Sambutan Presiden RI - Pencanangan Program Tax Amnesty, Jakarta, 1 Juli 2016

 
bagikan berita ke :

Jumat, 01 Juli 2016
Di baca 1047 kali

SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENCANANGAN PROGRAM PENGAMPUNAN PAJAK (TAX AMNESTY)

KEMENTERIAN KEUANGAN, JAKARTA

1 JULI 2016



Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,

Selamat pagi,

Salam sejahtera bagi kita semua,


Yang saya hormati Ketua dan Pimpinan Lembaga Negara—hadir di sini Ketua DPR, Ketua DPD,

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, dan Ketua PPATK,

Seluruh Pejabat Eselon I, Eselon II Direktorat Jenderal Pajak,

Yang saya hormati Bapak-Ibu dari dunia usaha yang pada pagi hari ini hadir,


Kita patut bersyukur bahwa Undang-Undang Tax Amnesty telah disahkan oleh DPR beberapa hari yang lalu.


Posisi pemerintah dalam soal Undang-Undang Pengampunan Pajak ini sudah sangat jelas, bahwa ini sebuah langkah besar, sebuah terobosan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan perpajakan yang dari tahun ke tahun, yang kita hadapi rutinitas seperti itu.


Tujuannya sangat jelas bahwa pemerintah ingin agar tax amnesty ini bermanfaat nyata bagi kepentingan kita bersama, bermanfaat bagi kepentingan bangsa, bermanfaat bagi kepentingan rakyat kita, dan bukan untuk kepentingan perusahaan, atau untuk kepentingan orang per orang, atau untuk kepentingan kelompok.


Saya juga ingin menegaskan bahwa tax amnesty ini bukan upaya pengampunan bagi koruptor atau pemutihan atas aksi pencucian uang. Tidak. Ini perlu saya tegaskan. Tapi yang kita inginkan adalah, yang kita sasar adalah para pengusaha yang menempatkan hartanya di luar negeri, khususnya di negara-negara tax haven.


Saya ingin mengajak Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian, terutama yang dari dunia usaha. Kita tahu ada ribuan triliun dana yang diparkir di luar negeri.


Kita semuanya hidup di negara kita, Indonesia. Mencari makan, mencari rezeki semuanya di bumi Indonesia. Sudah diberikan rezeki, sudah diberikan keuntungan-keuntungan dari tanah air dan bumi Indonesia.


Saya mengajak agar dana-dana yang Bapak-Ibu simpan di luar, dengan adanya payung hukum Undang-Undang Tax Amnesty ini, bisa berbondong-bondong dibawa kembali ke negara yang kita cintai ini. Untuk apa? Untuk pembangunan negara kita.


Dan perlu saya sampaikan, setelah Tax Amnesty ini, akan ditindaklanjuti lagi dengan revisi-revisi total Undang-Undang KUP, Undang-Undang PPn, Undang-Undang PPh. Kita ingin negara kita kompetitif dalam hal perpajakan. Kalau negara lain melakukan dan menjadi sebuah daya tarik, kita juga bisa melakukan itu.


Jadi tidak hanya berhenti di Undang-Undang Tax Amnesty. Ada tindak lanjutnya. Kalau tidak seperti itu, negara kita tidak akan bisa berkompetisi, tidak akan bisa bersaing dengan negara-negara lain.


Tax Amnesty bukan semata-mata memberikan pengampunan pajak, melainkan repatriasi aset, yakni pengembalian modal yang tersimpan di bank luar negeri atau di cabang bank luar negeri ke Indonesia. Dan kita harapkan mereka nantinya bisa menaruh kembali asetnya di Indonesia seiring dengan perkembangan kerja sama perpajakan internasional di level G20, OECD, dan Non-OECD.


Saya kira kita tahu semuanya bahwa nantinya tahun 2018 akan ada keterbukaan total informasi. Jadi Bapak-Ibu semuanya yang menyimpan uangnya di luar, semuanya kita akan tahu berapa, di mana meskipun sekarang ini saya sudah tahu. Saya sudah mengantungi nama-nama.


