Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Silaturahmi Nasional Pewaris Kerajaan Nusantara, 07-8-09
Â
SAMBUTAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA ACARA
PEMBUKAAN SILATURAHMI NASIONAL
PEWARIS KERAJAAN DAN KESULTANAN NUSANTARA
PADA TANGGAL 7 AGUSTUS 2009
DI ISTANA MERDEKA
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua,Â
Yang saya hormati Saudara Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu,
Yang saya hormati dan saya muliakan para Raja, para Sultan, dan segenap penerus dan pewaris Kerajaan dan Kesultanan Nusantara,
Hadirin sekalian yang saya hormati,
Pada kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini, saya mengajak hadirin sekalian untuk sekali lagi memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, karena kepada kita semua masih diberikan kesempatan, kekuatan, dan kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, bakti kita, karya kita serta tugas dan pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa, dan negara tercinta.
Kita juga patut bersyukur ke hadirat Yang Maha Kuasa karena pada hari ini dapat bersama-sama menghadiri Pembukaan Silaturahmi Nasional Pewaris Kerajaan dan Kesultanan Nusantara. Kita memohon kepada Allah SWT agar silaturahim yang akan dimulai hari ini bisa menghasilkan sesuatu yang membawa kebaikan bagi Bapak, Ibu, Saudara, para penerus dan pewaris Kerajaan dan Kesultanan Nusantara, dan juga bagi masyarakat, bangsa, dan negara kita semua.
Hadirin yang saya muliakan,
Ketika saya mendapatkan penjelasan tentang prakarsa untuk menyelenggarakan silaturahim nasional ini, dan setelah saya memahami maksud, tujuan, dan sasaran dari silaturahim ini, saya menyambut baik dan saya menyampaikan pada waktu itu, semoga kerajaan, kesultanan, dan apa pun namanya yang sederajat, yang di waktu yang lalu memiliki masa kejayaan, yang ikut membangun peradaban bangsa yang sama-sama kita cintai, masa kini dan masa depan tetap berperan, meskipun perannya berubah dan berbeda, tapi membawa maslahat dan membawa manfaat bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Saya berharap seperti itulah peran dan kontribusi yang Bapak, Ibu, Saudara-Saudara dapat lakukan kepada bangsa dan negara kita. Saya tentu ikut mengucapkan selamat datang di Jakarta dan selamat melaksanakan silaturahmi nasional. Bagi yang jarang atau barangkali baru pertama kali hadir di Istana Merdeka ini, perlu saya sampaikan bahwa di kompleks istana Jakarta ini ada dua istana, tempat dimana kita berada ini adalah Istana Merdeka, sedangkan di belakang tempat kita ini adalah Istana Negara. Istana Negara, yang di belakang, dibangun lebih dahulu, yaitu pada tahun 1796. Jadi pada abad ke-18. Kurang lebih 80 tahun kemudian, baru dibangun Istana Merdeka ini.
Bapak, Ibu tadi waktu memasuki kompleks istana melihat persiapan di halaman depan yang menuju ke arah Monas, yaitu persiapan untuk memperingati Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan yang setiap tanggal 17 Agustus kita laksanakan. Istana Merdeka ini juga amat sering kita gunakan untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kenegaraan dan kepemerintahan. Ketika saya menerima tamu-tamu negara, apakah Presiden, Perdana Menteri, Raja, Kaisar, Emir, dan sebagainya, kita upacarakan di Istana Merdeka ini. Kemudian, ada pertemuan biasanya, courtesy call di ruang Jepara, sebelah kiri saya ini, dan kemudian ada pertemuan bilateral untuk terus memajukan kerja sama atau persahabatan di antara Indonesia dan negara sahabat itu. Dan kemudian, lazimnya ada yang namanya state gather, state banquet yang dilaksanakan di Istana Negara dan di situ kami selalu mempertunjukkan tarian, kesenian, nyanyian dari seluruh wilayah Indonesia, berganti-ganti.
