Sambutan Presiden RI pada Puncak Peringatan Hari Pers Nasional, 9 Februari 2010

 
bagikan berita ke :

Selasa, 09 Februari 2010
Di baca 925 kali

SAMBUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

 PUNCAK PERINGATAN HARI PERS NASIONAL

DI PALEMBANG, SUMATERA SELATAN

TANGGAL 9 FEBRUARI 2010

 

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,


Yang saya hormati,

 

Saudara Ketua MPR RI,

 

Ketua DPR RI,

 

Ketua Mahkamah Agung dan para Pimpinan serta Anggota Lembaga-lembaga Negara,


Yang saya hormati, para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II,

 
Yang Mulia Duta Besar Tunisia untuk Indonesia dan para Diplomat Senior, serta para pimpinan organisasi internasional,


Yang saya hormati Saudara Gubernur Sumatra Selatan, Gubernur Kalimantan Timur, dan para Pejabat Negara yang bertugas di Sumatera Selatan, baik dari unsur Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, maupun TNI dan Polri,


Yang saya hormati Saudara Ketua Umum PWI Pusat, Pimpinan AJI, dan para pimpinan organisasi profesi pers Indonesia,

 

Yang saya cintai dan saya muliakan, para Sesepuh dan Wartawan Senior, para pimpinan media massa, para Wartawan, para siswa Sekolah Jurnalistik Indonesia Palembang,

Hadirin sekalian yang saya muliakan,

 

Pada kesempatan yang baik dan Insya Allah penuh berkah ini, saya mengajak hadirin sekalian untuk sekali lagi, memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kepada kita semua masih diberikan kesempatan dan kekuatan untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan pangabdian kita kepada masyarakat, bangsa, dan negara tercinta.


Kita juga bersyukur ke hadirat Allah SWT, karena pada hari ini dapat bersama-sama memperingati Hari Pers Nasional Tahun 2010 yang dipusatkan di kota Palembang, di Bumi Sriwijaya, yang memiliki kebesaran sejarah dan kejayaaan peradaban di masa silam dengan dinamika dan berbagai pembaharuan yang dilaksanakan dewasa ini, serta yang menjanjikan harapan untuk sebuah kemakmuran di masa depan. Oleh karena itu, saya mendukung penuh, apa yang disampaikan oleh Saudara Gubernur Sumatera Selatan tadi untuk terus berbuat, terus berjuang, dan terus meningkatkan kemajuan serta kesejahteraan masyarakat Sumatera Selatan.

 
Hadirin yang saya hormati,


Atas nama negara dan pemerintah, dan selaku pribadi, saya ingin mengucapkan selamat memperingati Hari Pers Nasional Tahun 2010 kepada semua insan pers di seluruh tanah air. Selamat pula, bagi para penerima penghargaan sebagai wujud dari jasa dan kontribusi beliau-beliau dalam mengembangkan dan memajukan kehidupan pers di negeri kita. Selamat pula atas berdirinya Sekolah Jurnalistik Indonesia, yang pertama, di Palembang.

 
Dan juga saya menyambut baik, memberikan penghargaan atas berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam rangkaian Peringatan Hari Pers Nasional ini, termasuk tadi, sebuah ratifikasi oleh perusahaan-perusahaan pers yang berkaitan dengan standar profesi jurnalistik. Saya bangga dan mudah-mudahan ini menjadi model yang bisa kita wartakan ke dunia, bahwa pers Indonesia menata sendiri kehidupannya, nilai-nilainya, norma-normanya, dan standarnya.

 

Ini menunjukan bahwa demokrasi makin mekar, kehidupan pers mendapatkan tempat yang layak dalam kehidupan politik di negeri kita. Termasuk, tentunya Pak Margiono, saya senang bahwa pers telah bersepakat dan ingin mengambil bagian dalam revitalisasi persepakbolaan di Indonesia. Mudah-mudahan dengan semangat yang lahir di Bumi Sriwijaya ini, 10 tahun lagi sepakbola Indonesia berjaya, paling tidak di Asia Tenggara dan kemudian di Asia, siapa tahu kita bisa masuk Piala Dunia, Insya Allah. Semua itu, ini Pak Taufik Kemas tersenyum-senyum beliau, dengan doa tentunya, mudah-mudahan terwujud betul, tim sepakbola yang handal, Insya Allah bisa.

