Sambutan Presiden RI pada Menerima Peserta Pendidikan Reguler Angkatan XLIV LEMHANNAS,11-10-2010

 
bagikan berita ke :

Senin, 11 Oktober 2010
Di baca 886 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

MENERIMA PESERTA PROGRAM PENDIDIKAN REGULER

ANGKATAN XLIV LEMHANNAS

DI ISTANA NEGARA JAKARTA

TANGGAL 11 OKTOBER 2010

 


 

Bismillahirrahmaanirrahiim,

 

Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,


Yang saya hormati,

 

Para Menteri, hadir di sini para Menteri yang berkaitan dengan topik seminar Saudara, yaitu revitalisasi industri strategis, mulai dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Menteri Perindustrian, Menteri Riset dan Teknologi, dan Menteri Badan-badan Usaha Milik Negara,

 

Panglima TNI, Kapolri, Wakil Sekretaris Kabinet,

 

Saudara Gubernur LEMHANNAS,

 

Para Widya Iswara dan Pejabat Teras Jajaran LEMHANNAS,

 

Para Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan XLIV,

 

Hadirin sekalian yang saya hormati,

 

Saya mengajak Saudara semua untuk, sekali lagi, memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Subhaana wata'ala, karena kita masih diberikan kesempatan untuk melanjutkan karya, tugas, dan pengabdian kita kepada bangsa dan negara tercinta.

 

Pada kesempatan yang baik ini, setelah saya mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan oleh Profesor Muladi, Gubernur LEMHANNAS, dan kemudian berturut-turut, rangkuman hasil seminar yang disampaikan Kolonel Dodi, dan Profesor Sylviana, saya pertama-tama ingin mengucapkan selamat kepada para peserta yang, insya Allah, sebentar lagi akan mengakhiri tugas belajar Saudara.

 

Saya juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada LEMHANNAS, yang telah menyelenggarakan pendidikan untuk Program Pendidikan Reguler Angkatan XLIV ini, khusus kepada para peserta saya mendoakan agar karir Saudara-saudara dalam penugasan dan pengabdian mendatang makin baik dan makin cerah.

 

Saya sering mengatakan bahwa pendidikan LEMHANNAS adalah pendidikan yang bersifat strategis, karena melalui pendidikan yang Saudara ikuti, para peserta diharapkan Saudara bisa meningkatkan wawasan atau outlook tentang negeri kita, tentang dunia kita, dan tentang masa depan, baik di negara ini maupun dunia tempat kita hidup.

 

Saya juga memaknai bahwa melalui pendidikan LEMHANNAS, Saudara diharapkan makin memahami sistem kita, sistem nasional yang kita jalankan bersama, juga pemahaman tentang manajemen strategis, manajemen nasional, juga pemahaman tentang leadership pada tingkat nasional maupun pada tingkat strategis. Dan, juga melalui pendidikan ini, kita harapkan Saudara mengerti bagaimana policy making, strategy development, karena pada tingkat nasional, membangun negara, menjalankan roda pemerintahan, diperlukan strategi dan kebijakan sebelum dituangkan menjadi rencana aksi dan program-program.

 

Kemudian, tentunya, melalui pendidikan yang Saudara ikuti, diharapkan Saudara lebih mengetahui isu-isu strategis, strategic issues, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. Dan bukan hanya memahami isu atau kasus-kasus itu, tetapi diharapkan Saudara dengan metodologi dan instrumen tertentu bisa menemukan solusi, the possible solutions to problems itu, apakah pada aspek pertahanan, ekonomi, sosial, dan sebagainya.

 

Saudara-saudara,

 

Kita bertekad untuk menjadikan negara kita, Indonesia, negara yang maju, yang bermartabat, dan yang sejahtera di Abad 21 ini. Abad ini akan berakhir 90 Tahun lagi, saya kira kita akan sangat merugi kalau tidak bisa melakukan sesuatu dalam waktu sembilan dasawarsa untuk menjadikan republik yang kita cintai ini, negara yang maju dan sejahtera.

 

Negara seperti itu, negara maju di Abad 21, bisa kita capai manakala bangsa ini memiliki visi dan grand strategy. Tidak mungkin bangsa sebesar ini mengarungi masa depan tanpa arah, tanpa tujuan, dan tanpa strategi raya. Setelah kita punya visi dan punya grand strategy, maka diniscayakan kita bisa menjalankan manajemen nasional dengan leadership pada tingkat strategis yang efektif.