Tadi kok tepuk tangan? Ini berarti mau membawa pulang semuanya kelihatannya.


Tapi kan saya enggak ngomong-ngomong kan? Pak Menteri Keuangan juga pegang. Yang pegang hanya tiga. Saya sudah wanti-wanti betul. Saya, Menteri Keuangan, dan Dirjen Pajak, hanya itu.


Nanti tinggal saya undang satu per satu. Namanya jelas. Nyimpan di mana juga jelas by name, by address. Paspornya ada semuanya. Jadi enggak usah nunggu 2018.


Peluang itulah yang ingin kita tangkap, ingin kita manfaatkan. Dan undang-undang ini memberikan payung hukum yang jelas, sehingga Bapak-Ibu semuanya tidak usah ragu-ragu, tidak usah takut. Dan kita harapkan potensi yang besar sekali itu bisa kembali semuanya.


Sekali lagi, selain tadi sudah saya sampaikan, hidup kita di Indonesia, cari makan, berusaha, semuanya di bumi pertiwi ini. Sudah diberikan rezeki, keuntungan yang besar dari tanah, air, dan bumi Indonesia.


Dan juga, kalau dibandingkan peluang-peluang, opportunity di negara-negara lain, kita ini lebih besar, lebih besar. Ke depan juga lebih menjanjikan. Apa lagi yang mau dicari?


Beberapa kali kita juga sudah mengadakan pertemuan dengan Pak Gubernur BI, Pak Ketua OJK, dan kita semuanya untuk menyiapkan instrumen-instrumen investasi apabila uang itu berbondong-bondong masuk ke negara kita.


Hal ini juga kita sudah bicarakan semuanya dengan aparat. Sudah kita bicarakan baik dengan Jaksa Agung, dengan Kapolri, dengan KPK, dengan PPATK supaya semuanya jelas, supaya semuanya terang benderang dan gamblang bahwa ini hanya untuk satu, untuk pembangunan bangsa dan negara. Tidak ada yang lain.


Instrumen-instrumen itu jelas. Tadi sudah disampaikan oleh Pak Menteri. Ada SBN. Ada nanti infrastructure bond. Ada Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT). Juga disiapkan trust fund, kontrak pengelolaan dana. Semuanya disiapkan. Obligasi BUMN juga disiapkan. Jadi, mau masuk ke mana pun, sudah disiapkan instrumennya.


Tapi juga cepat-cepatan. Kalau yang masuk nanti masih nunggu-nunggu tahun depan, ya enggak dapat. Ini cepat-cepatan.


Jadi kita harapkan nanti uang-uang yang ada, dana-dana yang ada segera masuk.


Dan Bapak-Ibu, Saudara-saudara sekalian, untuk pembangunan—ini yang investasi langsung—untuk pembangunan infrastruktur kita saja, butuh 4.900 triliun dalam lima tahun ini, 4.900 triliun. Itu yang bisa disiapkan oleh APBN—perkiraan kita—hanya 1.500 triliun. Sisanya dari mana? Ya dari investasi, dunia usaha. Enggak ada yang lain, baik yang sekarang sudah dimulai maupun yang akan dimulai.


Nantinya juga akan disiapkan sekuritisasi. Jadi investasi-investasi yang sudah dikerjakan bisa saja nanti akan kita lepas.


Ini secara detail memang saya baru meminta kepada seluruh kementerian agar ini disiapkan, sehingga peluang-peluang itu betul-betul ada dan bisa dimanfaatkan dari uang-uang yang masuk kembali ke negara kita. Kita butuh sekali dana itu. Kita memerlukan sekali dana itu.


Mungkin Bapak-Ibu semuanya sudah bosan saya menyampaikan mengenai infrastruktur, tapi memang itulah fokus dan prioritas yang baru kita kerjakan. Tol, baik yang di Jawa maupun di luar Jawa, yang di banyak tempat berhenti, mandek delapan tahun-sembilan tahun sudah dimulai lagi.


