Sambutan Presiden RI pada Penyerahan dan Penanaman secara Simbolik Pohon Trembesi, 29-11-2010

 
bagikan berita ke :

Senin, 29 November 2010
Di baca 920 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA ACARA

PENYERAHAN DAN PENANAMAN SECARA SIMBOLIK

125.000 POHON TREMBESI,

PENYERAHAN KARTU JAMINAN KESEHATAN ACEH (JKA)

DAN KURSI PERDAMAIAN ACEH

BANDA ACEH, TANGGAL 29 NOVEMBER 2010

 

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Yang saya hormati, Saudara Wakil Ketua MPR RI, Para Menteri, dan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,

 

Yang saya hormati, Saudara Gubernur, Saudara Wakil Gubernur Aceh, dan para Pejabat Negara, dan pejabat pemerintah yang bertugas di Aceh,

Yang saya cintai dan saya muliakan, para Alim Ulama, para Tokoh Masyarakat, para pemuka adat, para pimpinan organisasi-organisasi politik, para pimpinan Perguruan Tinggi, dan para pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat, para pimpinan dunia usaha, para pejuang lingkungan, para mahasiswa dan pelajar,

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Pada kesempatan yang baik dan insya Allah penuh berkah ini, saya mengajak hadirin sekalian untuk sekali lagi memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas perkenan, rahmat, dan ridlo-Nya, kita semua masih diberikan nikmat kesempatan, nikmat kekuatan, dan semoga nikmat kesehatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan pengabdian kita, kepada masyarakat, bangsa, dan negara tercinta.

 

Sholawat dan salam marilah sama-sama kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad S.A.W., beserta para keluarga, para sahabat, dan pengikut Rasulullah. Insya Allah termasuk kita semua, hingga akhir jaman.

 

 

Hadirin yang saya muliakan,

 

Pada bulan November, enam tahun yang lalu, ketika baru saja saya mendapat mandat dari Bangsa Indonesia, termasuk Saudara-saudara yang ada di Aceh, untuk memimpin negeri tercinta ini, saya berkunjung ke Aceh. Waktu itu, suasana di Aceh belum seperti sekarang ini. Saya masih ingat, ketika pertama kali berkunjung ke Aceh sebagai Presiden Republik Indonesia, yang saya sampaikan waktu itu, mengajak saudara-saudara, yang waktu itu terlibat dalam konflik, berhadap-hadapan, membuat suasana tidak tentram, dan berbagai penderitaan, untuk duduk bersama, mencari solusi secara damai. Terus terang, waktu itu ajakan saya sebagian direspon dengan baik, tapi sebagian lain belum. Satu bulan setelah itu Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, memberikan ujian yang maha berat bagi Bangsa Indonesia, bagi rakyat Aceh dengan datangnya musibah bencana tsunami.

 

Saya datang pada hari kedua, karena hari pertama tsunami saya masih berada di Papua. Segera terbang di tengah duka nestapa, tangis kita semua waktu itu, saya masih ingat. Segera setelah mengatasi keadaan yang sangat sulit, dalam situasi darurat, krisis bencana alam, semuanya lumpuh. Sambil memimpin mengatasi langkah-langkah tanggap darurat, waktu itu saya kembali menyerukan, mengajak semua pihak yang berselisih sebagai anak bangsa untuk benar-benar duduk bersama untuk mencari solusi. Tuhan Maha Besar, Allah SWT mendengarkan doa dan harapan kita semua waktu itu, untuk sebuah perdamaian yang abadi, Insya Allah di bumi Aceh yang sama-sama kita cintai ini.

 

Saya ingin mengulang kembali cerita itu karena menjadi kenangan yang tidak pernah putus dalam kehidupan Bangsa Indonesia, termasuk kenangan pribadi saya sebagai seorang yang sangat mencintai Aceh. Setiap saya berkunjung ke Aceh, dari tahun ke tahun. Tentu saja, Saudara-saudara, lima tahun sebelum saya menjadi Presiden, saya sudah sering datang ke Aceh, sebagai Menteri. Untuk mencari jalan, mencari solusi bagi penyelesaian Aceh secara damai dengan bermartabat dan membawa manfaat bagi semua, mengalami pasang surut, tantangan, dan permasalahan yang datang silih berganti, panjang yang kita lewati waktu itu.

