Sambutan Presiden RI pada Penganugerahan Penghargaan Ketahanan Pangan, Jakarta, 6 Desember 2011
SAMBUTAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PADA
PENGANUGERAHAN PENGHARGAAN KETAHANAN PANGAN
DI ISTANA NEGARA, JAKARTA
TANGGAL 6 DESEMBER 2011
Â
Â
Â
Â
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi
wabarakaatuh,
Salam sejahtera untuk kita semua,
Yang saya
hormati, para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II,
Yang saya
hormati, para Gubernur, para Bupati, para Wali Kota, dan para Kepala Desa,
Yang saya
hormati, para anggota Dewan Pangan Nasional dan Dewan Pangan Daerah,
Yang saya
cintai, para pelaku, para penggiat, dan para pelaku usaha di sektor pertanian,
Hadirin sekalian yang saya muliakan,
Â
Alhamdulillah, hari ini kita kembali mengikuti acara yang sangat penting, yaitu pemberian tanda penghargaan oleh negara, kepada yang berprestasi untuk meningkatkan ketahanan pangan. Tentu kita juga bersyukur, kita semua masih diberikan kesempatan oleh Yang Maha Kuasa, untuk terus meningkatkan kesejahteraan rakyat kita, melalui peningkatan ketahanan pangan di seluruh tanah air.
Â
Atas nama negara dan pemerintah dan selaku pribadi, saya ingin mengucapkan, dengan tulus dan penuh rasa syukur, ucapan selamat, terima kasih, dan penghargaan kepada semua yang mendapatkan tanda penghargaan dari negara. Kita berharap, prestasi Bapak-Ibu, Saudara-saudara sekalian, bukan hanya dapat dipertahankan, tetapi juga terus ditingkatkan.
Â
Saudara-saudara,
Â
Tadi pagi, saya mengikuti berita pada tingkat dunia, melalui sejumlah televisi internasional. Yang menarik perhatian saya, barangkali sebagian kalau juga menyimak, itu ada dua hal, yaitu situasi di Afrika yang berkaitan dengan pangan dan ketahanan pangan di sejumlah negara di Afrika. Kemudian, yang kedua adalah situasi energi, khususnya minyak pada tingkat global, pada tingkat dunia.
Â
Mengapa saya angkat kedua isu atau kedua hal itu? Mengingat sangat relevannya dengan permasalahan yang juga dihadapi di negeri kita, di Indonesia. Apa yang menjadi isu atau masalah, baik pangan maupun energi, dewasa ini? Saya ingin berbagi pengetahuan, apa yang terjadi di Afrika, yang saya saksikan tadi pagi itu.
Â
Di sana, sejumlah negara, sejumlah daerah mengalami kekeringan yang luar biasa, menghadapi hama, dan juga aspek-aspek lain dari perubahan iklim, yang ternyata sangat mengganggu pola pertanian dan produksi hasil-hasil pertanian di sejumlah negara di kawasan itu. Belum, kalau kita memahami situasi di Afrika. Di sana, di banyak negara juga masih ada peperangan, termasuk perang saudara, termasuk krisis politik dan keamanan, yang makin memperburuk suasana yang ada. Yang dihadapi di sana bukan hanya ketahanan pangan rendah, tetapi juga ada sejumlah krisis pangan. Tetapi, soal pangan ini bukan hanya khas Afrika, tetapi juga dunia.
Â
Saudara tahu bahwa tahun ini, penduduk dunia telah mencapai 7 miliar. Saya sering mengatakan, tahun 2045, diperkirakan akan mencapai 9 miliar, yang itu artinya diperlukan tambahan produksi pangan sedunia sebanyak 70 persen, sesuatu yang tentunya tidak mudah. Kebutuhan atau keperluan pangan meningkat di seluruh dunia, tetapi produksi pangan, itu sering diganggu karena faktor iklim yang ekstrim, yang itu semua konon disebabkan oleh pemanasan global dan perubahan iklim.