Saya kira budaya, kesenian, tarian, nyanyian yang berasal dari pusat-pusat kerajaan yang Bapak, Ibu warisi sekarang ini kerap tampil di Istana Negara untuk kita pertunjukkan kepada tamu-tamu negara kita. Di sebelah kanan saya ini, tersimpan bendera pusaka. Di situ ada relief ketika Proklamasi dibacakan, ada relief ketika ibu Fatmawati menjahit bendera Sang Saka Merah Putih, dan sejumlah dokumentasi penting lainnya. Di tempat ini dulu, Presiden pertama kita, Bung Karno, tinggal di Istana Merdeka. Kemudian, Presiden kedua, Pak Harto, tidak tinggal di istana. Presiden ketiga, Pak Habibi, tidak tinggal di istana. Presiden keempat, Presiden Abdurrahman Wahid, tinggal di Istana Merdeka ini, kemudian, Presiden kelima, Ibu Megawati Soekarno Putri, beliau tidak tinggal di istana. Saya tahun pertama tinggal di Istana Merdeka ini, kemudian empat tahun berikutnya tinggal di Istana Negara. Dan tempat ini terus kita pelihara, Bapak, Ibu karena ini merupakan warisan sejarah yang tidak ternilai harganya. Saya berharap kiranya pusat-pusat kerajaan, kesultanan, kesunanan yang masih ada warisan dan peninggalannya, juga bisa dipelihara dengan baik sehingga bisa menjadi bagian dari perjalanan sejarah dan peradaban bangsa Indonesia.
Hadirin yang saya hormati,
Kita pun sudah tahu bahwa sejak tanggal 17 Agustus 1945 dan ketika negara kita memiliki konstitusi atau UUD 1945 yang sesungguhnya, dengan empat kali amandemen sekarang kita anut dan berlaku hingga sekarang ini, Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Kemudian, sistem pemerintahan terdiri dari pemerintah pusat atau pemerintah nasional, dan pemerintah daerah. Meskipun bangun ketatanegaraan dan sistem pemerintahan seperti itu, tetapi para penerus, para pewaris kerajaan dan kesultanan tidak berarti tidak memiliki peran dan kontribusi untuk pembangunan bangsa, untuk kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat, baik masa kini dan masa depan.
Yang saya maksudkan adalah bangsa kita memiliki keluhuran, keunggulan, kekhasan dari segi sejarah, dari segi peradaban, dan dari segi kebudayaan. Ini sesuatu yang tidak pernah tergantikan dan yang membedakan antara bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Oleh karena itu, menjadi kewajiban kita semua, menjadi tugas sejarah kita semua untuk terus melestarikan dan mengembangkan semua yang telah kita miliki dalam konteks itu, saya sungguh berharap para Pewaris dan Penerus Kerajaan dan Kesultanan, pertama-tama dapat secara aktif ikut melestarikan budaya bangsa. Budaya dalam arti luas, antara lain termasuk adat istiadat dan tradisi yang saya tahu sangat kaya di negeri tercinta ini. Itu yang pertama. Yang kedua saya juga sungguh berharap Bapak, Ibu dan Saudara-saudara sekalian, secara aktif pula, ikut melestarikan dan mengembangkan peradaban kita, our civilization. Peradaban tercermin dari nilai-nilai yang luhur. Kearifan lokal, jati diri atau identity, dan banyak hal yang justru menunjukkan kebesaran, keunggulan, dan kelebihan sebuah bangsa, tentu dalam hal ini bangsa Indonesia yang sama-sama kita cintai. Yang ketiga, ini juga merupakan tugas sejarah, kewajiban kita semua, termasuk Bapak, Ibu para pewaris dan penerus kerajaan dan kesultanan untuk ikut mengembangkan ekonomi berbasis budaya dan warisan, culture based economy, heritage based economy, ekonomi kreatif berbasis budaya dan berbasis peradaban.
