Bismillahirahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Indonesia Maju. Hadir di sini Bu Menteri Kehutanan. Pak Menteri PU, ada yang belum kenal Pak Menteri PU? Pak Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal Moeldoko;
Yang saya hormati Gubernur Riau;
Yang saya hormati Bupati Siak, beserta para bupati dan wali kota yang hadir;
Yang saya hormati dan saya banggakan para kelompok usaha perhutanan sosial yang hari ini telah menerima SK (surat keputusan), hadirin Bapak/Ibu sekalian dan tamu undangan yang berbahagia.
Ini benar ya, sudah pegang SK semuanya? Coba diangkat, yang pegang diangkat. Sudah semuanya, sudah semuanya, sudah semuanya, ya terima kasih. Silakan.
Saya senang sekali, alhamdulillah, SK-nya sudah diberikan. Tadi saya ada tengok, ada yang 4.500 hektare, ada yang 3.500 hektare, ada juga yang 200 hektare, ada yang 600 hektare. Saya hanya mau titip pesan, kita ini memiliki di seluruh Indonesia 12,7 juta hektare. Yang sudah kita serahkan seperti ini 4 juta hektare lebih sedikit. Sisanya, saya sudah perintah kepada Menteri Kehutanan, agar ini 5 tahun ke depan juga segera diserahkan kepada rakyat, kepada masyarakat, kepada hutan adat, kepada kelompok-kelompok yang ada di sekitar hutan, di desa-desa.
Apa yang ingin saya sampaikan, yang pertama, kalau sudah diberi segera itu dijadikan barang yang produktif secara ekonomi. Jangan dibiarkan, hati-hati, ini saya cek lo, saya ikuti lo. Begitu barang yang sudah diberikan, 4.500 hektare, 250 hektare, 600 hektare (itu) didiamkan, saya pastikan saya tahu. Harus dijadikan barang yang produktif secara ekonomi sehingga memiliki manfaat kepada anggota kelompok atau anggota di hutan adat, memiliki manfaat ekonomi, entah itu mau ditanami tanaman-tanaman hortikultura atau ditanami tanaman-tanaman yang pohon untuk dimanfaatkan dalam jangka panjang, tetapi harus dimanfaatkan.
Ada yang ingin ditanami jagung, ada? Enggak ada? Ada yang ingin ditanami sengon, albasia, ada? Ada yang ingin ditanami buah-buahan, ada? Tunjuk jari. Mana, yang ingin ditanami buah-buahan? Ada lagi? Apa, buah-buahan, buah-buahan? Hmm, buah-buahan sama singkong. Kalau yang hutan adat, ditanami? Ndak, tidak ditanami? Buah-buahan? Oh, untuk ekowisata, artinya secara ekonomi juga baik. Ya. Coba yang ekowisata maju satu (orang). Silakan Pak. Yang ditanami buah, maju juga, tadi siapa? Satu saja, satu. Ada yang ditanami pohon, hmm? Aren? Boleh, maju Ibu. Apa, yang apa? Aren ya? Ya, maju sini. Saya pastikan yang maju saya beri sepeda. Yang lain enggak tunjuk jari.
Presiden RI:
Silakan dikenalkan Pak.
Bapak Nur Hamid:
Nama saya Nur Hamid, Pak Presiden.
Presiden RI:
Ya, Pak Nur Hamid.
Bapak Nur Hamid:
(audio tidak terdengar jelas).. dapat 157 hektare.
Presiden RI:
Ini berapa? Dapat 157 hektare, ya. Ini dalam.., lapangannya dalam bentuk apa ini? Hutan lindung. Terus mau dipakai untuk apa ini Pak?
Bapak Nur Hamid:
Untuk riset penelitian, …(audio tidak terdengar jelas).
Presiden RI:
Bisa,untuk riset.
Bapak Nur Hamid:
Untuk wisata.
Presiden RI:
Untuk wisata, tapi sudah atau belum?
Bapak Nur Hamid:
Sedang mau dirancang.
Presiden RI:
Mau dirancang untuk wisata, bagus sekali. Mau digabungkan antara budaya dan ekowisata. Bagus sekali, terus?
Bapak Nur Hamid:
Sumber air bersih, juga bisa.
Presiden RI:
Ada juga? Sumber airnya ada juga? Mau dikelola untuk apa sumber air itu?