Â
Disamping itu, di banyak negara, golongan menengah, itu juga meningkat, utamanya di negara berkembang dan negara yang disebut dengan emerging economic, seperti Tiongkok, India, dan diam-diam di negara kita pun, oleh sejumlah organisasi internasional, dinilai ada peningkatan golongan menengah, yang itu mengkonsumsi pangan dan energi yang makin tinggi. Itu cerita tentang pangan. Bermula dari situasi di Afrika, yang sesungguhnya juga kita hadapi, dihadapi oleh seluruh bangsa di dunia.
Â
Kemudian, energi. Harga minyak sekarang ini kembali tembus US$100 per barel. Kita masih ingat puncaknya itu pada tahun 2008. Itu tembus US$145 per barel. Memang, setelah itu turun, karena dunia mengalami krisis 2008-2009. Tetapi sekarang ini, sesungguhnya krisis ekonomi global datang lagi, diawali dengan krisis yang terjadi di Eropa. Kalau dulu dari Amerika, sekarang dari Eropa. Tetapi anehnya, harga minyak tetap bertengger dan tidak turun seperti 2009-2010. Mengapa?
Â
Saudara-saudara,
Â
Banyak faktornya. Antara lain, ulah dari para spekulan, sebagian dari para trader, pedagang minyak pada tingkat global. Juga, ada sentimen yang disebut dengan sentimen geopolitik. Situasi yang panas di Iran, misalnya, di negara-negara Afrika Utara, di Timur Tengah yang lain, itu turut membikin ketidakpastian harga minyak dan kemudian cenderung tinggi.
Â
Ini, saya mengikuti berita pagi ini. Iran mengancam, kalau terus dikasih embargo, apalagi tidak boleh menjual minyaknya, dikatakan harga minyak akan tembus US$200 per barel. Libya yang baru saja gonjang-ganjing, yang tadinya produksi minyaknya tinggi, mengalami penurunan, dan sekarang sedang digiatkan. Kemudian, kita saksikan situasi politik dan keamanan di belahan bumi yang lain, utamanya sekali lagi di Timur Tengah.
Â
Faktor yang lain adalah, bagaimanapun negara-negara produsen minyak terbesar ingin mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya, sebesar-besarnya. Ini memang realitasnya. Suka atau tidak suka, mereka senang kalau harga minyak itu tinggi. Padahal, negara lain mengalami kesulitan yang besar karena tingginya harga minyak.
Â
Di era globalisasi ini, negara itu sering kalah dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Itu salah satu kelemahan globalisasi, kelemahan dari sistem kapitalisme global. Perusahaan-perusahaan multinasional atau multinational corporations itu bisa berbuat apa saja di seluruh dunia ini. Dan kadang-kadang, hampir semua negara di dunia tidak bisa mencegah, karena mereka berlindung di balik hukum-hukum globalisasi. Itu juga faktor.
Â
Sementara, kita saksikan ada lima negara yang mengkonsumsi energi besar-besaran. Paling tinggi Amerika Serikat. Nomor dua adalah Tiongkok. Yang nomor tiga Jepang. Nomor empat India. Nomor lima Rusia. Dengan situasi seperti ini, tentu akan menjadi masalah kalau kita gagal untuk mengatasinya. Diam-diam di Indonesia, negara kita, keperluan minyak, listrik, dan sumber-sumber energi yang lain juga meningkat. Produksi minyak kita dulu lebih dari 1 juta barel per hari. Sekarang, karena sudah menurun sumur-sumurnya, kurang dari 1 juta. Sementara, keperluan energi minyak terus meningkat dengan tajam. Ini juga potret atau keadaan di negeri kita, yang harus kita atasi bersama-sama.