 

Sedangkan faktor yang tidak kalah pentingnya setelah kita punya dua-dua itu, diperlukan persatuan nasional, national unity, serta kesediaan seluruh komponen bangsa untuk bekerja keras. Hanya dengan tiga modal dan tiga prasyarat itulah bangsa kita akan berubah menjadi negara yang maju di Abad 21 ini.

 

Saudara-saudara,

 

Untuk mencapai cita-cita dan tujuan itu, kita diwajibkan untuk terus membangun, meskipun sejak negara kita merdeka 1945 sampai sekarang, selalu ada proses pasang dan surut, ups and down, dalam perjalanan sejarah kita. Tetapi hakekatnya  kita tidak boleh berhenti untuk terus membangun, apalagi kita negara berkembang, yang Alhamdulillah sekarang sudah mulai masuk chapter baru sebagai emerging economies, ditandai kita telah menjadi anggota permanen dari the G-20, yang ini tentu awal dari satu perjalanan yang insya Allah lebih cerah lagi dari bangsa kita.

 

Agar pembangunan nasional itu juga berjalan dengan baik, maka diperlukan rencana, diperlukan program yang baik, kemudian dijalankan dengan benar oleh jajaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Karena pembangunan itu sendiri menggunakan sumber daya, ada kerangka waktu, ada dimensi ruang, maka tentu diperlukan manajemen, dan kepemimpinan, dan di atas segalanya diperlukan good governance.

 

Dengan good governance, pemerintah yang responsif, yang berkemampuan, yang akuntabel, yang semuanya bisa secara transparan dipertanggungjawabkan. Maka kalau good governance dan birokrasi yang responsif itu terus bisa kita tingkatkan dan hadirkan, saya punya keyakinan yang tinggi, bahwa pembangunan yang kita laksanakan berlangsung makin efektif dan berhasil lebih baik.

 

Dengan pengantar itu, dengan saya ajak Saudara melihat diri kita, melihat masa depan dan ke arah mana kita harus membangun diri, saya sesungguhnya ingin benar Saudara semua, para alumni LEMHANNAS ini, di manapun nanti Saudara bertugas, dan apapun profesinya, itu benar-benar menjadi motor penggerak dari pembangunan ini agar motor penggerak ini, the critical mass ini, bisa lebih meningkatkan keberhasilan pembangunan kita.

 

Saya tidak hanya berbicara tanpa fakta dan logika. Mari kita tengok, 11 tahun yang lalu, negara kita dalam keadaan yang amat sulit karena krisis nasional yang begitu dalam dan dahsyat menimpa negeri kita, boleh dikata ekonomi kita collapse, keadaan sosial kita terguncang, keamanan robek, kepatuhan sosial terganggu, peran internasional kita tidak nampak dan sejumlah permasalahan yang kita hadapi.

 

Alhamdulillah dengan kerja keras kita semua menghadapi masa-masa yang sangat sulit itu. Masih terbayang dalam ingatan kita 1998, 1999, 2000, dan seterusnya, negara kita selamat dari kejatuhan dan kehancuran dan secara bertahap kitapun bisa pulih dari krisis itu, dan kemudian bisa membangun kembali mencapai sasaran demi sasaran.

 

Saya ingin mengambil contoh saja, untuk memotivasi Saudara semua bahwa there is an opportunity di depan kita yang tidak boleh kita sia-siakan yaitu, dari sisi ekonomi. Lima tahun terakhir ini dengan kerja keras kita semua, pertumbuhan kita kembali di atas 6%. Kalau kemarin sempat drop sebentar ke 4,5%, karena krisis global, itu pun sudah Alhamdulillah ketika negara lain pertumbuhannya minus.

 

Ada tiga negara di G-20 yang pertumbuhannya positif, yaitu Tiongkok, India, dan Indonesia. Kita berharap ke depan pertumbuhan kita kembali di atas 6%, bahkan menuju ke 7% dan lebih. GDP kita, Gross Domestic Products, sekarang pada kisaran 7.000 triliun Rupiah atau US$ 710 billion. Oleh karena itu beberapa sumber menyebut ekonomi kita sudah masuk nomer 19 besar di dunia, dari segi GDP. Oleh karena itu kita masuk ke G-20.

 

Income per kapita yang dahulu sebelum krisis sekitar 1.200, karena krisis, drop hanya US$ 400 per kepala per tahun, berangsur-angsur naik, tahun 2004 tercatat menjadi 1.186, sekarang Alhamdulillah sekitar US$ 3.000 menurut sensus yang baru saja kita lakukan. 3.000 kali 270 juta, itulah the size, the magnitude of our economy dari GDP kita sekarang ini.