 

Ini semua menunjukan bahwa pers Indonesia tetap aktif dan semakin aktif dalam ikut memajukan kehidupan bangsa. Sekali lagi terima kasih dan penghargaan saya kepada insan pers di seluruh Indonesia.


Hadirin yang saya hormati,


Tema dari Hari Pers Nasional Tahun 2010 ini, tadi disampaikan oleh Pak Margiono adalah "Kemerdekan Pers Dari dan Untuk Rakyat". Kemudian sebagai sub tema yang diwujudkan dalam kegiatan di Palembang ini adalah semacam seminar tentang masa depan pemberantasan korupsi, masalah yang sangat penting untuk kita jalankan di Indonesia ini.

 

Kita tahu, upaya dengan gigih untuk memberantas korupsi tidak selalu mudah, ada perlawanan, ada rintangan, ada kurva C, ada setbacks, dan sebagainya. Itu lumrah dihadapi oleh negara manapun yang ingin membikin negaranya makin bersih, yang ingin terus memberantas korupsi. Tetapi satu hal dengan restu pers Indonesia the show must go on, harus jalan terus.


Yang kedua juga baik, pers mulai mengintip masa depannya dengan terjadinya revolusi informasi, internet misalnya, yang tentu akan berpengaruh dalam kegiatan media massa di Indonesia. Tetapi saya senang, Saudara sudah menemukan jawaban, tidak perlu gamang. Indonesia berbeda dengan Eropa, berbeda dengan Amerika, berbeda dengan Jepang. Indonesia memiliki tiga gelombang peradaban, masih ada masyarakat pertanian, ada masyarakat industri, dan ada masyarakat informasi.

 

Oleh karena itu, menurut keyakinan saya, baik itu media massa cetak, media massa elektronik, maupun media massa yang memasuki dunia maya akan mendapatkan tempat yang tetap baik di negeri kita. Jadi prospeknya akan tetap baik, Insya allah.


Saudara-saudara,

Sambutan saya, saya bagi menjadi dua. Yang Pertama, sesuai dengan permintaan Dewan Pers Nasional dan juga Panitia Hari Pers Nasional 2010 ini, agar saya menyampaikan semacam kuliah perdana kepada para peserta Sekolah Jurnalistik Indonesia, yang saya lihat juga hadir di ruangan ini.

 

Yang kedua, nanti baru saya ingin menitipkan pesan, harapan, dan ajakan kepada insan pers di Indonesia, bagaimana kita semua, termasuk pers, ikut aktif di dalam memajukan kehidupan bangsa kita.

 

Judul dari kuliah perdana adalah "Mengapa Indonesia Harus Berhasil". Itu judulnya, yang dalam bahasa Inggris saya sebut Failure Is Not an Option. Tentu tidak berkaitan dengan segi-segi teknis dan operasional tentang jurnalistik. Saya bukan ahlinya, masih banyak yang lebih ahli dibandingkan saya untuk mengajarkan tentang sisi-sisi itu. Yang ingin saya angkat sebagai kuliah perdana adalah sesuatu yang lebih strategis, yang lebih menjangkau ke depan, yang menjadi kepentingan kita semua.


Saudara-saudara,


Marilah kita mulai dengan bagian pertama. Saya katakan tadi judulnya adalah mengapa Indonesia harus berhasil atau failure is not an option. Saya berangkat dari sebuah tesis, yaitu, kita, bangsa Indonesia, telah lulus dalam mengatasi sejumlah ujian di waktu lalu. Oleh karena itu, kita harus mampu menghadapi tantangan dan ujian baru di masa depan ini, menuju Indonesia yang lebih maju di Abad 21. Pertanyaannya kemudian, ujian seperti apa yang telah mampu diatasi oleh bangsa kita? Katakanlah dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir ini.

 
Ada dua ujian, yang barang kali luput dari pengamatan kita, bahwa bangsa kita bisa mengatasinya. Ujian pertama adalah krisis 1998 dan tahun-tahun setelah itu, termasuk tantangan reformasi yang kita lakukan atau reformasi gelombang pertama. Saudara masih ingat, Indonesia sungguh terancam waktu itu. Bayangkan situasi 1998, 1999, 2000, 2001, barangkali, masih kita rasakan ekornya. Krisis itu membikin ekonomi kita collapse, hampir jatuh, runtuh. Konflik dan ancaman disintegrasi terjadi dimana-mana. Politik sangat tidak stabil, hubungan internasional, buruk.