Â
Hadirin yang saya cintai,
Â
Dengan cerita saya itu, dua hal itu, saya ingin kembali lagi masalah pangan dan ketahanan pangan, yang menjadi hajat kita hari ini. Melihat dan memahami situasi dunia, saya beri contoh tadi, situasi di Afrika, dan sejatinya juga di tempat-tempat yang lain, pangan akan merupakan isu yang kritis, isu yang menentukan bagi masa depan kita. Kita, di Indonesia ini harus berbuat sesuatu secara aktif dan nyata. Sudah tahu dunianya seperti ini, sudah tahu masalah pangan menjadi masalah yang kritis, masalah yang menantang, begitu, lantas kita tidak berbuat atau diam atau pasif, tentu kita keliru dan kita akan merugi sendiri. Dan, bukan hanya berjaga-jaga, bukan hanya mengantisipasi, tetapi kita harus sangat aktif, untuk melakukan apa yang bisa kita lakukan di negeri ini, menghadapi situasi itu.
Â
Dunia sekarang ini sering aneh dan tidak adil. Kita bisa menjadi korban. Tidak tahu-menahu, tahun 2008-2009, ekonomi kita ikut diguncang. Padahal, sumbernya dari Amerika Serikat. Sekarang, kita juga sedang membangun. Dalam negeri kita sebetulnya terkelola, ada lagi sumber krisis baru dari Eropa. Kita pun ikut terpengaruh. Ini menunjukkan bahwa dunia memang memiliki perilaku yang aneh. Kadang-kadang tidak terduga-duga, krisis bisa datang. Dan kalau kita tidak melakukan sesuatu, maka kita sekali lagi bisa menjadi korban.
Â
Saudara-saudara,
Â
Dalam kaitan itu, dalam konteks itu, ada dua kewajiban Indonesia. Kewajiban pertama, bersama negara lain, kita memang harus bekerja sama untuk menyelamatkan pangan dunia, yang saya katakan tadi, harus memberi makanan kepada 7 miliar manusia yang terus berkembang. Kita sendiri, Indonesia maksud saya, harus dan wajib meningkatkan ketahanan pangan untuk rakyat kita. Itulah dua kewajiban. Tetapi tentu, yang paling menjadi prioritas adalah, menyediakan pangan di negeri sendiri, untuk rakyat kita, yang jumlahnya sekarang juga mencapai 240 juta.
Â
Bagaimana caranya? Sebenarnya, saya, para menteri, para gubernur, saya yakin, sudah berkali-kali menyampaikan kepada khalayak ramai, bagaimana kita berupaya untuk mengatasi masalah pangan ini, dan meningkatkan ketahanan pangan kita, baik itu meningkatkan produksi pangan, hasil panen, yang akhirnya kalau itu terus bisa dijaga dan ditingkatkan, akan menuju ke ketahanan pangan. Bukan hanya ketahanan pangan, bukan hanya kecukupan pangan, bukan hanya produksi pangan, tetapi kita menyadari, kadang-kadang harga pangan juga bergejolak. Ini juga dipengaruhi oleh harga pangan dunia. Oleh karena itulah, kita juga wajib, dengan sekuat tenaga, menjaga stabilitas harga pangan, agar terjangkau oleh masyarakat harganya.
Â
Namun, penghasilan petani tidak boleh diabaikan. Penghasilan petani juga harus meningkat. Itulah harga yang kita harapkan bisa dijangkau oleh masyarakat, tetapi petani juga penghasilannya mesti makin baik.
Â
Saudara-saudara,
Â
Di ruangan ini, tahun lalu, tepatnya 3 Desember tahun 2010, dalam acara yang sama, saya menyampaikan hal-hal penting, yang secara sangat singkat akan saya ulangi lagi, pada hari ini. Mulai dari tadi itu, upaya bersama pada tingkat dunia seperti apa, sampai yang harus kita laksanakan pada tingkat rumah tangga. Semuanya tentu untuk ketahanan pangan kita.
Â
Pada tingkat dunia, organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang namanya FAO, Food and Agriculture Organization mengatakan, agar pangan dunia itu aman di masa depan, syaratnya tiga. Pertama, ekonomi harus terus tumbuh; ekonomi dunia, bukan hanya satu-dua negara. Pertanian juga harus tumbuh di seluruh dunia. Yang ketiga, penduduk harus dikendalikan. Oleh karena itu, jangan meremehkan program Keluarga Berencana kita.
