Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Qur'an, Jakarta, 19 Agustus 2011

 
bagikan berita ke :

Jumat, 19 Agustus 2011
Di baca 1022 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA PERINGATAN NUZULUL QUR'AN

TANGGAL 19 AGUSTUS 2011

DI ISTANA NEGARA


 

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua,

 

Hadirin dan hadirat sekalian yang saya muliakan,

Kaum muslimin dan muslimat di seluruh tanah air yang saya cintai dan saya banggakan,

 

Pada malam yang membahagiakan dan semoga senantiasa penuh berkah ini, saya mengajak hadirin sekalian untuk sekali lagi memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kita dapat kembali memperingati Nuzulul Quran di Istana Negara, Jakarta. Salawat dan salam marilah sama-sama kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikut Rasulullah hingga akhir zaman.

 

Sebagaimana yang tadi disampaikan oleh Saudara Menteri Agama dan penceramah kita, Prof. Dr. Ahmad Yasidi, bahwa tahun ini adalah tahun yang sangat istimewa bagi bangsa Indonesia, 17 Agustus bertepatan dengan 17 Ramadhan. Kita ketahui bahwa 17 Ramadhan tahun pertama kenabian Rasulullah SAW, turunlah perintah Allah untuk membaca dalam arti luas, yang sesungguhnya membimbing umat Islam menjadi manusia dan masyarakat yang maju, berpengetahuan, sejahtera lahir dan batin. Sedangkan 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia merdeka, dan kemudian menjadi tujuan dari kemerdekaan itu adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Terjadi pertautan yang sangat dekat antara 17 Agustus dan 17 Ramadhan yang alhamdulillah tahun ini kita peringati  pada hari yang sama.

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Tadi kita telah mendengar hikmah Nuzulul Quran yang disampaikan oleh Saudara Prof. Dr. Ahmad Yasidi. Sebuah pencerahan yang menurut pendapat saya, sungguh kena, relevan, dan kontekstual. Saya ingin menggaris bawahi dua hal dari apa yang disampaikan tadi. Yang pertama adalah, dikatakan oleh beliau, bahwa kehidupan yang baik adalah kehidupan yang disemangati oleh iman dan ilmu. Ini maknanya sangat dalam. Sedangkan yang kedua, diingatkan oleh Prof. Ahmad, bahwa di masa silam Islam memiliki peradaban yang sungguh unggul dan maju. Kemudian ditanyakan persoalannya bagaimana umat Islam sedunia mengembalikan kejayaan peradaban di masa silam itu.

 

Disampaikan oleh penceramah tadi bahwa untuk kembali menuju ke kebangkitan dan kejayaan Islam, maka Islam perlu mengembalikan tradisi keilmuan berdasarkan prinsip-prinsip objektivitas dan keterbukaan. Dua hal penting itulah yang saya garis bawahi, yang kiranya patut untuk kita renungkan, dan lebih dari itu, untuk kita jalankan dalam kehidupan kita di masa kini dan masa depan.

 

Hadirin hadirat yang saya muliakan,

Saudara-saudara kaum muslimin dan muslimat di seluruh tanah air yang saya banggakan,

 

Terasa tepat jika pemikiran dan seruan seperti itu dikemukakan dari Indonesia. Pertama, penduduk Indonesia mayoritasnya adalah umat Islam. Kedua, penduduk Islam di Indonesia adalah yang terbesar di antara bangsa-bangsa di dunia. Yang ketiga, Indonesia sekarang ini berada dalam suatu proses perubahan besar, transformasi untuk membangun masa depan dan peradaban yang lebih baik. Dan yang keempat, mengapa saya katakan tepat dikumandangkan dari bumi Indonesia ini, karena Indonesia juga semakin aktif di dalam memainkan peran internasionalnya baik di kawasan maupun di tingkat global.

 

Saudara-saudara,

 

Saya ingin menyampaikan bahwa dunia tempat kita hidup ini, termasuk negeri kita, bangsa Indonesia banyak sekali permasalahan dan tantangan yang kita hadapi. Tantangan itu kita rasakan semakin kompleks dan critical. Sebutlah antara lain, saya hanya menyebut beberapa tantangan kritis, tantangan yang amat kompleks, yang harus kita jawab secara bersama. Pertama adalah penduduk dunia, tahun ini genap berjumlah 7 milliar, tahun 2045 akan menjadi 9 milliar. Penduduk sebesar itu jelas memerlukan keperluan pangan, energi, dan sumber-sumber kehidupan yang lain. Dikatakan, untuk menjadi 9 milliar penduduk di dunia ini, diperlukan tambahan 60 - 70 % pangan dan juga 60 - 70 % energi dari yang kita konsumsi dewasa ini. Itu yang pertama, tantangan yang amat fundamental.

