya sebut, tidak bisa saya sebut satu persatu. “Ada problem ini, Pak. Ada masalah ini, Pak. Ada persoalan ini.” Ya. Tapi beri waktu saya untuk menjawab, beri waktu saya untuk menjawab. Karena apa pun ini akan didiskusikan dalam rapat-rapat terbatas yang selalu kita lakukan setiap minggu, sehingga jawabannya nanti akan saya berikan. Banyak yang sudah disampaikan kepada saya, saya tahu.
Yang ketiga, yang berkaitan dengan masalah daerah otonomi khusus (otsus). Kita tahu Aceh mendapatkan dana otsus yang tidak sedikit, yang itu juga di-irikan oleh provinsi yang lain. Tadi saya tanya ke Pak Gubernur, “Berapa dana otsus kita?” “Rp8 triliun untuk tahun ini.” Betul Pak Gub? Rp8 triliun. plus APBD Rp9 triliun, berarti Rp17 triliun. Dan tentu saja APBD di kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Aceh ini.
Saya hanya ingin mengatakan bahwa apa pun yang namnaya pengelolaan anggaran itu sangat penting sekali, penting sekali. Uang Rp17 triliun itu juga uang yang sangat gede sekali, plus APBD yang ada di kabupaten dan kota. Tetapi bagaimana tata kelolanya? Bagaimana governance-nya? Apakah APBD itu tepat sasaran? Bermanfaat untuk rakyat? Dirasakan oleh rakyat? Itu yang masih menjadi tanda tanya saya. Saya ngomong apa adanya.
Oleh sebab itu, kalau tadi Bang Surya Paloh menyampaikan, “Perlu asistensi.” Saya bertanya pada pemerintah daerah, “Perlu ndak?” Kalau perlu, besok langsung saya dampingi. Jangan ngomong ya, nanti kita beri asistensi, kemudian di bawah tidak mau, di birokrasinya. Karena itu menanggung sebuah konsekuensi bahwa governance, tata kelola harus bersih, transparan, akuntabel. Tapi kalau saya tanya pada rakyat, pasti seluruh rakyat akan bilang ya. Benar? karena yang lain itu kecil APBD-nya, karena enggak ada dana otsus. Hanya ada Rp6 triliun, ada Rp6 triliun. Yang Rp7 triliun, ada sebuah provinsi yang Rp7 triliun. Jadi, penggunaan APBD saya titip kepada seluruh bupati, wali kota dan pada Gubernur. Gunakan, fokus. Gunakan secara fokus, berikan prioritas hal-hal yang sangat penting. Saya juga harus sampaikan apa adanya, angka 14 persen, angka kemiskinan itu besar, besar. Selesaikan dulu masalah ini. Berikan perhatian kepada angka kemiskinan yang 14 persen itu lewat program-program yang didesain agar pengentasan kemiskinan segera bisa diselesaikan.
Yang keempat, yang berkaitan dengan investasi. Semua negara sekarang ini berebutan yang namanya investasi, semua negara, karena semakin banyak arus kapital masuk, arus modal masuk, arus investasi masuk, capital inflow, insyaallah, dipastikan negara itu akan, pertumbuhannya, pertumbuhan ekonominya akan semakin baik. Begitu juga untuk provinsi, begitu juga untuk kabupaten, begitu juga untuk kota, sama saja. Begitu banyak investasi yang masuk, begitu banyak arus modal masuk, peredaran uang semakin banyak, masyarakatnya akan lebih sejahtera. Itu sudah teori ekonomi.
Dan negara kita sekarang ini, posisi negara kita, ini perlu saya sampaikan, secara GDP (gross domestic product) nominal negara kita berada di ranking 16. Kita ini sudah masuk ke G20, negara-negara dengan ekonomi yang maju. Ranking 16 kalau dihitung dari GDP nominal. Kalau dihitung dari GDP PPP (purchasing power parity), negara kita sudah berada di ranking 7 di antara negara-negara besar yang dimiliki dunia. Artinya apa? Kita memiliki sebuah masa depan yang, insyaallah, lebih baik dari hari ini. Tetapi memang banyak tantangan-tantangan baik yang ada di daerah maupun di pusat yang perlu kita selesaikan bersama-sama secara cepat, karena sekali lagi, kita berada pada era persaingan, era kompetisi yang sangat-sangat cepat.
Jadi, kembali lagi ke investasi, saya sudah mendorong tidak sekali, 2 kali, 3 kali, 4 kali, 5 kali agar investasi arus modal itu masuk ke Provinsi Aceh. Dan terakhir, tadi juga sudah disampaikan oleh Pak Gubernur, berkaitan dengan Uni Emirat Arab yang ingin membangun properti, yang ingin membangun kepariwisataan yang ada di Provinsi Aceh.
Oleh sebab itu, saya sudah perintah ke menteri untuk siapkan tim, untuk nanti berangkat bersama-sama di bulan Maret awal, bersama-sama dengan Gubernur dan timnya untuk bertemu langsung dengan Syekh Mohammed bin Zayed Al Nahyan di Abu Dhabi, karena beliau langsung ngomong pada saya keinginannya untuk membawa arus modal ke Provinsi Aceh. Tetapi meyakinkan orang itu juga tidak mudah, saya sudah sampaikan ke Pak Gub. “Pak Gub ada persoalan ini, ini, ini yang ditanyakan pada saya. Saya tidak bisa menjawab secara detail, jadi tolong nanti diberikan sebuah backup data, kemudian backup penyampaian yang baik, presentasi yang baik, sehingga mereka yakin betul,” Karena beliau ini adalah termasuk orang yang memiliki kekayaan yang enggak bisa dihitung, 1,4 triliun USD, bukan rupiah. Coba dihitung sendiri kekayaannya berapa.
Oleh sebab itu, sekali lagi, apa yang disampaikan oleh Bang Surya itu betul. Marilah kita bersama-sama, bersatu, masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah pusat menyelesaikan persoalan-persoalan dan tantangan tantangan yang ada di bumi Aceh ini agar hal-hal yang…, kalau ada persoalan yang kecil jangan dibesar-besarkan. Kalau ada persoalan yang bisa diselesaikan, cepat selesaikan. Kalau ada persoalan besar yang memang harus kita selesaikan bersama-sama, mari duduk bersama-sama, selesaikan masalah itu. Pusat, provinsi, kabupaten dan kota, dan masyarakat.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini, saya sangat menghargai acara pada pagi, siang hari ini, Acara Kenduri Kebangsaan. Dulu waktu saya di sini sering diundang untuk kawinan, ada kendurinya. Apa namanya ya? Kenduri kalau di sini apa? Kanuri ya? ya, kanuri. Kanuri mokawen, kanuri sukor, syukuran betul? Jadi saya masih ingat, enggak tahu nanti saya diajak kenduri atau tidak.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Terima kasih dan mohon maaf.
Wabillahi taufik wal hidayah.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.