Bapak Nur Hamid:
Untuk dikelola nanti dimanfaatkan, atau bagaimana untuk anak kemenakan kami, anak kemenakan itu untuk keturunan kita yang ada di sini.
Presiden RI:
Oh, untuk anak kemenakan. Oke. Terus hitung-hitungannya ada ndak? Kira-kira per bulan akan mendatangkan, secara ekonomi akan mendatangkan…
Bapak Nur Hamid:
Analisisnya nanti kita buat bersama..
Presiden RI:
Belum, ini belum?
Bapak Nur Hamid:
Sudah direncanakan, dan akan ada rapat setelah ini. Sudah lama sekali kita memperjuangkan ini.
Presiden RI:
Oke, berarti ini sudah, baru nanti dihitung, direncanakan kemudian dieksekusi agar mendatangkan manfaat ekonomi. Oke terima kasih Pak Nur.
Bu, silakan.
Warga:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Presiden RI:
Wa’alaikumsalaam.
Warga:
Hidup Pak Jokowi. Hidup PDI Perjuangan.
Presiden RI:
Lo, lo, lo? Ini bukan masa kampanye.
Warga:
Saya minta tolong sama Pak Jokowi, lahan kami dieksekusi oleh BLHK. Mohon bantuannya Pak Jokowi.
Presiden RI:
Apa itu? Cerita, cerita, cerita. Ini apa ini? Ini sudah, ya kan, diberi hak mengelola hutan desa kepada lembaga pengelola hutan, Desa Pangkalan Gondai, betul?
Warga:
Ya.
Presiden RI:
Seluas 9.210 hektare, benar?
Warga:
Benar.
Presiden RI:
Lha, ya sudah. Terus?
Warga:
Pak, ini kami sekarang lagi dieksekusi alatnya ada di situ Pak. sekitar 1.300 (hektare) lagi yang diincar oleh BLHK.
Presiden RI:
BLHK itu apa sih?
Warga:
Terancam masyarakat kita, ribuan jiwa Pak.
Presiden RI:
Apa itu, apa itu? Sebentar, belum nangkap saya. Sebentar. Jadi ini bagaimana? Bagaimana?
Warga:
Di Desa Pangkalan Gondai.
Presiden RI:
Desa Pangkalan Gondai, nah ini kan sudah, terus?
Warga:
Terus kalau sudah, kenapa alatnya enggak keluar dari lahan kami.
Presiden RI:
Alatnya apa itu?
Warga:
(audio tidak terdengar jelas)..excavator..
Presiden RI:
Milik siapa itu?
Warga:
Milik PT (audio tidak terdengar jelas)..
Presiden RI:
Oh, oke, nangkap. Milik PT.
Warga:
Jadi tolong lah Pak, lihat kami di bawah. Kami enggak punya, kami enggak sekolah. Cuma itu andalan kami.
Presiden RI:
Iya, iya.
Sebentar, Pak Gub, nanti Pak Kapolda juga, itu tolong dicek. Sudah, tolong dicek di lapangan, seperti itu, kalau…, saya akan turunkan dari Jakarta kalau enggak selesai. Sudah. Pegang dulu.
Ya, Bapak/Ibu dan saudraa-saudara sekalian,
Di seluruh Tanah Air, sengketa-sengketa seperti ini banyak sekali. Bukan hanya puluhan, bukan hanya ratusan, ribuan. Oleh sebab itu, kenapa SK-SK ini diberikan, itu yang pertama.
Yang kedua, juga sertifikat itu juga diberikan. Ini sudah, sekarang, sejak 2017 itu 5 juta, tambah 7 juta sertifikat, tambah 9 juta, jadi sudah berapa itu? 21 juta sertifikat hak milik yang sudah kita berikan kepada rakyat. Untuk apa? agar tidak terjadi sengketa-sengketa seperti ini. Ada sengketa antarkampung, ada. Ada sengketa antartetangga, ada. Individu dengan individu, ada. Sengketa hutan adat dengan swasta, ada. Sengketa tadi dengan PT, ada. Karena sudah berpuluh-puluh tahun tidak pernah hal-hal seperti ini diurus. Ini kita urus tetapi memang banyak sekali yang namanya sengketa seperti tadi.