Sudah hampir empat tahun ini, saya, para menteri, dan banyak pihak, dengan gigih terus mengembangkan ekonomi kreatif, salah satu keunggulan kita, termasuk ekonomi kreatif berbasis budaya, sejarah, dan warisan atau heritage. Kita mengenal, secara konvensional, ekonomi pada prinsipnya dibagi tiga; satu pertanian, kedua industri, dan yang ketiga adalah jasa, services economy. Tetapi dalam perkembangannya sekarang ini, Indonesia memiliki potensi yang sangat tinggi adalah yang saya katakan ekonomi kreatif, yang diantaranya disumbang oleh ekonomi berbasiskan budaya dan warisan. Ketiga tugas kewajiban itu kalau dapat kita laksanakan dengan sungguh-sungguh, dan saya sangat berharap kontribusi dan partisipasi dari Bapak, Ibu sekalian, tentu hasilnya akan sangat baik. Terutama yang berkaitan dengan ekonomi. Kalau ekonomi terus bisa kita kembangkan, termasuk wisata sejarah, wisata warisan, wisata budaya, dan saya tahu sangat bisa kita kembangkan di seluruh Indonesia, maka pengembangan ekonomi seperti itu akan mempercepat pengembangan ekonomi daerah, akan memberikan lapangan pekerjaan lebih luas lagi, akan menjadi sumber baru perekonomian daerah di luar pertanian, perindustrian, dan jasa, sebagaimana yang saya sampaikan tadi.
Bapak, Ibu, hadirin yang saya hormati,
Tahun 2005, ingat saya, 2005 atau 2006, ketika saya berkunjung ke Kamboja, saya memiliki inisiatif atau prakarsa, mengapa sesama negara ASEAN, kita tidak membangun satu kerja sama di bidang wisata yang berbasiskan jejak-jejak sejarah dan jejak-jejak peradaban. Kami prakarsai untuk ada satu kerja sama regional, kerja sama ASEAN yang saya sebut dengan trail of civilization, jejak-jejak peradaban. Saudara Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, dengan cekatan membangun kerja sama dengan menteri-menteri kepariwisataan atau kebudayaan di negara ASEAN, dan sudah tiga tahun ini kita selenggarakan kegiatan bersama yang berjudul trail of civilization tadi, yang sering kita laksanakan pagelaran itu di pelataran Candi Borobudur, karena trail of civilization yang dimaksud adalah jejak-jejak pada peradaban Budha waktu itu.
Saya yakin di bumi Nusantara ini bisa kita bangun trail of civilization yang berkaitan dengan peradaban Hindu, peradaban Budha, Peradaban Islam, dan peradaban-peradaban yang lain, yang itu kalau bisa kita ciptakan secara baik maka akan menjadi unggulan baru dalam dunia kepariwisataan. Saya hanya memberi contoh, betapa kecerdasan kita, kepiawaian kita untuk mengembangkan ekonomi kreatif berbasis budaya, warisan, dan sejarah tadi amat banyak ragamnya. Dengan demikian, sebagaimana yang saya sampaikan tadi, Bapak, Ibu, Saudara dengan semua peninggalan sejarah dan heritage-nya itu betul-betul, bukan hanya kita banggakan bersama karena pernah jaya di waktu yang lalu tapi bisa kita sumbangkan kepada semua, termasuk generasi yang sekarang, anak cucu kita, di dunia pendidikan, dunia kebudayaan, termasuk ekonomi yang berbasiskan budaya tadi.
Hadirin yang saya hormati,
Berkaitan dengan apa yang disampaikan tadi, baik sambutan Pimpinan Silaturahmi Nasional maupun pernyataan sikap tadi yang disampaikan, ada dua hal yang perlu saya respons dan saya garis wabahi. Yang pertama adalah tentang komitmen, tekad, semangat untuk bersama-sama menciptakan suasana yang aman, rukun, dan damai di negeri kita. Ini sungguh saya hargai. Karena keamanan, kerukunan atau harmoni, dan kedamaian itu landasan dari segalanya. Tidak ada artinya sebuah negara memiliki ekonomi yang maju, teknologi yang maju, politik yang maju, demokrasi yang maju, semua bidang-bidang kehidupan tapi negerinya tidak aman, tidak damai, masyarakatnya tidak rukun satu sama lain. Oleh karena itu, bagaimana pun saya sangat setuju dan saya justru menyambut dengan baik tekad dari Bapak, Ibu sekalian untuk bersama-sama, baik dengan Pemerintah maupun komponen bangsa yang lain, untuk betul-betul memelihara dan menjaga keamanan, kedamaian, kerukunan di negeri tercinta ini.