 

APBN, budget kita, sekarang sudah lebih dari 1100 triliun, dari dahulu kurang dari 500 triliun, 5 tahun yang lalu. Natural capital, natural resources, cukup besar, baik yang sedang kita olah, maupun yang belum kita daya gunakan. Human capital, demografi kita dengan structure yang kita miliki, cukup potensial dan kuat bagi penggerakan pembangunan kita.

 

Itu semua adalah potensi, means opportunity, kalau semua dikelola dan dikembangkan dengan benar. Oleh karena itu, keberadaan Saudara nanti, setelah kembali mengabdi dan bertugas di jajaran pemerintahan ataupun non-pemerintahan, di profesi manapun, saya harapkan menjadi bagian dari solusi, menjadi bagian dari penggerak pembangunan, menjadi bagian dari agents of change, menjadi bagian dari agents of development, menjadi bagian dari, insya Allah, sukses negara kita di masa depan.

 

Saudara-saudara,

 

Dengan penjelasan awal dan harapan saya seperti itu, saya sekarang akan masuk kepada apa yang tadi dipresentasikan oleh kedua peserta, Kolonel Dodi dan Profesor Sylviana. Temanya adalah revitalisasi industri stretegis. Kalau saya dengarkan, identifikasi masalah yang Saudara lakukan, lantas pemahaman tentang faktor-faktor yang menyebabkan, kemudian konstruksi solusi sampai dengan rekomendasinya, saya boleh mengatakan bahwa rangkuman atau kesimpulan seminar ini baik.

 

Kalau saya beri nilai, saya tidak ingin terlalu pelit, tetapi tidak ingin terlalu, bukan generous, generous harus ya, tidak boleh terlalu murah, nilainya 80 lah, 80 sudah masuk A, mau 100? Kalau mau 100 dengarkan yang 20% sisanya.

 

Begini. Kelaziman metodologi yang Saudara gunakan di dalam memecahkan masalah, di dalam menyimpulkan hasil seminar, di dalam seminar itu sendiri, dan ini berlaku di berbagai lembaga pendidikan, termasuk LEMHANNAS, adalah black box system. Black box system itu menuntut pikiran kita harus berangkat dari kondisi saat ini menuju kondisi yang diharapkan.

 

Kalau kondisi saat ini pasti yang kita lihat yang serba kurangnya, kurang ini, kurang ini, kurang ini, kemudian yang diharapkan serba begini, serba bagini, serba begini, baru prosesnya seperti apa, pengaruh lingkungannya, pengaruh instrumentalnya apa, tidak keliru.

 

Tetapi kecenderungannya, ketika harus menggambarkan kondisi saat ini, potretnya bias menjadi serba kurang. Padahal kalau potretnya benar, potret taman bunga, mawarnya bagus, dahlianya kurang bagus, kemudian di sebelah sana bougenville-nya daunnya bagus, tetapi flamboyannya banyak rontoknya, jadi kondisi saat ini, ketika dipotret, ada yang sudah bagus, ada yang sedang, ada yang belum bagus.

 

Tetapi kalau black box system, yang lazim dipahami, yang kurang dahulu, kurang, kurang, nanti baru kita ubah menjadi yang baik, yang baik, yang baik. Oleh karena itu, kerap saya mengatakan, di samping black box system, tolong juga digunakan SWOT analysis. Misalnya, kita ingin membikin industri strategis kita hebat, bagus, maju, 10 tahun mendatang misalnya, maka di samping black box system, sudah menjadi idiologi dari lembaga-lembaga pendidikan kita, apa strength industri kita, strength negara kita, strength pemerintah kita. Kemudian Weakness, kelemahannya apa industri kita, pemerintah kita, negara kita, resources kita, finance kita, lantas melihat dunia, melihat Indonesia, melihat pertahanan, melihat geopolitik, melihat geoekonomi. Apa sekarang yang disebut opportunity? Dan kemudian threat, kendala, masalahnya apa.

 

Kita ingin mencapai tujuan, what we know, this is our strength, our weakness, our opportunity, our threat. Dari situ baru kita bikin strategy-nya, policy-nya, actions to be taken, dan sebagainya. Kalau itu dipadukan, biasanya lebih utuh potret dan kemudian resep yang Saudara tawarkan nanti. Ada cerita, ketika tahun pertama saya menjadi Presiden, dan kemudian kita akan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, 20 tahun, menjadi Undang-Undang, dan berbarengan dengan itu, RPJMN 2005-2010, itu 5 tahun yang lalu, atau 5,5 tahun yang lalu.