Saya minta waktu untuk menyelesaikan satu persatu, karena masalahnya sering sudah masuk ke wilayah hukum. Sudah kita putuskan, ada yang sudah kita putuskan, ya sudah dibawa ke pengadilan, kalah, yang kalah saya, coba. Sudah bantu rakyat, kalah. Kalah, karena secara hukum memang, ya memang kalah. Ini fakta-fakta yang ingin saya sampaikan. Saya ingin bantu yang, kemarin misalnya yang di Kampar ada di desa apa ya? Senama Nenek. Senama Nenek juga katanya sudah 20 tahun lebih problem, nemuin saya di hotel. Pak Bupatinya dengan warga nemuin saya. “Pak ini ada masalah ini” saya baca, “Oh Desa dengan BUMN. Mudah ini,” Mana, saya selesaikan. Barangnya saya minta, saya selesaikan karena BUMN masih milik negara, lebih mudah. Tapi kalau swasta, “Enggak mau Pak, ini kami punya pegangan hukum. Kalau bapak ambil, saya akan masuk ke pengadilan.” Nah, seperti itu. Kadang juga saya ancam, “Hei, hati-hati, kalau kamu minta izin enggak saya beri kamu.” Ada yang takut, tapi ada yang enggak takut juga.
Banyak yang sudah kita selesaikan, seperti (Kabupaten) Kampar ini kita selesaikan 4 bulan. Wah, ramainya juga, aduh. Tadi pagi nemuin saya lagi, di hotel. Nyerahin buku segini, 3 orang dari desa mana itu. “Nih, mana?” Saya baca, sengketa lahan lagi.
Oleh sebab itu, kita harapkan sekali lagi yang sudah terima SK tolong segera dikerjakan, agar tidak dihak-i oleh yang lain. Mengenai tadi yang ibu sampaikan, nanti saya cek di lapangan. Sudah, tenang.
Warga:
Terima kasih ya Pak.
Presiden RI:
Tenang. Saya enggak janji bisa menyelesaikan, tetapi begitu saya lihat di lapangan kelihatan barangnya, saya panggil PT-nya. Enggak rampung? Saya sampaikan harus rampung.
Warga:
Saya menagih janji Pak Jokowi, yang dia bilang ada kuburan di situ, ada rumah di situ, kalau pas punya masyarakat dilepaskan.
Presiden RI:
Janji apa?
Ya sudah, nanti diselesaikan.
Silakan perkenalkan.
Bapak Al Ahri:
Bismillahirahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Presiden RI:
Wa’alaikumsalaam Warahmatullahi Wabarakatuh.
Bapak Al Ahri:
Nama saya Al Ahri, dari Rokan Hulu, Provinsi Riau.
Presiden RI:
Dapat berapa hektare?
Bapak Al Ahri:
1.705 hektare Pak.
Presiden RI:
Mau dipakai untuk apa?
Bapak Al Ahri:
Yang pertama, insyaallah, kami akan melaksanakan kegiatan penanaman aren Pak.
Presiden RI:
Penanaman aren. Kenapa aren ditanam?
Bapak Al Ahri:
Karena komoditas yang sangat menjanjikan. Nilainya harian.
Presiden RI:
Nilainya harian itu seperti apa?
Bapak Al Ahri:
Contoh, sekali beres itu bisa Rp100 ribu per hari Pak.
Presiden RI:
Menanamnya dari bibit sampai gede itu berapa tahun?
Bapak Al Ahri:
Sekitar enam tahun, Pak.
Presiden RI:
Enam tahun. Jadi, nunggu enam tahun?
Bapak Al Ahri:
Ya.
Presiden RI:
Nunggu enam tahun, kuat?
Bapak Al Ahri:
Artinya, begini Pak. Menjelang kami menunggu enam tahun, kami juga akan sela dengan pinang batara, Pak. Jadi ada hasilnya.
Presiden RI:
Oke, ini apa, tumpangsari dengan yang lain?
Bapak Al Ahri:
Iya, ini juga tanaman buah-buahan seperti durian, kemudian matoa, dan lain sebagainya Pak.
Presiden RI:
Oke. Modalnya untuk menanam itu dari mana?
Bapak Al Ahri:
Nah, itu Pak. Modalnya sekarang itu kami tidak ada Pak, artinya kami berencana, tapi modalnya terkendala, Pak.
Presiden RI:
Terus?