Â
Ini tanggung jawab kita untuk masa depan, untuk anak cucu kita. Dan, ini sudah menjadi tiga besar, solusi pada tingkat dunia: ekonomi terus tumbuh, pertanian terus tumbuh, penduduk dikendalikan supaya tidak meledak.
Â
Di tingkat ASEAN, APEC, G20, yang juga sering bertemu, kita, saya mewakili Saudara semua, selalu mengangkat isu pangan, kerja sama tentang pangan. Jangan negara-negara kuat, negara-negara kaya, negara-negara mampu tidak memikirkan bahwa negara berkembang, negara yang miskin katakanlah, itu mengalami persoalan besar manakala, situasi pangan itu tidak pasti, apalagi harganya terus bergejolak. Itu upaya yang kita lakukan pada tingkat dunia.
Â
Kita kerja sama dengan ASEAN. Kemarin, saya bertemu dengan Perdana Menteri Kamboja, Perdana Menteri Thailand, Perdana Menteri Vietnam. Meskipun negaranya mengalami banjir besar, kami ingin kerja sama terus. Misalkan, di dalam produksi beras, perdagangan beras, supaya kawasan Asia Tenggara juga menjadi lumbung padi dunia. Itu tingkat dunia.
Â
Sekarang, tingkat nasional dan tingkat daerah. Saya tidak akan berbicara panjang lebar karena ilmu kita sama. Para gubernur, bupati, wali kota, apalagi, yang langsung menangani, pasti lebih banyak pengalamannya dibandingkan saya. Kita tahu bahwa, agar ketahanan pangan kita makin meningkat, lahan harus tersedia. Jangan sampai semua beralih fungsi. Yang tadinya pertanian ganti fungsi yang lain, harus kita kontrol dan kendalikan.
Â
Produktivitas: boleh lahannya tidak berkembang terus, tetapi produktivitasnya naik. Yang tadinya misalkan satu hektar tiga ton, naik empat ton, naik lima ton, naik enam ton, dan seterusnya. Itu dengan penelitian, pengembangan, dan inovasi; benih, bibit yang bagus; distribusi yang baik; infrastruktur atau pengairan yang makin lengkap; pupuk, lawan hama; kemudian, kemampuan teknis para petani, manajemen usaha tani, diversifikasi pangan, dan sebagainya. Kita sudah tahu semua. Itulah yang harus kita lakukan. Kalau kita sudah tahu, mari terus kita jalankan dengan sekuat tenaga.
Â
Terhadap itu semua, pada tingkat nasional, Saudara-saudara, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan. Antara lain, tahun ini, saya mengeluarkan Instruksi Presiden, Inpres Nomor 5 Tahun 2011, Tentang Pengamanan Produksi Beras, menghadapi iklim yang ekstrim. Yang kedua, tahun 2007 telah kita keluarkan Peraturan Pemerintah, bahwa ketahanan pangan itu menjadi urusan wajib pemerintah daerah, dan semua pemangku kepentingan pembangunan di daerah. Sekali lagi, instrumennya sudah ada, kebijakannya sudah jelas, tinggal bagaimana kita bersatu padu untuk meningkatkan ketahanan pangan di negeri ini.
Â
Yang ketiga atau yang terakhir, dunia sudah, tingkat nasional, sekarang tingkat masyarakat, bahkan tingkat rumah tangga. Banyak bupati dan wali kota yang saya pantau, yang sungguh peduli untuk mengembangkan ketahanan pangan di tingkat masyarakat, tingkat desa, bahkan RW, RT, dan rumah tangga. Saya mengucapkan terima kasih. Tetapi, belum semua sungguh all out, sungguh bekerja keras untuk itu. Oleh karena itu, saya mengajak mulai dari saya sendiri, para menteri, gubernur, bupati, dan wali kota untuk benar-benar serius mengelola masalah pangan ini.
Â
Sebetulnya,
kepemimpinan di negeri ini, termasuk di daerah, juga bisa dinilai sejauh mana
kesungguhan, kerja keras sang pemimpin di dalam mengelola masalah pangan, di
dalam meningkatkan ketahanan pangan. Oleh karena itu, 16 gubernur, bupati, wali
kota tadi, dan
sejumlah kepala desa, saya sungguh mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang tinggi, karena itulah ukuran kepemimpinan yang bertanggung jawab.