Oleh karena itu, diramalkan Indonesia akan menjadi failed state, negara yang gagal. Bahkan diramalkan seperti Balkan, pecah tidak tersisa, dan hilang dari politik dunia. Tuhan Maha Besar, kita bersatu, bangsa ini, meskipun dinamis, dan akhirnya kita bisa melampaui masa-masa sulit itu. Yang terjadi bukannya kita bubar, pecah belah, dan collapse, tetapi kita survive sebagai bangsa dan bahkan mencapai sejumlah perubahan yang positif.


Contoh, ekonomi kita kemudian bisa kita pulihkan kembali dengan fundamental yang lebih kuat. Reformasi, yang kita lakukan di segala lini, tetap berjalan, meskipun belum rampung. Demokratisasi, termasuk hadirnya kebebasan pers, kebebasan dan perlindungan pada hak-hak politik warga juga berjalan. Penegakan hukum, termasuk kampanye anti-korupsi, terus bergerak. Keamanan dalam negeri, termasuk keamanan publik, law and order, juga dapat kita jaga.


Kemudian distorsi peran militer, telah dapat kita koreksi, kembali militer menghormati nilai-nilai demokrasi. Sistem pemerintahan yang dahulu sangat sentralistik, sudah berubah menjadi yang desentralistik, dengan format otonomi daerah. Dan kemudian terjadi revival, kebangkitan kembali, bahkan peningkatan, peran Indonesia di dunia internasional. Itu mesti kita syukuri, karena itu karya bangsa sejak tahun 1998 sampai tahun 2008 yang lalu. Sepuluh tahun pertama, kita melaksanakan reformasi, sepuluh tahun pertama, kita berjuang untuk mengatasi krisis. Itu yang saya sebut dengan ujian pertama, ya Alhamdulillah, kita lulus.

Ujian kedua, diam-diam, tahun 2008 dan 2009 yang lalu, Indonesia juga diuji, ketika terjadi serangkaian krisis pada tingkat global. Mulai dari krisis pangan, krisis harga minyak, kemudian krisis keuangan disertai dengan resesi perekonomian dunia. Saudara tahu, resesi perekonomian dunia telah memporakporandakan banyak sekali negara-negara lain, termasuk negara-negara maju. Saya sendiri, saya yakin sebagian dari hadirin sekalian juga merasakan.


Saya menghadiri sejumlah pertemuan puncak yang dihadiri oleh para world leaders, pemimpin dunia. Antara lain, saya laporkan ke hadapan Saudara-saudara semua, ke hadapan rakyat Indonesia, saya mewakili Indonesia dalam berbagai summit, misalkan, tiga kali menghadiri G-20 Summit, satu kali G-8 Summit, satu kali Asia-European Summit, dua kali APEC Summit, tiga kali ASEAN Summit, tiga kali East-Asia Summit, dan dua kali Sidang PBB.


Mengapa saya ceritakan itu, di situlah saya bertemu dengan para pemimpin dunia, yang saya tahu, semuanya panik, cemas, dan bahkan banyak yang tidak siap. Kalau dulu, krisis adalah krisis Asia, negara Barat memberikan ceramah. Kali ini, negara-negara Barat menghadapi persoalan yang luar biasa, bahkan sebagian dari negara berkembang, emerging economies, termasuk Indonesia, dalam posisi yang lebih baik.

 

Apa maknanya Saudara-saudara?

 

Sesungguhnya kita juga telah lulus di dalam menghadapi ujian itu, dalam arti meminimalkan dampak krisis perekonomian global itu. Apa yang kita rasakan? Secara domestik, kita tidak merasakan seperti 10, 11 tahun yang lalu. Dunia juga menilai kita dianggap kompeten, karena pertumbuhan kita tetap positif, setelah Tiongkok dan India.


Pertanyaan kemudian adalah mengapa? Alhamdulillah, kita pun bisa lulus dalam ujian yang kedua ini. Jawabannya, reformasi yang kita jalankan sejak tahun 1999, hasilnya mulai kelihatan. Kita bisa memetik pelajaran yang terjadi pada krisis 10 tahun yang lalu untuk tidak kita ulangi, sehingga kita bisa bersatu dan bersama-sama kemarin, merespon, mengantisipasi dengan sejumlah langkah, tindakan dan kebijakan yang tepat dan cepat. Kesimpulannya, kita lebih siap dan kita lebih tahan, resilient kita meningkat.