Bapak Al Ahri:
Jadi, kalau bisa baik pihak BUMN atau pun pihak-pihak terkait bisa membantu kami Pak.
Presiden RI:
Membantu itu bagaimana? Minjemin atau bagaimana, gitu lo?
Bapak Al Ahri:
Minjemin bisa, hibah juga bisa Pak.
Presiden RI:
Kalau hibah itu enak banget. Sudah diberi tanah gede banget, minta hibah lagi?
Bapak Al Ahri:
Mana tahu Pak, ada jalannya.
Presiden RI:
Nanti saya catat. Jadi aren itu bagaimana hitung-hitungannya?
Bapak Al Ahri:
Contohnya begini, Pak, satu batang aren itu bisa menghasilkan 5 atau 10 liter per hari. Per hari itu pagi dengan sore Pak.
Presiden RI:
Oke, itu berapa duit itu?
Bapak Al Ahri:
Itu, kalau di tandon itu dapatlah sekitar Rp100 ribu sebatang, Pak. Artinya dengan jualnya 1 kali angkut botol itu ukuran 600 ml itu Rp10 ribu, Pak. Kali, kalau kita dapat 10 botol, tentu kan Rp100 ribu per hari.
Presiden RI:
Per hari? Ya.
Bapak Al Ahri:
Jadi kebutuhan di masyarakat itu sangat banyak. Jadi kekurangannya di situ Pak.
Presiden RI:
Oke, sudah baik. Berarti banyak tadi yang ingin tanam aren ya?
Bapak Al Ahri:
Iya pak.
Presiden RI:
Karena hitung-hitungannya sudah tahu semua?
Bapak Al Ahri:
Iya.
Presiden RI:
Kalau mau menanam sesuatu tuh direncanakan lo ya. Direncanakan, dihitung, kalkulasinya mendatangkan income berapa. Mendatangkan pendapatan berapa. Dipelihara, jangan sampai sudah ditanam tapi enggak dipelihara. Mati di tengah jalan, nanti rugi, hati-hati. Hati-hati.
Tapi, Bapak/Ibu sekalian, saya kira lebih pintar, lebih tahu daripada saya. Tapi betul, direncanakan, butuh uang berapa, uangnya dicari dari mana, seperti tadi disampaikan, semuanya dihitung. Jadi hati hati, barang ini adalah barang yang memiliki nilai, SK itu. Jadi, jangan sampai tidak produktif.
Ya silakan kembali ke tempat. Terima kasih. Oh, sepeda. Sepedanya dikeluarkan. Silakan diambil satu-satu, ya.
Ini saya titip sekali lagi, agar lahan yang sudah diberikan ini betul-betul produktif, tapi juga ramah lingkungan. Jangan sampai tidak ramah lingkungan. Karena ada yang di Jawa, sudah diberi, hanya ditanami sayur semuanya, akhirnya apa? Longsor. Hati-hati, harus ramah lingkungan, artinya apa? Di situ juga ada tanami satu, dua, tiga pohon-pohon yang memiliki akar yang kuat agar tanah yang ada tidak longsor ke bawah. Juga jangan sampai izinnya dipindahkan ke orang lain. Ini saya ikuti terus lo ini, saya ikuti semuanya. Jangan sampai ada yang pindah ke orang lain. Juga ditelantarkan, sudah diberi SK ditelantarkan.
Manfaatkan menanam tanaman yang produktif yang memiliki nilai-nilai ekonomi. Saya lihat di sini, saya kira mungkin karet, kopi, tapi hati-hati kalau yang karet, harganya sekarang, harga globalnya, harga internasional baru jatuh. Dihitung betul kalau mau menanam yang namanya karet. Kopi, kalau kopi harganya terus naik, tapi tidak tahu cocok atau tidak di Siak ini, atau dikombinasikan. Tadi saya sampaikan menanam pohon yang berkayu sama menanam tanaman pangan, nah ini yang paling bisa, sambil ini, sambil nunggu yang ini.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya juga minta kelompok-kelompok usaha yang ada diberikan pendampingan oleh Kementerian Kehutanan, sehingga nanti betul-betul semuanya produktif. Semuanya produktif, tidak ada yang tidak produktif.
Ada apa lagi? Masalah singkong, ada apa singkong? 1.900 hektare singkong, terus kenapa singkongnya?