Dulu banyak yang meragukan bahwa ini hanya diomongkan. Tetapi setelah 1,5 tahun ini bahwa realisasi itu ada, pelaksanaan itu ada, orang baru yakin bahwa kita serius. Kita bukan hanya serius, melainkan sangat serius.


Mengerjakan ini adalah sebuah fondasi. Mungkin pahit di depan, mungkin pahit di depan, tetapi saya meyakini ini akan sangat bermanfaat empat-lima tahun ke depan apabila semuanya selesai. Tidak hanya di Jawa, di Sumatera kayak Trans-Sumatera, di Kalimantan, yang berhenti sudah dimulai dan akan dilanjutkan ke tempat-tempat yang lainnya.


Kalau masih ada yang tidak percaya, kalau masih ada yang tidak percaya terhadap gambar, silakan datang ke lokasi. “Ah itu paling-paling rekayasa gambar.” Kan sering seperti itu di social media. Ya datang saja ke lokasi pembangunannya. Bapak-Ibu akan lihat betul bahwa di sana alat-alat berat ramai, mengerjakan pagi-siang-malam.


Saya perintahkan: tidak hanya satu shift, tapi tiga shift, kerja tiga shift. Pembagian kerjanya terserah, tapi tiga shift sehingga bisa dikerjakan. Dan hasilnya bisa cepat kelihatan.


Jalan tol.


Kemudian pelabuhan: Kuala Tanjung, Makassar New Port. Kemudian yang di Priok, yang di Sorong masih nunggu. Ini yang gede-gede. Yang sedang-sedang juga banyak sekali. Yang kecil-kecil apalagi banyak sekali. Saya kira investasi-investasi seperti ini yang bisa dimasuki apabila dana-dana tadi masuk.


Memang masih ada pembenahan-pembenahan di bidang prosedur. Tapi yakinlah bahwa prosedur yang bertele-tele itu akan kita potong satu per satu. Bukan contoh saja, pembangkit listrik yang dulu izinnya ada 59 sudah kita potong menjadi 24. Itu pun masih ada keluhan, “Pak, meskipun 24, masih kelamaan.” Ya nanti kita potong lagi.


Kalau enggak, kita akan bertele-tele terus. Ngurus izin sampai bertahun-tahun, bukan berbulan, melainkan bertahun. Ini apa-apaan gitu? Enggak bisa kita terus-teruskan seperti itu.


Kemudian juga, yang berkaitan dengan Direktorat Jenderal Pajak juga harus mereformasi diri, me-reform untuk lebih profesional. Tunjukkan integritas. Tunjukkan tanggung jawab besar kita bahwa penerimaan negara itu sangat penting untuk pembangunan negara dan bangsa.


Jangan ada yang coba main-main dengan urusan tax amnesty dan perpajakan. Akan saya kawal sendiri, akan saya awasi sendiri dengan cara saya—enggak usah saya sebutkan—supaya yang bawa masuk itu merasa nyaman. Tidak masih ada keraguan atau masih was-was. Enggak. Akan saya ikuti, akan saya awasi terus. Akan saya cek, akan saya cek, akan saya cek lagi, akan saya cek lagi.


Akan saya ikuti karena ini nanti bukan hanya penerimaan tahun ini, tetapi penerimaan untuk tahun-tahun mendatang dan dan menjadi sebuah database yang lebih besar, yang kita punyai, sehingga penerimaan negara akan betul-betul sesuai dengan apa yang kita inginkan. Dan itu penting sekali untuk pembangunan bangsa dan negara.


Saya kira itu sedikit yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan terakhir, ini saya sampaikan bahwa kesempatan ini tidak akan terulang lagi. Jadi tax amnesty ini adalah kesempatan yang tidak akan terulang lagi. Ini yang terakhir. Yang mau menggunakan, silakan. Yang tidak, hati-hati.


Saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Dan dengan mengucap ‘Bismillahirrahmanirrahim’, Program Pengampunan Pajak pada hari ini saya nyatakan dimulai.


Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

*****

Biro Pers, Media dan Informasi

Sekretariat Presiden