Saudara-saudara,
Aksi-aksi kejahatan, kekerasan, termasuk terorisme, jelas, itu penyimpangan dari ajaran agama, agama mana pun. Jelas bertentangan dengan nilai-nilai peradaban yang luhur. Salah satu ciri dari civilization atau peradaban adalah anti kekerasan. Oleh karena itu, kelompok atau komunitas atau bahkan masyarakat dulunya yang sangat menyenangi kekerasan disebut tidak beradab, uncivilized, dulunya begitu. Yang beradab itulah menyelesaikan setiap masalah secara damai, menyelesaiakan perbedaan secara baik-baik. Itulah ciri-ciri masyarakat atau komunitas yang civilized atau beradab. Oleh karena itu, saya sungguh menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada Saudara semua yang memiliki kepedulian dan perhatian serta komitmen yang amat tinggi untuk mengajak semua anak bangsa di negeri ini menjaga keamanan, ketenteraman, kerukunan, dan kedamaian yang sejati.
Saudara-saudara,
Kita sendiri yang harus menyelamatkan bangsa dan negara kita. Kita sendiri yang berkewajiban untuk menjaga ketentraman, kedamaian, dan kerukunan di antara kita semua. Bangsa Indonesia memang bangsa yang majemuk. Majemuk dari segi agama, suku, etnis, bahasa, daerah, dan banyak lagi identitas yang berbeda-beda satu sama lain. Tetapi, kemajemukan ini tidak boleh menghalang-halangi untuk kita bisa sungguh bersatu, kita bisa hidup rukun dan mengembangkan suasana yang penuh dengan kedamaian. Yang kedua, adalah tadi disampaikan harapan agar kita bisa membangun semacam museum atau galeri nasional yang bisa dibangun di situ peninggalan atau jejak-jejak kerajaan, kesultanan, apa pun namanya di Nusantara ini. Saya meminta kepada Saudara Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Menteri Pendidikan Nasional, dan menteri-menteri terkait di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, ajak bicara para ahli sejarah, para budayawan, para penerus dan pewaris kerajaan, kesultanan untuk memikirkan seperti apa galeri nasional atau museum yang hendak kita wujudkan itu.
Coba diperiksa, barangkali di Taman Mini Indonesia Indah masih ada tempat yang cukup luas barangkali karena memerlukan ruang atau pelataran yang luas sehingga dalam harapan saya, pelajar kita, mahasiswa kita, wisatawan kita, tamu-tamu dari negara sahabat bisa berkunjung ke situ, masuk dari yang awal sampai yang terakhir, itu mengikut kepada jejak sejarah dan peradaban, mulai barangkali abad pertama, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Barangkali kerajaan Kutai akan lebih awal karena abad kedua, ketiga sudah ada. Banten, barangkali. Kemudian, berikutnya lagi mungkin Majapahit, Sriwijaya, dan yang singkat barangkali setelah itu muncul Mataram, Gowa, dan lain-lain yang memang sesuai dengan aliran jejak sejarah dan peradaban kita. Saya kira akan luar biasa kalau bisa kita ciptakan seperti itu dan saya persilakan untuk dipikirkan nanti bersama-sama, jangan terlalu lama, kalau bisa dalam waktu enam bulan begitu sudah, enam bulan sudah bisa diajukan seperti apa.
Dalam praktiknya tidak mudah nanti. Pasti pendapatnya berbeda-beda. Oleh karena itu, pikirkan yang baik, dengan demikian, nanti kalau sekali kita membangun itu betul-betul menjadi satu landmark kita, menjadi satu galery atau museum yang menjadi kebanggaan kita karena di situ lah bangsa Indonesia memiliki peradaban, memiliki sejarah dan kebudayaan yang sungguh unggul, yang tidak kalah dengan bangsa-bangsa yang lain.