 

Draft pertama di-bikin Bappenas, setelah saya baca, mungkin konseptornya lulusan LEMHANNAS semua, itu begitu kondisi saat ini, itu buruk sekali, kurang, kurang, kurang, dan meskipun Presidennya bukan saya, sebelum-sebelumnya, masa iya semua buruk begini.

 

Setelah saya panggil, jangan begitu Pak, biasanya kondisi awal itu yang kurang, kurang, kurang, baru kita ubah yang baik, baik. Iya, tetapi jangan keterlaluan, nanti marah semua sebelum-sebelum saya. Ada kok yang dicapai, ada prestasinya.

 

Objektif saja, yang kurang memang ada, nanti pun saya meninggalkan pemerintahan, yang kurang mesti ada, tetapi masa tidak ada yang dicapai, pasti ada lah.

 

Akhirnya tetap ada dokumen itu, sekarang menjadi Undang-Undang, lebih fair kita akui kekurangannya ini, kelemahannya ini, dan kemudian kita perbaiki akan seperti apa dalam bantangan waktu jangka panjang 20 years, dan dalam jangka 5 tahunan yang disebut RPJMN.

 

Saya anjurkan dalam seminar-seminar berikutnya lagi, lengkapi kedua pendekatan ini, yang Black Box System dan SWOT Analysis, tambah 5, 85. Yang kedua, tanggapan saya adalah tentang narasumber dan identifikasi masalah. Ini dimensinya luas, industri strategis, revitalisasi, bukan hanya usaha menyehatkan keuangan BUMN x misalkan, itu lebih fokus. Ini revitalisasi industri strategis, dimensinya luas, scope-nya luas. Oleh karena itu, agar lebih komprehensif, sebagai narasumber, sebagai panelis, sebagai pemasok, tentu pemerintah sendiri, dari kacamata seperti apa, dari BUMN-nya sendiri, PT. DI, PAL, PINDAD, LEN tanyakan juga industri swasta, "kadang-kadang Anda menang lho sama BUMN itu, resepnya apa? Rahasianya apa?". Dilihat juga bagaimana swasta melihat BUMN kita, baik swasta dalam negeri maupun swasta luar negeri.

 

Tanyakan customers, buyers, TNI, POLRI, pembeli-pembeli, siapa yang mengkonsumsi produk, baik barang maupun jasa, yang dihasilkan oleh industri strategis kita, BUMN kita, tanyakan. Mintakan juga para pakar, ekonom, industrialis, teknolog, dan kalau perlu parlemen kita. Saya yakin kalau sudah diajak semua untuk merembuk seperti ini, dan tentunya kalau semua dilibatkan akan lebih tajam analisisnya, akan lebih lengkap gambarnya. Sehingga, sekali lagi, apapun metodologi yang Saudara pilih, apakah SWOT Analysis ataupun Black Box System tadi, modul tadi, akan lebih tepat.

 

Tanggapan berikutnya lagi, saya suka tadi, saya happy, ketika peserta LEMHANNAS angkatan XLIV ini mengutarakan seperti apa globalisasi berdampak kepada Indonesia. Biasanya kalau cerita globalisasi, termasuk doa-doa, ya Allah globalisasi, itu masuk dalam doa sekarang ini, itu biasanya dilihat serba ancaman. Sebagian benar, tetapi remember, di samping ancaman there is an opportunity. Tadi sudah komplit tadi, ditunjukkan, ada opportunity-nya yang siap, yang berdaya saing, menang, will be the winners, yang tidak siap, yang tidak berdaya saing akan menjadi loosers, itu fair sebetulnya.

 

Saya senang seperti itu, bagaimana kita memaknai globalisasi. Kalau yang dilihat serba ancaman, maka kita hanya sibuk berjaga-jaga, nahan dari mana ini, kita lupa di sana ada opportunity, di sana juga ada. Seperti kemarin, bola PSSI lawan Uruguay, memang Uruguay itu ranking 7 dunia, dalam World Cup kemarin juara ke-4, Indonesia sekarang, sekarang, nanti beda lagi, sekarang kita ranking 131, memang beda kelasnya, jauh. Sehingga jangan salahkan PSSI, jangan salahkan pemain kita, mereka sudah berusaha sekuat tenaga, Alhamdulillah, memasukkan dahulu 1.