Warga:
Kami tengok perkembangan di Riau, Pak. kami tengok perkembangan di Riau, ubi tapioka. Kemarin Bapak Gubernur juga menyampaikan kepada masyarakat Riau, nilai ekonomi sangat tinggi, Pak. Dalam kaitan sekarang, memang harga turun anjlok. karena mungkin bahan banyak, Pak. Jadi kami dari kelompok tani Utama Maju Bersama, dalam ini kami telah menengok lahan ada yang sesuai dengan hortikultura dengan agroforestry. Jadi kami berharap minta dipertimbangkan, Pak. dan sekaligus minta arahan tentang penanaman singkong, sekali pun mungkin minta arahan untuk permodalan, Pak.
Begitu, Pak.
Presiden RI:
Oke, permodalan, urusan permodalan tadi saya lupa.
Tolong ke BRI (Bank Rakyat Indonesia), di situ ada yang namanya KUR (kredit usaha rakyat). KUR itu bunganya hanya 6 persen, 6 persen per tahun lo. Hanya 6 persen, dulunya 22 persen. Sekarang kita subsidi, hanya 6 persen. Manfaatkan itu. Kalau hibah, enggak ada. Saya ngomong apa adanya. Saya blak-blakan. Dan saya pengin semuanya masuk ke sistem perbankan, agar terbiasa, sehingga mampu mempertanggungjawabkan apa yang sudah dipinjam.
Dihitung saja seperti tadi. Tadi saya sampaikan, dihitung, direncanakan butuhnya berapa, per bulan bisa income berapa, mampu enggak nyicil, mampu enggak ngangsur, kalau enggak jangan pinjam. Kalau dihitung, masuk, pinjam. Enggak usah takut-takut, sehingga semuanya dikalkulasi, dihitung.
Hati-hati, karena kita berhadapan dengan situasi yang tidak pasti. Saya berikan contoh: sawit. Dulu anjlok, ini sudah bisa naik lagi. Karet, anjlok, sampai sekarang belum naik. Ini karena harganya harga internasional. Pemerintah tidak bisa intervensi ke sana. Paling kalau sawit kemarin kita ketemu jurusnya, kita pakai untuk industri dan kendaraan, yaitu dengan membuat biodiesel 30, serap sendiri. Karet belum ketemu rumusnya, jurusnya. Sehingga kita harapkan semuanya dihitung.
Juga singkong, singkong pernah naik tinggi, tapi pernah jatuh sampai ke bawah. Nah, hati-hati. Hal-hal seperti itu semuanya harus dihitung, tanya-tanya, singkong tahun depan seperti apa? Dua tahun lagi seperti apa? Tanya, baru tanam. Jangan tergesa-gesa menentukan apa yang ditanam dalam jumlah yang banyak. Kalau jumlah sedikit enggak apa-apa lah, satu hektare itu enggak apa-apa. Tapi kalau sudah dalam jumlah lebih dari 1.900 (hektare), hati-hati, itu 1.900 hektare itu gede banget. Tanami singkong, tuk, tuk, tuk, pas panen harganya…(anjlok). Nah, hati-hati. Saya enggak nakuti-nakuti tapi tolong dihitung. Perkirakan bahwa pas panen itu harganya pas tinggi. Bapak/ibu kan semuanya setiap hari ada di lapangan, lebih tahu dari saya. Pasti lebih tahu dari saya.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan terakhir, ya, SK itu bisa dicabut. Jadi kalau enggak produktif, akan kita minta kembali. Untuk diberikan yang bisa menjadikan tanah itu produktif.
Jadi saya ajak Bapak/Ibu semuanya untuk menjadikan tanah-tanah, lahan-lahan yang sudah diberikan itu menjadi produktif baik untuk menanam singkong, menanam apa tadi? Aren. Jadikan ekowisata, jadikan sumber mata air, silakan. Kita serahkan sepenuhnya kepada Bapak/Ibu dan Saudara-saudara untuk mengelola lahan-lahan yang sudah ada. Dan setelah ini, kita juga terus akan kita bagikan SK-SK seperti ini, karena memang yang saya urus adalah yang kecil-kecil. Saya enggak pernah memberikan ke yang gede-gede, enggak pernah selama 5 tahun kemarin, itu supaya Bapak/Ibu dan Saudara-saudara tahu. Yang kecil-kecil, ini yang perlu kita urus.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan, terima kasih, saya tutup.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.