Bapak, Ibu, hadirin sekalian yang saya muliakan,
Sebentar lagi kita akan memperingati Detik-detik Proklamasi 17 Agustus 1945, pertama kali dikumandangkan. Saya mengajak Bapak, Ibu, hadirin sekalian sebagaimana ajakan saya kepada seluruh rakyat Indonesia, marilah peringatan hari kemerdekaan ini kita peringati secara semarak, secara meriah dan betul-betul menjadi hari yang kita banggakan bersama. Sudah setahun ini saya lihat negeri kita penuh dengan bendera yang warna-warni, bendera-bendera politik yang berbeda-beda, baliho berbeda-beda, spanduk berbeda-beda. Saatnya sudah tiba, mari kita lebih meriahkan dengan warna merah putih yang berkibar di seluruh Indonesia. Ada kalanya kita berkompetisi, ada kalanya kita bersatu kembali. Saatnya kita bersatu kembali untuk kemudian bangkit, membangun negeri kita dan maju ke arah yang lebih baik lagi. Saya mohon para Pewaris dan Penerus Kerajaan, Kesultanan mengajak masyarakat sekitar sebagaimana ajakan saya pada para gubernur, bupati, dan walikota untuk betul-betul, mari kita meriahkan perayaan 17 Agustus kali ini lebih semarak lagi mengingat sekali lagi selama satu tahun barangkali ada jarak di antara kita karena perbedaan partai politik, perbedaan dalam Pemilihan Umum dan sebagainya. Meskipun, saya sungguh berterima kasih pada rakyat Indonesia, saya sungguh berhormat karena selama setahun kita melaksanakan Pemilu ini, suasananya tenang, aman, dan damai. Tidak ada benturan, tidak ada insiden, tidak ada kekerasan apa pun. Ini tradisi yang baik, ini nilai yang baik dan ini menunjukkan peradaban yang baik pula. Politik pun punya peradaban. Oleh karena itu, mari kita terus mantapkan demokrasi di negeri ini, politik di negeri ini sebagaimana kita terus memantapkan dan membangun peradaban bangsa yang mulia dan unggul di masa depan. Jadi, saatnya pula saya, di sini ada Ketua Panitia, Pak Hatta Rajasa, anjurkan pula Pak Hatta, atraksi-atraksi, permainan-permainan, lomba-lomba yang barangkali sudah lama tidak muncul, seperti contohnya panjat pinang, banyak sekali yang bisa dilakukan oleh anak bangsa di seluruh Indonesia, di kabupaten, di kota, di mana pun, supaya kita segera bersatu kembali, kita makin bersemangat untuk membangun negeri kita. Dengan cara itulah, saya kira kita akan menjadi bangsa yang besar, bangsa yang berjiwa besar maksud saya, dan selalu berpikir optimis, selalu melihat sesuatu secara positif, dan kemudian punya cita-cita yang baik untuk masa depan yang lebih baik pula.
Demikianlah sambutan saya dan tadi saran-saran kepada Pemerintah, silakan para Menteri mempelajarinya nanti dan kemudian berikan respons yang semestinya, sesuai dengan harapan para penerus dan pewaris kerajaan dan kesultanan ini.
Bapak, Ibu, Hadirin sekalian,
Saya ucapkan selamat kembali ke tempat masing-masing setelah silaturahim nanti dan insya Allah kita bisa bertemu lagi nanti di waktu yang akan datang. Mudah-mudahan kalau saya berkunjung ke daerah bisa bertemu lagi dengan Bapak, Ibu sekalian karena bagaimana pun mari kita pelihara silaturahim diantara kita semua. Demikian nilai-nilai luhur peradaban kita.
Dengan pesan, harapan, dan ajakan itu, dan dengan terlebih dahulu memohon ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, dan dengan mengucapkan bismillaahirrahmaanirrahiim, Silaturahmi Nasional Raja dan Sultan Nusantara dengan resmi saya nyatakan dibuka.
Sekian.
Wassalamu alaikum Warahmatullahi wabarakatuh.
Biro Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,
Sekretariat Negara RI