 

Saya begitu goal masuk satu hal langsung berdiri tepuk tangan, karena saya yakin setelah itu tidak mudah masukkan lagi, kira-kira bakal kemasukan lah gitu. Yang saya sampaikan bukan itunya. Kemarin kita berdiskusi, pelatih kita, coach kita, pada bingung ini strateginya apa, ofensif atau defensif, saya cek ternyata benar. Pertimbangannya ini, kalau sudah kebawa oleh striker dari Uruguay jebol, oleh karena itulah dibangun pertahanan sekuat mungkin. Apa yang terjadi? Tidak salah itu kalau kita kebobolan berkali-kali, kalau tidak kebobolan berkali-kali, lebih banyak lagi, sehingga striker-nya barangkali dari kita tidak terlalu banyak. Meskipun ini, tetap beda kelas kita, tetapi cara pandang seperti itu menghadapi ancaman, kita jaga-jaga.

 

Kemudian kalau Saudara ingat, itu mungkin 20 menit terakhir, itu kita sudah bertahan juga kebobolan juga itu, mulai ada striking, mulai ada tusukan-tusukan, lumayan, meskipun tidak bisa masuk tetapi ada ini-nya. Itu saya ibaratkan finding opportunity, kalau kita bertahan terus tidak akan pernah datang itu, we try, kebetulan dengan Uruguay, tetapi kalau lawannya bukan Uruguay? Nanti kita lihat tahun depan, bersama-sama ASEAN, ada pemain yang lain, tentunya harapan saya, PSSI kita juga paham SWOT Analysis, juga paham kapan saatnya bertahan kapan saatnya menyerang.

 

Kapan menghadapi ancaman, kapan saatnya kita menusuk dan merebut kemenangan. Pengandaiannya seperti itu. Jadi saya senang karena sudah jernih LEMHANNAS dalam melihat globalisasi.

 

Saudara-saudara,

 

Tadi disebut kemandirian, kemandirian ini sering diucapkan, Pilkada pun, calon Bupati, calon Walikota bicara kemandirian, di mana-mana kemandirian. Saya ingin, mari kita pahami makna kemandirian, sebab kalau keliru, seolah-olah kita say goodbye dengan dunia luar, akhirnya kita menjadi bangsa yang mengisolasi diri dalam dunia masa kini kita akan menjadi the looser, merugi dan kalah, karena sudah takut bayangan menutup diri, seperti itu.

 

Kemandirian adalah sebetulnya kalau bicara industri strategis, produk-produk industri pertahanan sebanyak mungkin kita cukupi di dalam negeri dengan produksi-produksi kita, apalagi komoditas dasar, pantang, kalau beras kita menggantungkan harus impor, basic food, itu harus kita cukupi, pakaian harus kita cukupi, bayangkan kalau kita pakaian pun menggantungkan industri negara lain.

 

Persenjataan dan peralatan dasar militer, senapan, amunisi, bahan peledak, kopel, koperlap, masa kita beli, harus kita cukupi. Wajib, kalau tidak kita belum mandiri yang begitu-begitu kok masih harus bergantung pada negara lain. Ada falsafah memang, di era globalisasi ini, Alvin Toffler pernah menulis dalam buku yang berjudul The Power Shift, Anda masih ingat ya, itu tahun 90-an itu terbit bukunya. Di situ memang ada istilahnya, kita bisa memilih buy or make. Kalau lebih baik beli, ya beli saja, kata Alvin Toffler dalam era globalisasi, dalam international trade, tetapi kalau kita rasa lebih baik buat, ya buat. Bagi saya tidak berlaku untuk komoditas-komoditas tertentu.

 

Komoditas yang memenuhi hajat hidup orang banyak yang mesti kita miliki, sebaiknya, kita adakan di dalam negeri dan tidak perlu kita menggantungkan sebab situasi di dunia bisa berubah. Ingat ketika kita diembargo, ingat ketika ada krisis pangan di dunia, ingat ketika ada gagal panen, di banyak tempat. Bayangkan kalau kita masih belum berswasembada dan belum cukup beras kita. Analogi dengan itu, demikian juga industri strategis dan industri pertahanan kita.

 

Saudara-saudara,

 

Tadi oleh kedua pemapar itu disebutkan, penyebab kurang optimalnya industri strategis, ada 5 aspek. Saya dengarkan, benar, benar semua itu, semua harus dilengkapi.