Pangan tidak ada penggantinya. Oleh karena itu, melalui mimbar ini, saya
mengajak seluruh aparat dan pejabat jajaran pemerintah, untuk berlomba-lomba
meningkatkan ketahanan pangan di wilayah tugas masing-masing.
Â
Saya juga berterima kasih kepada organisasi kaum perempuan, yang bekerja sama dengan pemerintah dan pemerintah daerah dan LSM, untuk menggalakkan ketahanan pangan rumah tangga. Tadi Menteri Pertanian, Pak Suswono, juga menceritakan banyak contoh. Saya dikasih potretnya, fotonya, apa yang dilakukan di banyak rumah tangga di negeri ini. Rumahnya kecil, pekarangannya tidak luas atau sempit, tetapi tanaman cabe misalkan, tomat, bayam, itu boleh dikatakan cukup untuk keperluan rumah tangga itu. Saya sangat suka. Saya bersyukur. Saya bahagia melihat itu saja.
Â
Juga bisa memelihara ikan lele. Ini, Pak Sudi Silalahi, salah satu contoh bagaimana mengembangbiakkan ikan lele dalam pekarangan yang tidak luas. Dan saya kira, dia mendapatkan penghargaan, baik di Istana ini maupun nanti di Kementerian Pertanian, hampir pasti. Banyak inisiatifnya, banyak idenya, banyak yang dilakukan untuk itu. Maksud saya, bisa kita laksanakan, kalau betul-betul kita ingin menjaga dapur rumah tangga kita masing-masing, terutama saudara-saudara kita di wilayah yang pangan menjadi tantangan. Bayangkan, kalau rumah tangga-rumah tangganya seperti itu, maka desa itu, RW itu, RT itu, pasti akan meningkat ketahanan pangannya.
Â
Saya sudah merancang, nanti kalau datang ke daerah dengan pak gubernur, dan pak bupati, pak wali kota, saya ingin melihat saudara-saudara kita yang menjadi contoh di dalam pengembangan ketahanan pangan rumah tangga, betul-betul rumah tangga.
Â
Hadirin yang saya hormati,
Â
Sebagai penutup, saya menyampaikan dua hal. Pemerintah terus bekerja keras untuk meningkatkan produksi pangan, utamanya beras. Tidak mungkin pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, tidak bertanggung jawab dan tidak sungguh bekerja untuk meningkatkan produksi pangannya, utamanya beras.
Â
Produktivitas pangan juga terus kita tingkatkan melalui penelitian, pengembangan, dan inovasi teknologi. Semuanya itu kita tujukan untuk benar-benar meningkatkan ketahanan pangan secara nasional. Anggaran makin besar, yang kita alokasikan untuk pertanian. Kebijakan dan program yang kita jalankan, baik di pusat maupun di daerah, juga makin efektif dan makin nyata. Itu pertama yang harus diketahui oleh rakyat kita: pemerintah sungguh ingin mengelola masalah pangan dan meningkatkan ketahanan pangan.
Â
Yang kedua, saya mengajak masyarakat luas untuk ikut aktif melakukan upaya masing-masing. Ingat, pangan adalah masalah dunia, masalah kita semua. Sekali lagi, jangan kita hanya diam, sambil menggerutu, akhirnya hanya akan menjadi korban dari krisis pangan, yang bisa setiap saat datang di dunia ini. Oleh karena itu, kalau kita cerdas, mari kita jemput apapun situasi di tingkat dunia. Insya Allah, negara kita akan selamat. Itulah pesan dan ajakan saya Saudara-saudara, kepada masyarakat luas, untuk bersama-sama meningkatkan ketahanan di negeri ini.
Â
Demikian, sekali lagi selamat, terima kasih, dan teruslah berprestasi untuk negeri yang kita cintai.
Â
Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.   Â
Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,
Kementerian Sekretariat Negara RI