 

Saya masih ingat, bersama para abu, para ulama, para tokoh masyarakat, banyak pihak, kami semua berikhtiar, kita berikhtiar, saya hampir datang ke semua Kabupaten, lebih dari satu, siang dan malam. Saya bahkan waktu itu, meskipun keadaan tentu masih berbahaya, karena konflik bersenjata masih terjadi, saya mohon pada Allah "Ya Allah, saya mohon perlindungan," karena saya dan semua yang datang ke bumi Aceh waktu itu ingin mencari solusi damai, solusi bermartabat, solusi yang baik atas konflik yang terjadi di Aceh lebih dari 30 tahun. Kami berserah diri, sambil memohon pertolongan. Kadang-kadang sepertinya ikhtiar kami akan menampakkan hasil. Ternyata, muncul persoalan baru, jatuh bangun, pasang surut, dan semua merasakan. Yang di kota-kota, yang di gunung-gunung, di hutan-hutan di pinggir-pinggir pantai. Saya bisa merasakan wajah-wajah saudara kita waktu itu, mulai dari Langsa, Lhokseumawe, Pidi, Aceh, Takengon, Meulaboh, Tapak Tuan, dan banyak lagi tempat-tempat yang saya datangi.

 

Wajah yang penuh harap semoga datanglah perdamaian. Mengapa kita berselisih terus? Saya tahu saudara-saudara kita dalam situasi yang mencekam. Siang hari khawatir kalau TNI salah terima kepada rakyat, malam hari rakyat pun khawatir kalau GAM juga salah terima kepada mereka. Bertahun-tahun dalam kehidupan seperti itu, terbaca dalam sinar matanya, dalam raut mukanya, dalam tutur katanya, maupun kehidupan sehari-harinya. Betapa tidak bersyukur kita Saudara-saudara, kalau sekarang datang ke Aceh, maka 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, bersyukur dan bersyukurlah kita. Karena niat kita semua niat yang tulus dan ikhlas, dengan pertolongan Allah dan ijin Allah sampailah apa yang kita cita-citakan. Meskipun ini baru awal dari perjuangan panjang untuk membikin kehidupan makin maju, makin sejahtera, makin adil di Bumi Aceh ini.

 

Oleh karena itu, pertama-tama saya, Pak Gubernur, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas anugerah Kursi Perdamaian yang disampaikan kepada saya. Dan tentunya, kursi ini juga patut saya anugerahkan kepada semua yang bekerja siang dan malam, yang berhati mulia, yang terus berjuang untuk sebuah perdamaian di Aceh. Mereka tidak bisa kita sebut satu persatu. Sudah ada yang dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, masih ada yang bersama-sama kita. Dari berbagai lapisan masyarakat, yang saya tahu, hatinya sungguh ingin mencari jalan yang terbaik bagi Indonesia, bagi tanah Aceh ini.

 

Saya ingin mengulangi ketika hampir berhasil, waktu itu di Jenewa, tapi kemudian gagal karena anak bangsa belum bersepakat, Bangsa Indonesia belum satu persepsi. Demikian juga saudara-saudara kita yang ada di Aceh juga belum satu pandangan. Akibatnya, muncul permasalahan baru, tantangan baru, sehingga perjanjian di Jenewa dalam Masa Coha kandas, dan tidak dapat kita lanjutkan. Tetapi sejarah telah mencatat, upaya anak bangsa kita waktu itu, untuk menempuh jalan yang mulia itu.  Oleh karena itu, ketika saya berkampanye bersama Pak Jusuf kalla tahun 2004, salah satu isi kampanye saya, "Ya Allah, kalau kami mendapatkan amanah dari rakyat, dan mendapatkan ijin dari Allah, akan kami teruskan untuk mencari solusi yang paling bermartabat dan mulia di Bumi Aceh ini."

 

Meskipun sekali lagi harus menghadapi ujian yang maha berat, ujian tsunami, kita mulai lagi. Pengalaman di waktu tang lalu, yang membuat Perjanjian di Jenewa kandas, kami jadikan pelajaran. Mulai dari Presiden, Anggota Parlemen, TNI dan Polri, Para Ulama, rakyat Indonesia, saudara-saudara kita yang ada di Aceh, semua kita ajak serta untuk mencari solusi. Barangkali ada perbedaan-perbedaan awalnya, barangkali banyak salah terima, termasuk kepada saya. Tetapi kita bertekad, kita sudah bersepakat, kita berniat betul, bahwa jalan inilah jalan yang terbaik untuk mengakhiri konflik di antara kita yang telah mengorbankan jiwa dan raga putra-putri terbaik bangsa, kaum syuhada yang telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.