 

Begini, dari luar melihat PT. DI, PAL, PINDAD, dan lain-lain mungkin tidak dilihat kompleksitas permasalahannya. Hakikat permasalahan yang dihadapi oleh industri-industri itu. Kompleks. Setelah terkena krisis 10, 11 tahun yang lalu. Mengapa saya mengatakan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan karena kami sekarang-sekarang ini tengah mengatasi, mencari solusi membangunnya kembali agar berkembang lebih baik lagi bersama-sama BUMN.

 

Saya lihat di sini identifikasinya betul, permasalahan, kompleks, tetapi barangkali belum terbayang ada mata rantai dari kompleksitas yang dihadapi oleh industri itu. Saya berikan satu contoh saja, aspek permodalan, aspek financing. Jadi sebenarnya kalau kita tidak selalu membeli dari industri kita, tetapi membeli dari negara lain, belum tentu kualitasnya jelek, belum tentu. Tetapi mereka belum punya kesulitan untuk produksi karena modal dan financing, atau ya memang belum bisa memproduksi F-16, Sukhoi, kapal selam, belum. Oleh karena itu, kita terpaksa beli dengan catatan-catatan tertentu.

 

Saya kembali pada aspek permodalan tadi. Seberapa jauh, seberapa banyak pemerintah, the government, must bail out atas permasalahan finasial mereka, sebagai, misalkan, penyertaan modal yang tiap tahun saya teken, manakala ada kesulitan finasial di BUMN-BUMN kita, yang itupun harus dibicarakan dengan DPR.

 

Ada proses politik to bail out kesulitan mereka, berapa banyak bisa kita jog, apa jaminannya setelah kita jog finansial itu masalah bisa selesai, dan sebagainya. Dengan financial itu, modal itu juga berkaitan dengan produktivitas dan daya saing, berkaitan pula dengan pemasaran, dan penjualannya. Pendek kata ada sejumlah complexities yang wajib kita ketahui dengan demikian resepnya benar, solusinya benar, tetapi begitu kita menggunakan untuk mengatasi masalah itu, ternyata memang tidak semudah yang kita bayangkan. Tetapi kita terus mengatasi masalah itu, dan saya ceritakan nanti, insya Allah, prospeknya baik.

 

Saudara-saudara,

 

Masih merupakan respon saya. Hati-hati menggunakan istilah affirmative actions. Affirmative actions itu sebetulnya positive discriminations, yang betul kan jangan ada diskriminasi lah, kan begitu, tetapi ketika diskriminasi diperlukan untuk tujuan yang baik, itu namanya positive discriminations atau affirmative actions, di banyak negara dijalankan. Biasanya itu berkitan dengan kaum minoritas, kaum indigenous, proteksi, kesehatan , pendidikan, mereka yang termarjinalkan, dan sebagainya, begitu konteksnya. Tidak berkaitan dengan melindungi industri ini, supaya mereka terus tumbuh.

 

Ada kaitannya juga dengan the new deal. Malaysia pernah New Economic Policy, zaman Pak Mahathir untuk menata satu konfigurasi yang bagus antara ekonomi bumiputera dengan yang tidak, dan mengalir dan berjalan dengan baik, harus fair but a great depression ada the new deal, kita pun sekarang program pro-rakyat setelah krisis 10 tahun yang lalu, itu new deal, affirmative actions tadi kaum miskin supaya lebih adil, biasanya digunakan seperti itu dan tidak berkonotasi dengan protectionism.

 

Ada inpres tentang Papua yang saya terbitkan, inpres No. 5 Tahun 2007, saya izinkan beberapa putra daerah Papua tidak harus sama kriterianya, bisa menduduki posisi-posisi di sana karena diperlukan, itu namanya affirmative actions, contoh yang seperti itu.

 

Saya juga mengajak hati-hati memaknai privatisasi. Saya sendiri sebagai Presiden sangat selektif untuk mengizinkan atau memberikan blessing bagi sebuah privatisasi. Privatisasi itu ada pro dan kontranya, ada yang pro-privatisasi, ada yang anti-privatisasi. Privatisasi itu macam-macam, ada yang menjual saham kepada publik, ada asetnya dijual sekaligus ke swasta, swastanya bisa swasta asing, atau paduan atau macam-macam bentuknya.

