Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim.
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Shalom.
Kita yang urusan sertifikat di sini diam, yang ramai di sana, ramai banget.
Yang saya hormati, para Menteri Kabinet Indonesia Maju, hadir bersama saya, Pak Menko Maritim dan Investasi, Bapak Luhut Binsar Pandjaitan. Batak;
Yang saya hormati, Pak Sandiaga Uno Menteri Pariwisata, Pak Menteri PUPR Pak Basuki, dan tadi Pak Menteri ATR/BPN Bapak Sofyan Djalil;
Yang saya hormati, Bapak Gubernur Sumatera Utara beserta seluruh jajaran Forkopimda;
Yang saya hormati, Bapak Bupati Kabupaten Dairi, tadi ramai banget Pak, dari turun helikopter sampai ke sini, mobilnya enggak bisa jalan. Ternyata saya baru tahu, Kabupaten Dairi belum pernah dikunjungi presiden. Baru hari ini, jadi ramai banget;
Bapak/Ibu penerima sertifikat yang saya hormati;
Hadirin dan Undangan yang berbahagia.
Tadi sudah disampaikan oleh Pak Menteri bahwa hari ini diserahkan 600 sertifikat: 450 sertifikat program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) dan 150 sertifikat program redistribusi tanah. Jadi sudah dapat diberikan semuanya. ini penting yang namanya sertifikat ini penting. Coba diangkat dulu, sudah diterima benar, belum? Nah, belum. Oh, sudah. Sudah, sudah, baik.
Ini, kalau ada sengketa, Bapak pegang ini, sudah, tenang. Ada orang datang, “Pak, ini tanah saya, lahan saya”, “Ndak, ini buktinya, luasnya ada di sini, nama pemilik ada di sini”. Sudah, rampung. Tapi kalau Bapak sudah…ada rumah di situ 20 tahun atau kebun di situ sudah lebih dari 15 tahun tapi belum punya sertifikat, orang datang, “Ini punya saya”, “Punya saya”, “Punya saya”. Pegangannya mana? Ini yang namanya pentingnya kepastian hukum hak atas tanah yang namanya sertifikat. Ini tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki dan Bapak/Ibu sekarang sudah pegang semuanya. Benar?
Karena kita sekarang ini mempercepat proses penyertifikatan di seluruh Tanah Air. Dulu setahun itu hanya 500 ribu (sertifikat), setahun. Padahal yang belum disertifikatkan itu 80 juta, yang sudah baru 46 juta (sertifikat), itu tahun 2017. Berarti Bapak kalau mau menyertifikatkan, menunggu 160 tahun. Setahun hanya 500 ribu, yang harus disertifikatkan 80 juta, 160 tahun menunggu. Ada yang mau menunggu 160 tahun? Tunjuk jari. Saya beri sepeda. Tapi menunggu 160 tahun. Mau, ndak? Siapa yang mau.
Ini pentingnya yang namanya sertifikat. Ini sekarang…tahun terakhir berapa, Pak, kita? Keluar berapa? 8 juta (sertifikat)? Delapan juta (sertifikat) dari 500 ribu, sekarang setahun sudah 8 juta sertifikat keluar. Targetnya saya naikkan terus. Sembilan juta (sertifikat), naik lagi, tapi kemarin pandemi ya turun lagi 8 juta (sertifikat). Ya, tapi 8 juta (sertifikat) gede banget dibandingkan 500 ribu, ya kan?
Kenapa ini menjadi perhatian saya? Karena setiap saya ke desa, setiap saya ke daerah, yang masuk ke telinga saya itu sengketa antara warga dengan warga, sengketa oleh warga dengan pemerintah, atau warga dengan BUMN, warga dengan perusahaan swasta. Karena enggak pegang ini (sertifikat). Di Sumut ini banyak sekali yang namanya sengketa. Di sekitar Medan ini, tanya Pak Gubernur, banyak sekali. Enggak rampung-rampung karena enggak pegang ini lho, tapi merasa sudah menduduki 20 tahun, 15 tahun.
Sekali lagi, inilah pentingnya tanda bukti hak atas tanah yang namanya sertifikat. Jadi, dengan kecepatan sertifikat sekarang ini yang diberikan kepada rakyat, ini kita harapkan yang namanya konflik sengketa lahan itu bisa kita kurangi sebanyak-banyaknya. Tetapi memang masih ada. Karena bertahun-tahun yang namanya ini tidak dikerjakan secara cepat. Setahun hanya 500 ribu (sertifikat). Sampai kapan kita mau rampung kalau kita bekerja setahun hanya 500 ribu. Saya berterima kasih kepada Pak Kanwil, Pak Kepala Kantor BPN, nggih.
Karena itu, saya ingin berpesan kepada Bapak/Ibu sekalian, ini sertifikat, ini barang yang sangat berharga. Simpan di tempat yang paling aman tapi difotokopi dulu. Satu disimpan di lemari, satu disimpan di laci. Sudah. hilang fotokopinya enggak apa-apa, masih ada (sertifikat) asli. Hilang (sertifikat) aslinya, masih punya fotokopi, mengurus ke kantor BPN lebih mudah. Kalau ada, misalnya banjir, nah, kayak begitu, mudah. Kebakaran, barangnya karena sudah difotokopi.
Dan dengan sertifikat ini, Bapak/Ibu yang punya usaha atau yang ingin berusaha, bisa dipakai untuk kolateral, untuk agunan ke bank. Tapi hati-hati kalau pinjam ke bank, pas keluar uangnya itu enak banget. Wah, dapat sertifikat, masukkan ke bank, dapat Rp600 juta, yang Rp300 juta untuk beli mobil dulu. Biasanya gitu, Rp300 (juta) untuk usaha, nah, begitu enam bulan, enggak bisa nyicil mobil, enggak bisa nyicil pinjaman, gitu. Hati-hati, jadi saya titip, semua yang berkaitan dengan pinjaman (uang) bank, mau pinjam ke bank, (harus) dikalkulasi, dihitung benar-benar. Kalau sudah dapat, Rp600 juta gunakan semuanya untuk usaha, untuk modal kerja, untuk investasi mesin misalnya. Jangan sekali-sekali dipakai untuk barang-barang kemewahan. Ndak bisa nyicil, saya jamin. Harus untuk hal-hal yang produktif.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, saya sangat senang sekali bisa berkunjung ke Kabupaten Dairi. Ini Pak Bupati sudah bolak-balik, “Pak ke Dairi. Pak, masa ke Humbang (Hasundutan) terus, Pak, sudah empat kali. Ke Dairi belum”. Wong Pak Bupati juga enggak mengundang saya, ya. Terus diundang, “Pak, saya undang, Pak, saya undang”, “Ya, nanti saya datang kalau pas saya ke Danau Toba, nggih”.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan, Bapak/Ibu sekalian. Sekali lagi, terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Semoga Tuhan memberkati kita semuanya dan sehat semuanya.
Terima kasih.