SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERESMIAN BANDARA REMBELE
BENER MERIAH, ACEH
2 MARET 2016
Â
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirabbil’alamin. Wassalatu wassalamu ‘ala ashrafil ambiyai walmursalin, sayyidina wahabibina wasyafiina wamaulana Muhammadin, wa‘alaalihi wasahbihi ajma’in. Amma ba’du.
Â
Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian,
Â
Kenapa ini saya pakai terus? Biar rasanya sampai ke dalam bahwa saya ini orang Gayo, orang Aceh. Ini kampung halaman saya yang kedua.
Â
Yang kedua, tadi saya bisik-bisik, “Ini, rumah saya dulu kok sudah hilang?†Saya tanya ke Pak Menteri, “Di mana rumah saya?†“Mohon maaf, Pak. Sudah digusur untuk perluasan Airport (Bandara) Rembele.â€
Â
Ya mestinya, kalau mau gusur rumah Presiden, itu izin. Izinnya baru pagi-pagi tadi. “Pak, rumah Bapak mohon maaf kami gusur.†Mestinya mau gusur kan sebelumnya. Saya perbolehkan atau tidak.
Â
Tapi, kalau untuk kepentingan umum yang sangat diperlukan oleh masyarakat, saya sampaikan, “Ya, silakan.†Ini untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan perorangan atau pribadi bandara ini.
Â
Yang mempersatukan kita dari Sabang sampai Merauke, yang mempersatukan kita adalah konektivitas apabila tersambung antarprovinsi, antarkabupaten, antarkota di seluruh Indonesia. Dari Rembele ini, langsung bisa terbang ke Wamena. Dari Rembele, bisa langsung terbang ke Timika. Dari Aceh, langsung bisa terbang, turun ke Raja Ampat di Papua. Itulah yang akan mempersatukan kita.
Â
Saya sampaikan kepada seluruh menteri bahwa pembangunan sekarang harus dari pinggir menuju ke tengah, bukan Jawa-sentris lagi, melainkan harus Indonesia-sentris. Titik-titik yang belum tersambungkan harus disambungkan—itulah yang namanya konektivitas—sehingga hubungannya bukan antara hubungan masalah transportasi, melainkan hubungan antara saudara dan saudara ini akan lebih dekat, tetapi juga dari sisi fungsi ekonomi bahwa adanya bandara ini akan mempercepat.
Â
Kalau dulu dari Bener Meriah, dari Aceh Tengah ke Medan itu naik bus, naik mobil 11-12 jam, dengan adanya bandara seperti ini bisa hanya 45 menit. Artinya ada kecepatan yang amat sangat, yang bisa dilakukan dalam rangka mobilitas manusia, mobilitas masyarakat.
Â
Dengan persaingan sekarang—saya perlu mengingatkan—kita sudah masuk pada persaingan, era persaingan. Era kompetisi antarnegara sudah dibuka. Tidak ada batasnya lagi yang namanya sekarang ini di bidang ekonomi, di Masyarakat Ekonomi ASEAN. Batasnya sudah tidak ada antara Indonesia dan Malaysia, dan Singapura, dan Brunei, dan Myanmar, dan Thailand, dan Laos, dan Vietnam. Tidak ada lagi. Arus orang keluar masuk juga sudah tidak ada sekatnya lagi.
Â
Artinya apa? Siapa yang cepat, mempunyai kecepatan dalam merespons sebuah pergerakan ekonomi, perubahan ekonomi, itulah yang akan memenangkan persaingan. Yang lambat pasti ditinggal, pasti akan ketinggalan. Yang lain maju. Yang lainnya bisa ditinggal karena tidak cepat merespons perubahan.
Â
Juga saya titip kepada pemda, baik pemerintah kabupaten, pemerintah kota, pemerintah provinsi: dalam kecepatan pelayanan kepada masyarakat, kepada investor, kepada investasi yang masuk, kepada arus modal, arus uang yang  masuk, segera dicepatkan. Jangan sampai ada lagi yang namanya ngurus izin-izin sampai bulan, apalagi sampai tahun. Hitungannya sekarang jam. Kalau ngurus izin, itu hitungannya jam.
Â
Di Jakarta dulu, yang namanya mengurus izin di BKPM itu bisa 1 bulan, bisa 3 bulan, bisa 6 bulan, bisa 1 tahun. Bayangkan. Siapa yang mau masuk? Investasi mana yang mau masuk dengan urusan izin yang ruwet seperti itu? Nanti masih pergi ke kementerian-kementerian.
Â
Saya sampaikan, “Ndak bisa seperti ini kalau negara kita mau maju. Tidak bisa.â€
Â
Begitu saya dilantik, saya perintah kepada seluruh menteri, kepada Kepala BKPM, “Yang namanya izin-izin kumpulkan di BKPM dalam pelayanan satu pintu, satu atap.â€
Â
Pertama-pertama sih sulit-sulit. Ada yang mau, ada yang tidak mau, ada yang masih tarik ulur karena—saya tahu—itu “kueâ€. Saya tahu di situ banyak duitnya. Saya tahu. Saya tidak usah diceritakan. Saya tahu. Lama sekali ya.