 

Privatisasi di dalam negeri, saham bisa dimiliki oleh publik, manajemen menjadi bagus, lebih transparan, tidak ada korupsinya, pemerintah tidak terlalu membebani yang berlebihan, membawa benefit bagi rakyat untuk case-case tertentu, tetapi privatisasi yang tidak tepat, ya malah petaka. Dan saya sendiri berpendapat privatisasi industri yang berkaitan dengan national security dan berkaitan dengan vital national interest, kepentingan nasional yang sangat vital, keamanan nasional, mestiya dicegah, tidak boleh terjadi, ini kalau saya.

 

Oleh karena itu, ini policy dan pilihan saya seperti itu, tetapi privatisasi yang tadi, membuka swasta to be part of this progress, permodalan, saham, segala macam, dalam ukuran tertentu kita lihat seperti apa. Tetapi kalau sudah jatuh ke tangan asing, industri yang sangat vital, sensitive, security-nya tinggi, mestinya harus kita cegah. Alhamdulillah tidak terjadi pada periode ini, privatisasi yang tidak semestinya terjadi di negara kita. Pasti yang Saudara maksud yang itu, bukan privatisasi yang membawa keuntungan bagi BUMN.

 

BUMN tidak boleh manja, saya tidak suka BUMN manja, mengapa? BUMN itu juga harus bersaing dengan swasta, dengan BUMN negara lain. Dia harus profitable, dia harus memberikan deviden, dia harus membayar pajak, begitu. Tetapi memang, BUMN juga punya fungsi public service obligation, pelayanan publik. BUMN juga punya tugas untuk perintisan dunia usaha. Swasta tidak mau, BUMN, karena untuk rakyat kita. Dalam konteks itu memang pemerintah tentu memberikan sesuatu quote-unquote apakah keberpihakan, apakah policy tertentu, insentif tertentu, dalam konteks itu. Tetapi selebihnya harus kompetitif.

 

Kalau BUMN-nya manja bagaimana mau tumbuh, kalah terbabat sama yang lain. Saya ingin juga bagus, good corporate governance bagus, business structure-nya bagus, inovatif, untung, jangan merugi terus, dan seterusnya. Demikian industri strategis, demikian juga PT. PAL, PT. DI, Pindad, dan lain-lain.

 

Saudara-saudara,

 

Rekomendasi Saudara tadi ada beberapa, bagus rekomendasinya, senang saya, dan sebagian sudah dilaksanakan pemerintah, seperti multi-years budgeting, sudah, kemitraan dengan negara sahabat, saya ceritakan nanti, sudah. Keterpaduan lintas kementerian, sudah, ada Keuangan, ada Kementerian Pertahanan, BUMN sendiri, ada Ristek, grand design kita susun, kecuali energy nuklir.

 

Nuklir ini masuk dalam Peraturan Pemerintah yang saya teken, yaitu energy mixed, bauran energi, 2030-2050, seusai dengan menghadapi climate change, sesuai dengan kebutuhan 237 juta manusia dan akan terus bertambah. Energi tidak cukup hanya yang itu-itu saja. Apalagi kita harus tidak boleh tergantung pada energi fosil, harus energi terbarukan, salah satu diantaranya, nuklir. Tetapi harus sangat masak pertimbangan kita, daerah yang akan kita bangun harus diterima oleh masyarakat lokal. Secara geologi tepat, tidak rawan bencana, tidak rawan gempa, kemudian aspek-aspek lain yang harus kita hitung.

 

Tetapi, di masa depan, kalau bangsa kita cocok, semuanya cocok, financing-nya ok, teknologinya ok, itu tidak ditabukan. Dan itu memang masuk menjadi bauran energi, tetapi kalau yang di Jawa Tengah, yang di Muria, memang sementara saya hentikan, sebab belum ketemu hitung-hitungannya. Tetapi keep in our mind bahwa nuclear energy itu juga solusi.

 

Oleh karena itu kita harus jernih, jangan dipolitikkan, musim pemilu langsung nanti nuklir, padahal untuk pemilu. Jernih saja, untuk bangsa dan negara, sesuatu yang bermakna untuk kita semua. Kecuali nuklir, yang lain sesungguhnya sudah kita lakukan.

 

Kemudian, tadi dikatakan revitalisasi industri tidak menjadi prioritas, sebetuknya menjadi prioritas. Kalau LEMHANNAS tahu, program 100 hari kami, revitalisasi industri pertahanan, industri strategis masuk di situ, lantas ada Keppres No. 42 tahun 2010, yang sudah saya terbitkan tentang Komite Kebijakan Industri Pertahanan.