 

Tantangan yang kedua adalah terjadinya perubahan iklim akibat pemanasan global, akibat emisi karbon yang berlebihan pada lapisan udara di atas bumi kita. Ini kalau tidak kita jawab juga akan menimbulkan permasalahan kehidupan di seluruh dunia.

 

Yang ketiga, perekonomian global sekarang ini justru makin rentan, menjadi tidak aman, dan sering dilanda krisis, sebagaimana yang terjadi minggu-minggu sekarang ini. Terjadi gejolak baru pada tingkat perekonomian global, kembali dipicu oleh perekonomian Amerika Serikat dan Eropa sebagaimana krisis global yang terjadi pada tahun 2008 dan 2009 yang lalu. Ini juga memerlukan solusi bersama.

 

Yang keempat adalah konflik, kekerasan, dan peperangan ternyata masih terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk aksi-aksi terorisme.

 

Dan yang kelima, saya sebut yang terakhir pada kesempatan ini adalah ketidakadilan, dan kesejahteraan yang tidak merata juga masih terjadi di dunia kita. Kemiskinan global masih menjadi tantangan bagi kita semua untuk bisa kita jawab dan kita tanggulangi.

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Keadaan dunia seperti itu tentu membawa dampak pada negeri kita, kehidupan di tanah air. Sementara, di Indonesia sendiri kita juga menghadapi sejumlah tantangan dan permasalahan sebagai konsekuensi dari pembangunan yang sedang kita lakukan dewasa ini. Persoalannya adalah kemudian bagaimana dengan pendekatan ilmu dan iman, serta dengan hati dan pikiran, kita bisa menjawab dan mengatasi tantangan dan permasalahan kritis atau kompleks tersebut. Saya ingin mengambil contoh dua hal, dan dua hal penting ini, beberapa kali juga saya sampaikan di berbagai kesempatan, tetapi saya ulangi kembali pada malam hari ini melihat urgensi dan kontekstualitasnya.

 

Pertama, mengapa kita menghadapi ancaman pangan dan energi, food security dan energy security? Dan mengapa pula kita dihantui oleh lingkungan yang rusak, perubahan iklim, dan pemanasan global? Jawabannya tiada lain karena manusia mengkonsumsi lebih dari yang diperlukan. Ada elemen kerakusan, keserakahan, dan pemborosan dari penggunaan sumber daya alam, sumber pangan, sumber energi, dan sumber-sumber kehidupan ini. Kita kenal greed dan bukan need. Selama yang kita konsumsi berlebihan, atau melebihi dari yang kita perlukan, maka bayangan krisis akan terus menghantui kita.

 

Saudara-saudara,

 

Tentu ini bertentangan dengan ajaran Islam. Karena kalau kita ceroboh, boros, dan serakah, berarti kita menyia-nyiakan alam ciptaan Allah yang harus kita pelihara dengan baik dan kita gunakan untuk kesejahteraan seluruh umat manusia.

 

Dari pendekatan keimanan, maka solusinya tiada lain adalah manusia harus belajar hidup hemat. Mengkonsumsi sumber-sumber kehidupan sebatas yang diperlukan. Dan dengan ini berarti, umat manusia sedunia harus mengubah gaya hidupnya, lifestyle, menjadi bangsa yang efisien, bangsa yang hemat, dan sebaliknya, tidak boros dan tidak serakah. Inilah pendekatan dan solusi keimanan.

 

Pada tantangan dan permasalahan yang sama, jika kita dekati dari sisi keilmuan, maka pengalaman menunjukkan banyak sekali tantangan pada tingkat dunia yang kita atasi dengan membawa aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sini, diperlukan kreativitas, inovasi, dan intervensi teknologi. Di sini, relevansi mengapa kita harus terus membaca, belajar, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana yang diajarkan Islam.

 

Saudara-saudara,

 

Itu contoh pertama yang ingin saya angkat, betapa kompleks dan kritisnya masalah bisa kita carikan solusinya manakala kita bisa memadukan pendekatan yang serasi dan utuh antara iman dan ilmu.

 

Contoh yang kedua, ini juga kerap dialami oleh bangsa Indonesia dan bahkan bangsa-bangsa lain, yaitu menyangkut fenomena alam khususnya bencana alam yang kerap terjadi di Indonesia, maupun juga di belahan bumi yang lain. Bencana alam hakikatnya dapat dijelaskan sebagai berikut, pertama ada yang memang murni peristiwa alam seperti gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Di Indonesia, bangsa Indonesia tahu bahwa negeri kita adalah rawan bencana. Di Indonesia ada tiga lempeng tektonik, yaitu lempeng Australia, lempeng Asia, dan lempeng Pasifik yang sering bergesekan dan bertabrakan satu sama lain yang akibatnya menimbulkan gempa bumi dan kerap juga disertai dengan tsunami. Itulah peristiwa alam yang terjadi. Indonesia memiliki gunung api aktif terbanyak di dunia. Sekarang ada 127 gunung api aktif, dan setiap saat selalu ada empat atau lima gunung api pada tingkat kewaspadaan atau kesiagaan. Itu yang pertama.