Â
Saya perintah yang kedua, sudah mulai masuk-masuk-masuk. Tapi juga sama, tanda tangannya masih juga di kementerian, masih seperti itu.
Â
Perintah yang ketiga, saya sampaikan, “Ini harus masuk dan dipercepat.†Sudah bisa selesai dalam hitungan minggu, dua minggu-tiga minggu.
Â
Saya sampaikan, “Tidak, saya tidak mau. Saya beri waktu enam bulan. Hitungannya harus jam, jam. Izin itu harus jam.â€
Â
Sekarang alhamdulillah mengurus delapan izin—delapan izin, bukan satu izin, melainkan delapan izin—hanya dalam waktu tiga jam.
Â
Ini zamannya sudah zaman IT, bukan zamannya tulis-menulis. Di daerah juga sama. Masyarakat, kalau minta izin, sudahlah ditunggu, berikan.
Â
Izin itu apa? Saya berikan contoh SIUP, TDP. Pernah melihat lembarannya yang namanya SIUP, izin SIUP (Surat Izin Usaha Perusahaan)? Apa sih? Hanya satu lembar. Di situ ada nama pemilik, nama perusahaan, alamat, modalnya berapa, usahanya apa. Hanya ada enam poin.
Â
Saya pernah coba, “Coba, dicoba.†Saya tunggu. Operator mengetik tik-tik-tik. Saya menitin, 2 menit rampung. Nama: Agus. Alamat: Jalan Sudirman. Usaha: Bakmi Goreng. Modalnya: 10 juta.
Â
Hanya nulis-nulis kayak gitu masak, mengapa sih—tik-tik-tik-tik sudah rampung, saya hitungi dua menit—kenapa sampai tiga hari? Saya tanya, “Kenapa sampai tiga hari izinnya seperti ini? Setelah dua menit, kan harusnya sudah diberikan ke pemohon?†“Pak, yang di sini cepat, Pak. Yang tanda tangan yang lama, Pak, yang di atas itu, di lantai 3.â€
Â
Aduh, tanda tangan lebih lama. Coba bayangkan. Ini sudah computerized, cepat, dua menit, tapi yang tanda tangan katanya di atas. Ya tanda tangan kan juga enggak ada 1 detik toh ya? Iya ndak?
Â
Mau kita terus-teruskan seperti itu? Ndak-lah. Setop seperti itu. Layani dengan cepat, layani dengan baik. Itu yang akan mendatangkan investasi, arus masuk uang, arus masuk modal.
Â
Di sini juga sama. Ini nanti, Bandar Udara Rembele ini menjadi percuma kalau tidak diiringi dengan tahapan-tahapan berikutnya, step-step berikutnya. Apa? Pelayanan perizinan tadi sehingga arus modal, arus uang menjadi masuk ke sini.
Â
Yang kedua, pariwisata, promosi. Baik Bupati Bener Meriah, Bupati Aceh Tengah, Gubernur, semuanya harus mulai konsentrasi promosi: bahwa di kawasan ini, di Bener Meriah, di Aceh Tengah ini, ada yang namanya Danau Laut Tawar, kanan-kirinya gunung yang sangat indah. Dipromosikan sehingga berdatangan wisatawan ke kawasan ini. Kerja sama dengan Kementerian Pariwisata.
Â
Kalau ndak, ya nanti pesawat yang datang ke sini, meskipun runway-nya sudah diperpanjang 2.260, sudah panjang—Boeing 737 sudah bisa, yang kecil sudah bisa masuk, yang 300—tapi kalau tidak ada yang datang, menjadi percuma bandar udara ini. Oleh sebab itu, semuanya harus menggerakkan, harus bergerak.
Â
Sekali lagi, ini era kompetisi, ini era persaingan antardaerah, antarkabupaten, antarkota, antarprovinsi, antarnegara. Saya ingin negara kita memenangkan persaingan itu, negara kita memenangkan kompetisi itu. Kota, kabupaten, provinsi juga memenangkan persaingan itu.
Â
Terakhir, saya minta agar bandara dimanfaatkan sebaik-baiknya. Dijalin kerja sama dengan maskapai-maskapai penerbangan agar sebanyak mungkin yang masuk ke sini, termasuk yang kargo juga, sehingga komoditas, produk-produk yang dihasilkan dari Bener Meriah, dari Aceh Tengah semuanya bisa cepat dibawa, baik ke Banda Aceh, ke Medan, mungkin juga langsung ke Singapura, ke Malaysia. Saya kira memang perdagangan sekarang ini tanpa batas.
Â
Yang kedua—tadi sudah saya sampaikan—promosi pariwisata digencarkan sehingga orang akan, wisatawan akan masuk ke kawasan ini. Kerja sama dengan pemerintah provinsi yang lain juga perlu dilakukan—yang paling dekat mungkin dengan Provinsi Sumatera Utara—sehingga paket-paket wisata itu bisa bergerak.
Â
Dan, dengan mengucap ‘Bismillahirrahmanirrahim’, saya nyatakan Bandar Udara Rembele di Bener Meriah, Aceh resmi beroperasi. Terima kasih.
Â
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
*****
Biro Pers, Media dan Informasi
Sekretariat Presiden