Saudara-saudara,

Sekarang kembali kepada tesis saya. Setelah kita lulus pada ujian pertama dan ujian kedua, kita harus lulus ujian berikutnya lagi, yang saya wujudkan dalam "kita harus sukses dalam pembangunan 5 tahun mendatang, 2010-2014". Untuk memberikan landasan, memberikan jalan, memberikan pintu bagi pemerintahan berikutnya lagi, pemimpin-pemimpin baru Indonesia nanti untuk terus bergerak maju menuju yang kita dambakan, Indonesia yang maju, bermartabat, dan sejahtera di abad ke 21 ini.

 

Berbicara pembangunan 5 tahun mendatang, apa yang ingin saya sampaikan? Singkatnya ada 3 pilar, ada agenda utama yang harus kita sukseskan. Pertama, kita ingin meningkatkan pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat, economy for prosperity. Inilah hakekat development. Mari kita sukseskan bersama-sama, pusat, daerah, sektoral, regional.


Yang kedua, kita ingin 5 tahun mendatang demokrasi makin mapan, more consolidated, and more nurtured, demokrasi yang tentu membawa manfaat langsung bagi masyarakat. Ini juga pekerjaan rumah bersama.

 

Dan yang ketiga, pilarnya adalah kita ingin keadilan makin tegak. Keadilan dalam arti beyond law,

Dengan demikian, pembangunan kita adalah pembangunan untuk semua, development for all.
lebih dari sekedar penegakan hukum, tetapi sudah masuk keadilan sosial, keadilan yang hakiki, untuk memastikan semua warga negara ikut menikmati hasil pembangunan. Tidak ada diskriminasi, ada persamaan kesempatan, yang lemah dibantu, yang kuat membantu dalam suatu kesetiakawanan sosial. Pertumbuhan kita adalah pertumbuhan yang inklusif, adil, dan merata. Tiga pilar itulah yang menjadi tugas sejarah, setelah kita berhasil mengatasi ujian pertama dan kedua.

 

Sekarang, apakah 5 tahun mendatang tidak ada lagi krisis, tidak ada shocks, tidak ada discontinuities, sebagaimana yang terjadi 10 tahun yang lalu atau 2 tahun yang lalu. Kita tidak tahu. Tetapi senantiasa kita harus siap, harus antisipatif dan proaktif, dan pada saatnya manakala terjadi krisis baru, respon kita harus juga tetap.

Saudara-saudara,


Jangan lupa, ketika kita membangun negeri ini, katakanlah lima tahun mendatang, sebagaimana yang saya sampaikan tadi, dunia ini tidak statis, tidak vakum, dunia juga berubah. Kita membangun negeri kita dalam lingkungan global yang juga berubah dan berkembang. Kita tahu tatanan dunia telah berubah, dulu pernah ada dunia dua kutub, bipolar, Barat-Timur, kapitalis-komunis.


Setelah perang dingin selesai seolah-olah hanya satu polar, Amerika Serikat sebagai adikuasa. Berubah lagi sekarang, konon dalam mencari bentuknya yang baru, new global architecture, new global order, sekarang ditengarai, bahwa seperti kita kembali pada dunia abad pertengahan, yaitu dunia multi-polar, multi-kutub, ada Eropa, ada Amerika, ada Asia, ada emerging economies, dan sebagainya. Nah, di situ ketika kita berjuang sekuat tenaga untuk membangun negeri kita lima tahun mendatang, kita harus tahu what's going on pada tingkat global. Berangkat dari tatanan baru itu, paling tidak ada sejumlah fenomena, realitas yang punya dampak pada negeri kita.


Pertama, keamanan dunia masih akan penuh dengan tantangan, international peace and security,clash of civilization, benturan peradaban, terutama antara Barat dengan Islam. Itu harus siap-siap kita kelola dan kita hadapi.
Timur Tengah misalnya, dan dampaknya pada belahan yang lain. Yang kedua, meskipun kita tidak setuju dengan tesis Huntington, masih ada bayang-bayang


Yang ketiga, sumber konflik dulu ideologi. Sekarang, barangkali, waspadai sumber konflik, karena perebutan energi, pangan, dan air yang akan makin langka, karena 6,6 milyar manusia memerlukan sumber-sumber pangan, energi, dan air. Yang berikutnya lagi, jangan diabaikan epidemi, communicable diseases, yang bisa mengancam masyarakat dunia, termasuk ekonominya. Dan yang terakhir, perubahan iklim, pemanasan global.