 

Bapak, Ibu, Hadirin sekalian yang saya hormati,

 

Oleh karena itu, jalan panjang yang telah kita tempuh ini jangan kita sia-siakan. Bagi sebagian bangsa mengatakan suasana aman dan damai itu bukan tujuan, katanya. Itu hanya prasyarat atau prakondisi untuk membangun masyarakat yang maju dan sejahtera. Tetapi bagi kita, bagi rakyat Aceh, bagi Bangsa Indonesia, menurut saya, keamanan, perdamaian, dan stabilitas itu, di samping menjadi prasyarat, menjadi prakondisi agar kita bisa membangun dengan lebih baik, baik ekonomi, maupun kesejahteraan rakyat, tapi juga sekaligus menjadi tujuan, tujuan dan prakondisi. Kalau namanya tujuan, mari kita pegang teguh. Jangan biarkan ada pikiran dari siapapun, dari manapun, untuk merobek kembali perdamaian di Aceh ini, karena begitu panjang jalan yang telah kita tempuh dan lalui, dengan berbagai pengorbanan dan tantangannya. Sekali lagi, mari apa yang telah kita capai, kita jadikan modal, kita jadikan prasyarat, kita jadikan prakondisi, untuk membangun lebih baik lagi Aceh dan Bangsa Indonesia ke masa depan.

 

Hadirin yang saya cintai,

 

Berangkat dari topik pertama yang diacarakan hari ini tentang perdamaian Aceh, saya ingin merespon apa yang disampaikan oleh Pak Gubernur Aceh tadi sebagai ucapan terima kasih dan penghargaannya, atas inisiatif pimpinan Aceh dan Saudara-saudara semua, untuk menetapkan sebuah kebijakan "Jaminan Kesehatan Aceh." Saudara-saudara, kita membangun untuk apa? Kita membangun sesungguhnya, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Rakyat disebut makin sejahtera apabila makin berkecukupan keperluan pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, rasa aman, lingkungan, dan sebagainya. Kalau itu secara bertahap, dengan kemampuan yang ada dan dengan kerja keras kita, tahun demi tahun dapat kita perbaiki, dapat kita tingkatkan berarti pembangunan ini membawa kemajuan. Berarti upaya kita untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat itu mendapatkan hasil yang nyata.

 

Memang di Negara manapun juga, apalagi Indonesia sebagai negara berkembang, meningkatkan kesejahteraan rakyat menuju negara yang adil dan makmur tidak semudah membalik telapak tangan, tidak ada resep ajaib, tidak ada jalan pintas, tidak datang dari langit. Meningkatkan kesejahteraan rakyat menuju masyarakat yang adil dan makmur memerlukan kerja keras, memerlukan persatuan dan kebersamaan, memerlukan visi dan cara pandang yang benar, dengan kepemimpinan dan manajemen yang baik. Bangsa yang terus melakukan semuanya itu, termasuk apa yang dilaksanakan di Aceh, adalah yang akan dapat mencapai tahapan keadaan seperti itu.

 

Oleh karena itu, kepada Saudara Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Walikota, dan semua jajaran pemerintah, pimpinan, dan anggota DPR Aceh, dan semua pihak yang ada di tempat ini, yakinlah bahwa pembangunan ini sudah berada pada arah yang benar, tinggal teruskan dengan kerja keras, dengan berbagai ikhtiar dan upaya, ajak semua untuk membangun negeri ini, sehingga negeri kita akan makin baik di masa depan.

 

Saudara sudah mengetahui, bahwa salah satu kebijakan pemerintah sejak tahun 2005 adalah peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengurangan kemiskinan. Kemiskinan bisa dikurangi manakala kita meringankan beban rakyat miskin, sekaligus kita menciptakan lapangan pekerjaan lebih banyak, sehingga yang menganggur bisa bekerja, dan yang bekerja mendapatkan penghasilan. Di satu sisi, dengan jalur ekonomi, rakyat kita hendak kita tingkatkan penghasilannya, income-nya.

 

Tetapi di sisi lain, yang memang belum berdaya, yang memang masih sangat miskin, yang memang belum bisa mengatasi dirinya sendiri, negara dalam hal ini pemerintah memberikan bantuan secara langsung. Bantuan secara langsung, sebagaimana Saudara-saudara ketahui, ada cluster pertama, yaitu bantuan kesehatan, gratis bagi yang miskin, Jamkesmas, pendidikan sekolah, gratis bagi yang miskin, BOS, bantuan bagi yang sangat miskin, PKH, termasuk beras bersubsidi atau beras untuk rakyat miskin, bantuan lanjut usia, bantuan bencana, dan sebagainya. Bantuan langsung masyarakat atau cluster pertama yang harus terus kita lakukan, dan kalau mungkin kita tingkatkan jumlahnya.

 

Yang kedua masih merupakan bantuan pemerintah adalah membantu kecamatan dan desa. Untuk bisa membangun kecamatan dan desanya, dengan yang disebut Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, 2-3 milyar rata-rata kita berikan tiap tahun kepada kecamatan dan desa-desa, ditambah yang lain untuk membangun kecamatannya. Di samping itu, usaha mikro, usaha kecil, juga kita bantu dengan bantuan permodalan, yang disebut dengan Kredit Usaha Rakyat. Itulah yang dilaksanakan secara nasional. Tetapi, Saudara, negara kita pun memiliki batas kemampuan. Anggaran yang dimiliki pemerintah pusat juga ada batasnya, padahal harus kita distribusikan, kita bagi, kita gunakan secara adil di seluruh Indonesia.

 

Oleh karena itu, saya sangat gembira, saya memberikan penghargaan kalau para Gubernur, Bupati, dan Walikota, di samping kebijakan dan program pemerintah pusat itu, juga mengeluarkan kebijakannya sendiri. Akhirnya, lebih banyak lagi rakyat yang bisa dibantu karena ada bantuan pemerintah pusat, ada bantuan pemerintah daerah sebagaimana program Jaminan Kesehatan Aceh yang tadi diluncurkan.

 

Tiap tahun 5,1 trilliun kita keluarkan untuk Jamkesmas di seluruh Indonesia. Saya tahu, saya punya catatan. Dari 4,4 juta penduduk Aceh, 2,68 juta mendapatkan program Jamkesmas. Tapi belum cukup, 1,2 juta mendapatkan program JKA, 500 ribu lainnya yang lebih mendapatkan bantuan Askes dan Jamsostek. Berarti apa, seluruh penduduk Aceh, Alhamdulillah telah mendapatkan bantuan jaminan kesehatan. Dengan demikian akan bisa meningkatkan langsung kesejahteraan masyarakat Aceh. Mengapa kesehatan? Dua hal, dengan bantuan kesehatan itu, yang sakit bisa berobat. Di manapun, sakitnya sakit apapun, mulai puskesmas sampai dengan pusat, dengan fasilitas rumah saikt kelas tiga, dibikin gratis, penting. Yang kedua, juga bisa menjaga kesehatan. Dengan Jamkesmas dan Jaminan Kesehatan Aceh, Insya Allah, kematian bayi di bawah lima tahun akan berkurang, kematian ibu-ibu saat melahirkan juga akan berkurang. Dengan demikian akan bisa mencapai tujuan Millenium Development Goals, MDGs, Tujuan pembangunan Millenium.

 

Ada dua Provinsi; Bali dan Aceh, yang telah memberikan jaminan kesehatan semua. Mudah-mudahan ini contoh yang baik, dan bisa diikuti oleh yang lain-lain. Makin sehat, Insya Allah, yang sakit pun bisa segera berobat untuk disembuhkan. Dan yang lebih baik adalah, mari kita jaga sehat daripada harus sakit baru berobat. Lebih banyak gunakanlah anggaran kesehatan itu, agar tetap sehat. Jangan menunggu sakit, baru anggaran itu digunakan. Filosofinya yang harus kita ubah dengan cara demikian.