 

Sedangkan jenis bencana alam yang kedua, kita ketahui sebagai akibat kesalahan dan kelalaian umat manusia, misalnya banjir dan tanah longsor akibat penggundulan hutan. Lantas juga, iklim yang berubah karena pemanasan global yang mengubah banyak hal dalam kehidupan ini, pola cocok tanam, kemudian bencana ikutan badai, tofan, kekeringan, dan sebagainya.

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Dipercayai bahwa terjadinya bencana alam karena peristiwa alam yang murni itu semata-mata untuk menjaga stabilitas dan regularitas dari bumi kita ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Bumi berputar pada porosnya dan kemudian berputar mengelilingi matahari dalam stabilitas dan regularitas. Dipercayai tanpa ada peristiwa alam itu, maka akan mengganggu stabilitas, kontinuitas, dan regularitas dari bumi itu. Di sini boleh dikatakan tangan-tangan Tuhan turun, di sinilah makna kekuasaan Sang Pencipta. Begitulah kita memaknai peristiwa alam yang bisa dijelaskan sebagaimana yang saya sampaikan tadi. Saya berharap dengan dimensi keimanan dan juga sekaligus dimensi keilmuan, janganlah kita mengaitkan bencana alam dengan takhayul dan mistik. Karena makin menjauh kita dari akidah dan keimanan kita sebagai umat beragama.

 

Dalam konteks dimensi keilmuan, yang ingin saya sampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia adalah, karena kita tahu Indonesia adalah negara yang rawan gempa, rawan tsunami, dan rawan letusan gunung api, kita harus senantiasa siap dan siaga. Kita harus memahami peristiwa alam itu. Kemudian manakala terjadi yang manusia tidak bisa mencegahnya, kita bisa melakukan sesuatu untuk mengurangi terjadinya korban. Itulah sikap mental dan perilaku yang harus kita bangun. Sering dikatakan Bangsa Indonesia harus bisa hidup dalam realitasnya. Karena dari peristiwa yang terjadi selama ini, di samping musibah, selalu ada berkah dan kita dianjurkan untuk living on the edge, hidup dalam realitas, dalam batas-batas alam sebagaimana yang kita rasakan dewasa ini.

 

Sedangkan yang kedua, bencana alam karena kelalaiann manusia, maka dimensi keilmuan sangat gamblang bisa menjelaskan. Kita harus mencegah kesalahan. Kita harus pandai dan arif memelihara lingkungan, dan kita juga bisa mengontrol emisi karbon untuk tidak terus terjadi pemanasan global dan kemudian akhirnya iklim sedunia berubah.

 

Hadirin hadirat yang saya muliakan,

Kaum muslimin dan muslimat di seluruh tanah air yang saya cintai dan saya banggakan,

 

Sesungguhnya masih banyak contoh dan pelajaran yang dapat kita petik dalam kehidupan kita tentang bagaimana pendekatan iman dan ilmu kita, kita bisa mengatasi berbagai tantangan dan permasalahan. Kemudian juga tentang betapa Al Quran menjadi sumber rujukan dan inspirasi untuk mengatasi masalah-masalah kemanusiaan dan keduniaan sebagaimana yang esensinya disampaikan oleh Prof. Ahmad tadi. Tidakkah Islam diturunkan sebagai rahmat bagi semesta alam? Marilah kita hayati makna yang dalam dari keberadaan Al Quran sebagai sumber pemecahan berbagai masalah kehidupan.

 

Saudara-saudara,

 

Akhirnya, menutup sambutan ini, sebagai seorang umara' dan sebagai yang sedang mengemban amanah di negeri ini, saya mengajak hadirin sekalian, saya mengajak kaum muslimin dan muslimat di Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia marilah dengan iman, ilmu, dan amal, terus kita bangun kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara ke arah yang lebih baik. Mari kita kembangkan iklim dan tradisi keilmuan untuk menjadi bangsa yang cerdas, berpengetahuan, dan rasional. Karena itu semua adalah jalan untuk menjadi bangsa yang unggul dan maju.

 

Dan yang terakhir bagi bangsa-bangsa sedunia, khususnya umat Islam, marilah kita terus aktif berperan dan berkontribusi bagi terwujudnya dunia yang makin aman dan damai, dunia yang makin adil dan sejahtera, serta dunia yang memiliki peradaban yang maju, unggul, dan mulia. Itulah hadirin sekalian, Saudara-saudara, sambutan yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, selalu membimbing perjalanan kita, mendengarkan cita-cita baik kita, dan memberikan rida-Nya, untuk kita bisa membangun hari esok dan kehidupan kita yang lebih baik.

Sekian.

 

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

 

Asisten Deputi Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Bidang Dukungan Kebijakan,

Kementerian Sekretariat Negara RI