Itulah 6 issues, 6 tantangan, 6 permasalahan yang kita hadapi. Oleh karena itu, sekali lagi, karena kita tidak tahu persis apakah terjadi krisis lagi 5 tahun mendatang, maka jawaban yang cerdas adalah mari kita satukan potensi nasional kita, sumber daya yang kita miliki: alam, manusia, teknologi, hasil pembangunan, dan sebagainya, energi bangsa ini kita satukan.


Mari kita jalankan paradigma kebijakan dan strategi pembangunan yang baru sebagai koreksi dari apa yang terjadi di waktu yang lalu. Pembangunan yang lebih inklusif, yang dirasakan oleh semua, dari hulu sampai hilir, regional dan sektoral. Mari kita jaga lingkungan dalam negeri yang kondusif untuk itu, politik yang stabil, demokrasi harus hidup, kebebasan harus hidup. Tapi tidak boleh negara terguncang terus, kita kelola. Itulah demokrasi yang consolidated, hukum tegak, situasi sosial baik, semangat untuk membangun bangsa baik, dan sebagainya. Jadi lingkungan dalam negeri yang kondusif itulah satu-satunya jalan untuk bikin 5 tahun lagi kita lebih baik. Dan itu juga starting point
untuk 5 tahun berikutnya lagi, 5 tahun barikutnya lagi.


Saudara-saudara,

Itulah satu-satunya jalan menuju sukses, tidak akan datang dari langit, membangun bangsa tidak boleh untung-untungan, tidak boleh gambling, tidak boleh mengadu nasib, terserah bagaimana. Doa pada Allah jelas, tapi disertai dengan ikhtiar. Dari semuanya itu, menutup dari kuliah perdana saya, seruan kepada seluruh rakyat Indonesia dan insan pers, Insya Allah kita bisa, Indonesia bisa mencapai semuanya itu.

Mengapa? Modal kita makin kuat, pengalaman kita makin banyak, dan momentum ada. Ketika kita lulus ujian pertama dan kedua, timbul semangat, timbul spirit, timbul keyakinan diri, bahwa kita bisa. Negara lain bisa mengapa Indonesia tidak bisa. Oleh karena itu, judulnya tetap, para siswa Sekolah Jurnalistik Indonesia, catat ini kuliah pardana dari seseorang yang mencintai pers, judulnya adalah "Indonesia Harus Berhasil, Failure Is Not an Option".

 

Hadirin sekalian yang saya muliakan,


Bagian kedua, bagian terakhir adalah pesan, harapan, dan ajakan saya kepada pers nasional. Yang pertama, saya berharap pers berkontribusi untuk mencapai sukses negara kita 5 tahun mendatang, sebagaimana yang menjadi kandungan dari kuliah perdana tadi. Saudara bisa berbuat banyak untuk itu.


Yang kedua, karena hampir saya datang setiap Hari Pers Nasional, kecuali absen satu kali di Samarinda. Pak Tarman Azzam, saya absen sekali, tapi yang lainnya datang, mulai dari Pekanbaru, kemudian Bandung, kemudian Semarang, kemudian Jakarta, dan sekarang di Palembang. Dalam interaksi waktu itu, diskusi kita, mengait pada hal-hal penting. Saya ingatkan kembali seperti saya berkali-kali mengucapkan terima kasih pada pers, karena Saudara ikut mengembangkan demokrasi kita.


Saya berpesan berkali-kali, tugas kita adalah menjaga keseimbangan antara kebebasan dengan kepatuhan pada pranata: pranata hukum, pranata sosial, freedom and rules of law. Saya mengatakan, baik kalau pers melaksanakan self sensoring, tidak perlu pemerintah mensensor, pers sendiri. Contoh ratifikasi adalah bagian dari prinsip self sensoring tadi. Kita juga ingin liputan pers itu balance, cover both sides. Mengkritik Gubernur A, berikan kesempatan sang Gubernur untuk menjelaskan. Rakyat akan mengetahui sebab akibat, duduk perkaranya, dengan demikian terjadi keadilan karena cover both sides, dan kemudian balance.

Ada teori batas kepatutan, pers sendiri, Dewan Pers sendiri, yang bisa menentukan mana yang masih dalam batas kepatutan dan mana yang menyeberang dari batas itu. Ada istilah, bahasa menunjukan bangsa. Silahkan diaplikasikan dalam kehidupan pers. Ada istilah positive journalism and constructive journalism, silahkan. Semua itu adalah harapan pers sendiri, harapan rakyat, harapan kita semua. Oleh karena itu, silahkan dianut dan diimplementasikan dalam kehidupan pers. Itu yang kita bicarakan setiap Hari Pers Nasional.

 

Kali ini saya tambahkan dua pesan. Ini Pesan Palembang, karena saya tahu ada Deklarasi Palembang, ini Pesan Palembang. Demokrasi yang sedang mekar dan berkembang di negara kita ini adalah jalan panjang, satu proses yang disertai dengan perjuangan yang luar biasa, termasuk perjuangan pers dari suasana yang otoritarian menjadi suasana yang demokratis. Tetapi ingat, demokrasi yang kita tuju adalah people centered democracy, demokrasi yang betul-betul bertumpu, berorientasi dari dan untuk rakyat, bukan state centered democracy.

Di banyak negara, ada fenomena yang disebut dengan media centered democracy. Ahli komunikasi politik mengatakan, kalau itu menjadi masa baru dalam demokrasi, itu juga bisa merintangi. Kita tentu meninggalkan era otoritarian, kita tidak memilih state centered democracy. Kita juga sadar tidak menuju ke media centered democracy, tetapi yang kita tuju adalah people centered democracy,
peran pers menuju ke situ.


Oleh karena itu, ini harapan saya pertama sebagai Kepala Negara, teruslah memainkan peran yang tepat, dengan demikian semua akhirnya bermuara pada terbangunnya people centered democracy.


Pesan yang kedua adalah pers sekarang ini menjadi salah satu elemen yang powerful di Indonesia. Powerful element di Indonesia, ada power. Oleh karena itu, pesan dan harapan saya, sejatinya juga harapan kita semua, pastikan bahwa power, kekuasaan dan kekuatan itu digunakan secara tepat dan konstruktif. The exercise of power.


Pers justru bisa memilih sekarang, bisa memilih, bisa menentukan, bisa membatasi, dalam keadaan apa power yang surplus itu digunakan dengan baik. Dan ini saya kira momentum yang paling baik, momentum sejarah bagi insan pers di Indonesia untuk betul-betul didayagunakan luxury atau power
untuk betul-betul bisa digunakan untuk kepentingan rakyat kita.


Sesuai dengan tema Hari Pers Nasional, Kemerdekaan Pers dari Rakyat dan untuk Rakyat, di waktu yang lalu, Presiden, eksekutif, mengalami surplus power, karena tatanan. Dalam perkembangannya Undang-Undang Dasar sudah dilakukan amandemen 4 kali, kekuasaan Presiden sudah dirampingkan, ada yang mengatakan dilucuti karena harus meminta pertimbangan DPR, persetujuan DPR, persetujuan Mahkamah Agung, atau diambil dari tangan Presiden. Saya kira itu baik dalam rangka checks and balances. Nah, kemudian kekuasaan yang ada di banyak lembaga, tolong bisa digunakan dengan baik karena ada pepatah kita semua setuju, power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely.


Saya yakin demokrasi kita menuju ke keseimbangan yang baru, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, akan ada dalam mekanisme checks and balances. Negara, masyarakat, termasuk civil society,checks and balances, dalam rangka kontrol rakyat terhadap kekuasaan. Itu semua menjadi pekerjaan rumah bersama. Dengan optimisme, marilah kita bangun negeri kita ini, marilah kita tata semuanya itu, agar membawa manfaat yang sebesar-besarnya kepada rakyat.
termasuk pers, juga berada dalam situasi


Saudara-saudara, itulah dua bagian dari sambutan saya, tadi semua berpantun.


Burung kedasih dari Pagar Alam hinggap ke Sekayu;

Terima kasih para wartawan, thank you.


Sekian, terima kasih.

 

Wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

 

 

 

Biro Naskah dan Penerjemahan,

Deputi Mensesneg Bidang Dukungan Kebijakan,

Sekretariat Negara RI