 

Saudara-saudara,

 

Itu masalah kesehatan kita kaitkan dengan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Yang ketiga, atau yang terakhir, adalah lingkungan. Kemarin saya di Jatiluhur, Jawa Barat memimpin gerakan menanam satu milyar pohon untuk Indonesia. Ini tercatat oleh dunia bahwa Bangsa Indonesia sangat mencintai lingkungan, peduli pada lingkungan, dan ingin terus menjaga kelestarian alam yang dimiliki. Satu milyar pohon, dan bukan hanya itu. Hutan penting, karena kalau hutan tidak kita jaga, main babat, main gundulkan hutan itu, seperti disampaikan Pak Gubernur tadi, hampir pasti Negara kita mudah banjir, mudah mengalami longsor, tanah bergerak, dan lain-lain.

 

Oleh karena itulah, hutan harus kita jaga. Caranya melawan illegal logging, melawan pembabatan dengan seenaknya, mencegah kebakaran hutan, mengelola lahan gambut, menghutankan kembali hutan-hutan yang terlanjur gundul karena tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab di waktu yang lalu. Semua itu kita lakukan plus. Plusnya gerakan menanam pohon, seluruh Indonesia yang kemarin saya pimpin pelaksanaannya secara simbolis di Jatiluhur dan akan kita lakukan tiap tahunnya.

 

Pada tahun lalu, saya telah membagikan 42 juta biji trembesi. Masing-masing provinsi saya berikan 1 juta, belum yang lain-lain. Khusus Aceh, saya tambahkan lagi 125.000, bukan biji, tetapi pohon yang sudah tingginya 4-5 meter. Bukan yang saya serahkan tadi, yang segini, bukan. Itu usianya barangkali baru 3-4 bulan. Yang tadi saya serahkan sudah berusia satu setengah tahun, 4 meter, 125.000, mengapa? Saya ingin tanah-tanah yang dulu mengalami musibah, ditanami trembesi. Dengan demikian Insya Allah pada saatnya, Banda Aceh dan sekitarnya akan menjadi kota yang indah, kota yang hijau, karena tumbuh trembesi dengan baik.

 

Lihat di Singapura, lihat di Kuala Lumpur dan di kota-kota yang lain. Trembesi manakala sudah dewasa dengan kanopi, rentang dahan dan daun yang rentangnya 30-40 meter, satu pohon bisa menyerap CO2 yang berbahaya sejumlah 28,5 ton. Jadi bayangkan kalau 125.000 nantinya akan menyerap 28,5 ton kali 125.000 tiap tahunnya. Kalau sejuta pohon trembesi, berapa yang harus diserap CO2 membikin segarnya, membikin sehatnya, membikin baiknya lingkungan kita. Tentu saja, ada mahoni, ada jenis-jenis yang lain. Tetapi trembesi ini kita pilih, saya di Istana ada trembesi yang bagus. Saya ingin keindahan, kemegahan trembesi juga bisa dihadirkan di Banda Aceh ini.

 

Saya memberikan hormat kepada Saudara-saudara, Pak Gubernur, Pak Wagub, semua. Saya nilai tahun-tahun terakhir sangat peduli pada lingkungan. Itu yang benar. Memimpin tidak boleh lalai pada lingkungan. Kalau lalai pada lingkungan, dia menyiapkan bom waktu bagi anak kita di masa depan, karena yang diwariskan adalah banjir, tanah longsor dan sebagainya. Tetapi kalau mencintai lingkungan, memberi contoh, memimpin langsung, peduli, turun, yang diwariskan adalah lingkungan yang lestari di negeri ini. Dengan demikian bencana yang terjadi akibat kesalahan manusia bisa kita cegah.

 

Itulah Saudara-saudara yang ingin saya sampaikan dan sekali lagi, ketiga topik hajat kita hari ini sungguh penting, perdamaian dan bagaimana kita menjaga perdamaian untuk membangun Aceh lebih baik lagi. Kemudian jaminan Kesehatan Aceh sebagai bagian atau pelengkap dari jaminan kesehatan masyarakat secara nasional, tolong disukseskan. Dan yang ketiga, mari kita lakukan gerakan menanam bersama. Untuk anak cucu kita, untuk masa depan kita. Demikianlah, yang ingin saya sampaikan. Sekali lagi terima kasih Saudara-saudara, mari kita lanjutkan ibadah kita dan bakti kita kepada Aceh, kepada negara dan bangsa tercinta.

 

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,