 

Ada Perpres Nomor 4 Tahun 2010, tentang percepatan pembangunan tenaga listrik 10.000 megawatt tahap ke-2, klop dengan yang diinginkan LEMHANNAS agar industri itu dipasok oleh listrik yang cukup. Insya Allah, pas dengan yang disarankan LEMHANNAS.

 

Saudara-saudara,

 

Bagian akhir dari sambutan dan pembekalan saya adalah saya ingin meng­-update saja, rencana kita untuk membangun kekuatan dan memodernisasi alutsista. Sebagian Saudara mendengarkan amanat saya kemarin pada Hari TNI 5 Oktober 2010. Kita ingin 5 tahun mendatang dan masih harus dilanjutkan 5 tahun berikutnya oleh pemerintahan yang akan datang, untuk membangun kekuatan dan memodernisasi alutsista kita secara signifikan, kami sudah hitung semuanya.

 

Contoh, Angkatan Udara, Sukhoi harus 1 skuadron. F-16 insya Allah sedang kita tingkatkan, mudah-mudahan nanti pada akhirnya bisa mencapai 2 skuadron. C130, harus cukup, Helikopter harus cukup, pengganti OV-10, harus diadakan. TNI AL Corvette, perbanyak. Kapal selam insya Allahjoint production bisa kita lakukan. Helikopter, kapal patroli cepat, tengah kita bangun dengan juga industri dalam negeri. TNI Angkatan Darat, kendaraan taktis, kendaraan tempur, senapan serbu, pertahanan udara, artileri, akan terus kita lakukan modernisasi. dengan


Kemarin, saya panggil Pimpinan TNI, Panglima TNI, KSAD, KSAL, KSAU, Wakil Menteri Pertahanan. Menhan sedang ada di Hanoi. Beliau sedang menghadiri pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN, ditambah dengan rencananya mitra ASEAN, Amerika, Rusia, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, India, Australia dan Selandia Baru.


Minggu depan saya akan berangkat ke sana untuk menghadiri ASEAN Summit dan East Asia Summit. East Asia Summit akan tambah 2 anggota lagi, yaitu Amerika Serikat dan Rusia, menjadi bagian dari kita, nantinya. Tahun depan kita akan menjadi chairman dari ASEAN and dari East Asia Summit.

 
Kembali kepada cerita saya kemarin, kita sudah agendakan secara lebih konkrit untuk 5 tahun mendatang. Sebagai contoh, PAL program Corvette nasional akan dijalankan. Kemudian, kalau cocok semuanya, kapal selam yang akan kita tambah. Itu harus dengan metode joint production. Sebagian dilaksanakan dengan mitra kita, sebagian dilaksanakan di Indonesia, di PT PAL nantinya. PT DI, helikopter serbu dan Bell 412 kita sudah punya kemampuan dapat license kita, dan insya Allah akan kita lanjutkan pembangunannya, baik untuk kepentingan military maupun untuk penanggulangan bencana dan juga Basarnas, produksi PT DI.


PINDAD sudah bisa memproduksi panser, sudah battle-tested di Libanon, sudah kita kirim. Kemudian kita akan maju lagi joint production dengan negara sahabat untuk mulai kita pasang kanonya. Meskipun tank belum bisa kita hasilkan. Tapi teknologi kita terus bergerak maju.

 

Dan jangan dikira produksi dalam negeri itu tidak juga dibeli luar negeri. CN-235, Malaysia saudara kita, beli, Korea Selatan, sahabat kita, beli, langsung Pakistan, beli, dan beberapa. Jadi bukan hanya dijual di dalam negeri, di jual di luar negeri.

 

Oleh karena itu, revitalisasi yang Saudara pikirkan, benar. Permodalan akan kita pikirkan. Dengan demikian, kalau bangkit kembali industri kita, berjaya di dalam negeri, insya Allah juga menjadi pemasok dari produk industri strategis untuk Negara-negara Sahabat. Oleh karena itu, ya mari kita, bahasa Jawanya cancut taliwondo, bersama-sama membangun ini, menyukseskan ini, jangan ganggu, jangan ngerecokin, justru bantu. Dengan demikian, makin banyak yang kita lakukan.

Itulah Saudara-saudara,

 

Sekali lagi, selamat, seminarnya bagus. Saya ucapkan selamat, terima kasih, dan penghargaan. Dan semoga masa depan LEMHANNAS, masa depan Saudara, semakin cerah.

 

Sekian,

 

Wassalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh