Sambutan Presiden, Sosialisasi Kebijakan Amnesti Pajak, Medan, 21 Juli 2016

 
bagikan berita ke :

Kamis, 21 Juli 2016
Di baca 1168 kali

TRANSKRIP

SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOSIALISASI KEBIJAKAN AMNESTI PAJAK (TAX AMNESTY)

MEDAN, SUMATERA UTARA

21 JULI 2016

 

 

 

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,

Selamat sore,

Salam sejahtera bagi kita semuanya,

 

Bapak-Ibu, Saudara-saudara sekalian, Hadirin yang saya muliakan,

 

Semua negara sekarang ini baru tertekan oleh ekonomi global. Semua negara terkena dampak penurunan ekonomi dunia.

 

Semuanya sekarang berkompetisi. Semua sekarang bersaing untuk mendatangkan investasi yang sebesar-besarnya bagi negaranya. Semuanya berlomba-lomba, bersaing untuk mendatangkan arus uang masuk ke negaranya. Semuanya sekarang bersaing seperti itu.

 

Padahal kita memiliki uang-uang itu. Bukan uangnya siapa-siapa, melainkan uang kita, uang Bapak-Ibu dan Saudara-saudara semuanya. Ada yang ditaruh di bawah bantal, saya tahu. Ada yang ditaruh di Swiss. Ada yang ditaruh di BVI. Ada yang ditaruh di Hong Kong. Ada yang ditaruh di Singapura.

 

Daftarnya ada di kantong saya. Dapatnya dari mana? Ya dari internasional, tapi enggak usah saya beritahu. Dari institusi apa, enggak usah saya beri tahu. 

 

Kemudian, Bapak-Ibu semuanya, saya ingin kita ini sadar, sadar bareng-bareng bahwa pertarungan sekarang ini antarnegara, kompetisinya antarnegara dalam memperebutkan uang-uang tadi, investasi tadi.

 

Bapak-Ibu, Saudara-saudara semuanya pengusaha. Saya juga mantan pengusaha, eksportir, importir. Saya tahu transfer pricing itu seperti apa, ngerti. Saya tahu tapi enggak usah saya ungkap. Biar yang tahu pengusaha saja.

 

Kita hidup dan makan di Indonesia. Kita bertempat tinggal di Indonesia, ya kan? Kita juga, dengan kemudahan-kemudahan pemerintah, mencari rezeki juga di Indonesia. Kok ada uang yang ditempatkan di luar negeri?

 

Enggak apa-apa, sebetulnya enggak apa-apa. Dalam bisnis, hal seperti itu tidak apa-apa. Tetapi, saat sekarang ini negara membutuhkan, negara membutuhkan partisipasi dari Bapak-Ibu dan Saudara-saudara semuanya.

 

Kita carikan payung hukumnya. Dan payung hukumnya bukan perpres. Itu terlalu... nanti ada yang mempermasalahkan. Payung hukumnya jelas Undang-Undang Tax Amnesty, Undang-Undang Amnesti Pajak. Payung hukumnya jelas.


Dan pada kesempatan yang baik ini, saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh Komisi XI. Yang sekarang hadir sembilan orang. Beliau-beliau inilah yang memberikan persetujuan, dan dengan kecepatan yang sangat cepat, menyelesaikan Undang-Undang Tax Amnesty ini. Ini patut dihargai karena kita berkejar-kejaran, bersaing dengan negara-negara yang lain.

 

Begitu momentumnya hilang, ya sudah hilang. Enggak tahu akan kapan lagi kita bisa menarik uang-uang itu. Kesempatannya sekarang. Momentumnya sekarang. Saya kemarin khawatir. Begitu lepas Juli, cara mengelolanya sudah sangat sulit sekali.

 

Oleh sebab itu, sekali lagi, payung hukum yang sangat kuat ini mari kita pergunakan bersama-sama.

 

Amnesti pajak itu apa sih? Banyak yang bertanya.

 

Amnesti pajak itu adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang. Itu yang pertama.

 

Yang kedua, dengan amnesti pajak, nanti bisa dilakukan pembebasan sanksi administrasi. Ini hanya urusan pajak. Jadi, kalau ada orang yang mengatakan, “Ke mana-mana,” keliru besar. Ini hanya urusan pajak.

 

Yang ketiga, pembebasan sanksi pidana perpajakan. Juga pidana perpajakan diberikan amnestinya, diberi amnesti pajaknya. Kemudian penghentian proses pemeriksaan dan penyidikan tindak pidana perpajakan.

 

Itu amnesti pajak. Supaya tidak diartikan yang lain-lain.

 

Kemudian yang kedua, syaratnya apa sih? Syarat mengikuti amnesti pajak ini apa? Gampang. Kalau kita punya uang di bawah bantal yang dulu belum dilaporkan, ya dilaporkan. Kan gampang kan? Kalau punya dua triliun, ya laporkan dua triliun. Di bawah bantal dua triliun, bantalnya gede banget berarti. Atau punya simpanan di luar negeri, punya seratus miliar, ya disampaikan. Mumpung, sekali lagi mumpung ada Undang-Undang Tax Amnesty yang memayungi.

 

Kemudian, kalau Bapak-Ibu mempunyai aset di luar, kalau asetnya gedung, ya silakan di-declare, disampaikan bahwa “Saya punya dua apartemen di Singapura.” Sampaikan di dalam formulir nantinya. Atau “Saya punya deposito di BVI, di Hong Kong,” misalnya, “Punya 500 miliar.” Ya disampaikan.

 

Kemudian, yang ikut amnesti pajak ini memang tidak sedang berperkara dan menjalani hukuman pidana perpajakan. Memang yang ini tidak boleh.

 

Kalau sudah tadi mendeklarasikan, punya aset, punya uang, kemudian membayar tebusan.

 

Uang tebusannya juga sangat rendah sekali. Kenapa seperti itu? Yang kita inginkan adalah agar uang ini masuk, agar uang ini masuk.  Dipakai untuk apa? Ya dipakai untuk pembangunan negara kita.

 

Kalau belum bisa diinvestasikan langsung, bisa ditaruh dulu misalnya di surat berharga negara, dalam bentuk SUN atau Sukuk. Bisa dibelikan—nanti Bu Menteri BUMN akan menyampaikan—dibelikan obligasi BUMN, Sukuk BUMN, saham BUMN, reksadana BUMN, dan juga bond, misalnya infrasructure bond. Bisa dibeli untuk itu.

 

Sementara perbankan, saya kira perbankan semuanya siap. Ada berapa bank, Pak Menteri? Banknya berapa? Delapan belas ya? Ada 18 bank juga yang bisa menerima dan menampung dana-dana tersebut dalam bentuk deposito, tabungan, dan giro.

 

Dan kalau di swasta, ya bisa diinvestasikan langsung, atau beli sukuknya, obligasinya, di pasar modal, dan mungkin di industri keuangan nonkbank, di asuransi, di produk-produk dana pensiun, dan lain-lainnya.

 

Yang kita inginkan adalah, Bapak-Ibu semuanya, kita sekarang ini kan baru membangun infrastruktur. Kalau sudah ditaruh di tadi, instrumen investasi portofolio, diam dulu. Kalau mau ikut langsung kepada investasi-investasi langsung, ya silakan. Bisa aja gabung dengan BUMN untuk membangun misalnya pelabuhan, airport, bisa jalan tol, bisa pembangkit listrik.

 

Pembangkit listrik kan banyak. Yang pakai batu bara ada. Yang hidro ada. Yang geotermal ada. Yang gas ada. Semuanya ada karena kita sekarang ini sedang membutuhkan. Dan yang dibutuhkan dalam lima tahun ke depan 35.000 megawatt, bukan sedikit.

 

Dan saya informasikan sekalian. Kuala Tanjung yang ada di Sumatera Utara ini kita harapkan 2017 sudah bisa diselesaikan. Ini akan menjadi hub logistik Indonesia bagian barat. Dan ekspor ke mana-mana bisa langsung dari Kuala Tanjung karena fasilitasnya semuanya akan dikompletkan. Saya targetkan kepada Ibu Menteri BUMN: 2017 harus selesai.

 

Bagaimana caranya? Ya kerja pagi, siang, malam, pagi, siang, malam, tiga shift kalau mau rampung seperti itu.

 

Nanti mungkin bisa kerja sama baik dengan swasta. Dan saya minta perusahaan-perusahaan multinasional yang sudah mempunyai pengalaman juga diajak ikut gabung. Dubai Port diajak ikut gabung. Rotterdam Port diajak gabung. Supaya apa? Jaringan dunia ini juga kita bisa kuasai lewat mereka.

 

Artinya apa? Dalam lima tahun ini, negara membutuhkan uang yang tidak sedikit. Untuk infrastruktur saja, negara butuh 4.900 triliun. Dari APBN, hanya bisa disediakan selama lima tahun 1.500 triliun. Artinya masih kurang 3.400 triliun.

 

Dari mana uangnya? Dari mana? Dari Bapak-Ibu semuanya. Dikumpul-kumpulkan, kumpul-kumpulkan sehingga bisa kita pakai, infrastruktur kita rampung.

 

Kalau infrastruktur itu rampung, pertarungannya baru bisa kita mulai. Pasti nanti biaya logistik, logistic cost pasti jatuh, lebih murah. Biaya transportasi, transportation cost pasti juga jauh lebih murah.

 

Harga-harga, cost untuk logistik, cost untuk transportasi Indonesia, dibanding Singapura, dibanding Malaysia, 2,5 kali lipat karena infrastruktur kita belum siap. Dalam bersaing, kalau infrastruktur itu belum siap, ya bisa ditinggal kita.

 

Momentumnya ya sekarang ini. Oleh sebab itu, sekali lagi saya mengajak Bapak-Ibu dan Saudara-saudara untuk ikut berpartisipasi dalam amnesti pajak ini.

 

Tidak ada yang yang rugi karena, kalau masuk ke investasi, pasti kan ada untungnya. Sudahlah bandingkan. Kalau naruh di luar, dapat bunga berapa sih? Kalau kita investasikan di sini, dapat untung berapa sih? Bandingkan sudah. Sekarang kita blak-blakan saja. Saya juga tahu kok untungnya berapa. Saya juga ngerti.

 

Ini yang kita inginkan. Jadi tadi pelabuhan, jalan tol yang sekarang ini baru dimulai Lampung menuju ke Aceh, pembangkit listrik, transportasi massal di dalam kota, MRT, LRT, semuanya yang kita mulai ini butuh uang.

 

Kemudian investasi jangka menengah, jangka panjang, saya kira Bapak-Ibu dan Saudara-saudara semuanya bisa masuk, membangun kawasan-kawasan industri.

 

Kita butuh membuka lapangan pekerjaan. Kalau infrastruktur tadi dikerjakan, membuka lapangan pekerjaan.

 

Kalau industri manufaktur dibuka, juga akan membuka lapangan pekerjaan.

 

Bisa industri garmen dimasuki. Kita masih bisa bersaing di situ.

 

Otomotif juga bisa.

 

Kemudian industri perikanan, silakan masuk di sini. Kesempatannya sangat besar sekali di sini karena, dalam dua tahun ini, 7.000 kapal-kapal ilegal, kapal asing semuanya dikejar oleh Menteri Susi. Kapal-kapal itu tidak bisa sekarang mencari ikan. Siapa yang mencari? Harus kita sendiri. Buat industri cold storage. Buat industri pengalengan ikan.

 

Ini kesempatan. Ini peluang. Ini opportunity yang bisa dimasuki investasi-investasi langsung.

 

Kemudian juga yang berkaitan dengan pertanian. Yang lain-lain sebenarnya masih banyak. Pertanian coba lihat.

 

Konsumsi gula kita, konsumsi gula itu 5,8 ton. Produksi baru 2,6 juta ton sehingga impornya masih gede sekali: 3,5 juta ton. Impor gula kita 3,5 juta ton sehingga sekali lagi peluang lagi. Bikin pabrik gula. Bikin perkebunan tebu.

 

Kedua, jagung. Kebutuhan jagung kita 22,6 juta ton. Produksinya baru 19,6. Masih impor 3,2 juta ton. Silakan uang itu tanam jagung sehingga kita tidak usah impor lagi, neraca kita akan menjadi lebih baik, neraca perdagangan kita.

 

Tanah kita ditanami apa saja bisa. Lha kok gula harus impor? Saya kadang-kadang, “Gula impor. Jagung impor.” Berpuluh-puluh tahun kita. Daging impor.

 

Yang keliru siapa? Kita semuanya. Ini harus mulai dikurangi, dikurangi, dan dihentikan.

 

Ada yang ingin ternak sapi. Disiapkan itu ada 1 juta lebih, 1 juta hektare lebih di NTB, di NTT. Kalau mau, tunjuk jari. Silakan. Enggak ada?

 

Kita kurang. Bayangkan coba. Daging harganya Rp 120.000. Saya cek di Singapura, di Malaysia, harganya berapa? Enam puluhan lebih sedikit. Kalau kerbau hanya Rp 52.000. Sapi 60.000 lebih sedikit. Lha kok kita malah Rp 120.000 coba? Saya suruh turun Rp 80.000 saja sulit. Tapi, kalau Bapak-Ibu semuanya investasi di situ, lha itulah peluangnya.

 

Kita butuh waktu mungkin bisa swasembada itu, hitungan kita hampir sembilan tahun baru bisa. Sementara ya impor. Supaya apa? Sapi-sapi betina kita yang ada ini tidak disembelih semuanya nanti karena harganya tinggi kan. Sembelih, jual daging, sembelih, wah bisa habis kita nanti.

 

Yang ketiga, juga yang berkaitan dengan industri pariwisata. Kita telah tetapkan ada sepuluh destinasi baru, destinasi wisata baru. Yang dekat di sini silakan, di Danau Toba. Sudah disiapkan 400 hektare kalau mau investasi di situ. Kita kerjakan habis Danau Toba, Pulau Komodo, Mandalika di NTB, Borobudur, Wakatobi, Morotai, Tanjung Lesung, Bromo-Tengger.

 

Ini kesempatan kita karena sebetulnya kita punya potensi besar di situ. Tapi tidak pernah dipromosikan, poduknya tidak pernah dikemas dengan baik, budayanya tidak pernah disiapkan dengan baik sehingga tidak dikenal.

 

Dua bulan yang lalu waktu kita ke Toba, saya perintah ke Menteri BUMN. Saya minta ada penerbangan langsung ke Airport Silangit. Sudahlah, seminggu tiga kali juga tidak apa-apa.

 

Begitu flight seminggu tiga kali, sebulan setelah itu semuanya masuk. Sriwijaya masuk. Lion masuk.

 

Artinya apa? Ini kan hanya keberanian untuk memulainya saja. Begitu ada yang memulai, “Lo kok penuh? Lo kok setiap hari penuh?” Semuanya terbang ke sana.

 

Ini hanya seperti itu. Problem kita hanya seperti itu. Nah nanti kalau ada investasi satu di sana, semuanya pasti masuk. Ini hanya keberanian memulai.

 

Kemudian juga yang berkaitan dengan industri properti—ini supaya kita tahu semuanya—ini Pak Menteri Keuangan juga sudah saya perintah untuk menggodog usulan kemarin dari REI Jawa Timur, untuk bisa menurunkan atau menghilangkan batas bawah yang kena PPn sehingga nanti rumah-rumah yang murah itu bisa dikerjakan dengan cepat.

 

Kita kekurangan rumah. Kebutuhan rumah untuk 2016, kita masih butuh 13 juta rumah. Ini kan peluang, 13 juta. Tapi memang yang tengah ke bawah.

 

Jadi nanti, kalau itu diakomodir yang tadi oleh Menteri Keuangan, ini baru dikalkulasi. Oleh karena itu, ini juga peluang yang sangat besar.

 

Selanjutnya, ini juga banyak yang bertanya mengenai kerahasiaan data, “Bapak, kalau saya ikut tax amnesty, nanti data saya disebar ke mana-mana.” Tidak! Bahwa data tax amnesty ini tidak bisa dijadikan dasar untuk penyelidikan, penyidikan, dan juga penuntutan pidana. Tidak bisa. Ini payung hukumnya ada lo. Undang-undangnya ada.

 

Dan yang kedua, tidak dapat diminta. Tidak dapat diminta, tidak dapat diminta oleh siapa pun, tidak dapat diminta oleh siapa pun, dan tidak diberikan kepada siapa pun. Ini payung hukumnya jelas.

 

Dan hati-hati, yang petugas pajak ini, hati-hati. Kalau membocorkan, bisa kena pidana maksimal lima tahun, lima tahun, lima tahun. Jadi tidak usah ragu. Ada yang ragu, “Wah, Pak, bagaimana?” Kena lima tahun.

 

Tadi sudah saya sampaikan. Kalau dana itu masuk ke negara kita, ke Indonesia, untuk apa? Tadi sudah saya bercerita banyak, untuk infrastruktur, untuk industri, untuk manufaktur.

 

Selain itu juga, nanti dana itu bisa masuk dalam penerimaan negara, dan bisa kita pakai untuk rakyat kita, untuk Dana Desa, untuk pelayanan kesehatan, untuk pelayanan pendidikan. Yang basic, dasar itu yang ingin kita dahulukan dari penerimaan pajaknya.

 

Manfaat bagi perekonomian nasional sangat besar sekali. Yang pasti, yang pertama, pasti akan terjadi penguatan nilai tukar rupiah. Nanti Bapak-Ibu bisa bertanya kepada Pak Gubernur BI. Beliau hadir. Pasti akan terjadi penguatan nilai tukar rupiah.

 

Tapi juga jangan kuat-kuat. Kalau rupiah terlalu kuat, nanti juga barang kita, produk kita tidak bisa kompetitif.

 

Tapi Pak Gubernur BI sudah jagonyalah ngatur-ngatur seperti itu. Kalau ada yang bertanya, silakan kepada beliau.

 

Yang pertama, penguatan nilai tukar rupiah.

 

Yang kedua, memperkuat cadangan devisa kita. Cadangan devisa kita pasti akan bertambah kalau arus uang masuk ini banyak.

 

Ini baru satu bulan sudah naik berapa, Pak Gub? Enam ya, Pak Gub? US$ 6 miliar sudah. Itu tax amnesty-nya belum mulai, baru akan mulai, sudah tambah US$ 6 miliar, 70-an triliun. Gede juga kan? Apalagi kalau ini nanti berbondong-bondong masuk.

 

Kemarin waktu kita di Surabaya, yang kita undang 2.000. Yang datang 2.700. Di sini juga saya suruh undang 2.000. Katanya, “Pak, ini kurang. Ini harus ditambah lagi, Pak, 3.000.” “Kalau memang kurang, tambah lagi 3.000 enggak apa-apa.” Tambah lagi 3.000.

 

Saya dengar lagi. “Pak, masih kurang. Ini tambah lagi 500, Pak.” Tambah lagi 500.

 

Katanya di luar masih ada 200 orang yang juga di ruangan yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa keinginan partisipasi warga negara Indonesia kepada negaranya ini kelihatan di sini.

 

Akibatnya apa? Ya sekarang kelihatan indeks harga saham gabungan kita naik, naik, naik karena sentimen positif dari hadirnya Saudara-saudara semuanya dalam sosialisasi amnesti pajak ini. Itu sudah memberikan sinyal positif. Apalagi kalau nanti uangnya berbondong-bondong.

 

Dan yang ini perlu saya tekankan bahwa amnesti pajak ini bukan untuk yang besar-besar saja, yang punya uang di luar, yang punya aset di luar negeri, bukan. Ini untuk seluruh masyarakat. Yang belum punya NPWP silakan langsung cari NPWP. Diampuni  sudah. Ini kesempatan. UMKM yang omzetnya di bawah 4,8 miliar juga bisa ikut amnesti pajak. Hanya kena 0,5%, setengah persen.

 

Cepat ikut. Jangan telat. Ini adalah kesempatan akhir. Ini perlu saya sampaikan. Setelah ini tidak mungkin ada tax amnesty lagi.

 

Kita pernah ada tax amnesty tahun 1964. Gagal karena ada G30S. Tahun 1984, ada lagi. Juga tidak berhasil karena waktu itu uang melimpah dari kayu, dari minyak sehingga tidak dikerjakan serius, juga gagal. Negara lain yang gagal juga banyak.

 

Tapi yang berhasil juga banyak. Dan saya ingin amnesti pajak, tax amnesty sekarang ini berhasil, berhasil.

 

Dan pelaksanaannya akan saya awasi sendiri. Saya bentuk task force, bentuk satuan tugas sendiri. Pak Menteri Keuangan punya, ya enggak apa-apa. Saya punya sendiri. Saya mau awasi sendiri pelaksanaannya lewat intelijen dan lewat BPKP sudah.

 

Siapa? Enggak usah saya sebutkan. Intelijen kok disebutkan. Ngerti semua nanti.

 

Sudah itu saja. Jadi enggak usah ada rasa khawatir.

 

Ada pertanyaan lagi, “Pak, ini kan undang-undangnya digugat di MK?” Ya enggak apa-apa. Ini demokrasi kita kan seperti itu. Undang-undang apa sih yang enggak digugat di Indonesia?

 

Tenang saja, Bapak-Ibu semuanya. Kita, pemerintah, kementerian ini akan all out, menyiapkan tim, menjelaskan bahwa tax amnesty ini adalah untuk kepentingan besar negara kita, bukan untuk menterinya, bukan untuk Presidennya, bukan, melainkan untuk kepentingan negara, untuk kepentingan bangsa. Jadi kita akan all out.

 

Tapi yang ikut sekarang, minggu-minggu ini—kan di MK belum mulai ya, Pak?—jadi kalau yang ikut sekarang itu, segera lebih baik. Iya karena itu berlakunya tidak mundur.

 

Tapi, ya saya kira Bapak-Ibu semuanya juga, ya undang-undang di Indonesia digugat sudah biasa. Yang penting tim kita, tim pemerintah all out menyiapkan agar kita bisa menjelaskan untuk kepentingan apa sih tax amnesty ini.

 

Kemudian ini momentum. Jadi, nanti tahun 2018 akan ada keterbukaan informasi internasional. Jadi, Bapak-Ibu punya uang di Swiss, kita ngerti nanti berapa pun karena memang ada keterbukaan nanti antarnegara. Punya uang simpanan, deposito di Hong Kong, di Singapura, kita ngerti meskipun sekarang saya juga tahu. Tapi nanti betul-betul akan terbuka.

 

Jadi, ini kesempatan, dan tax amnesty ini adalah kesempatan terakhir. Nanti sudah ada keterbukaan, untuk apa tax amnesty nanti? Enggak ada. Jadi, ini adalah kesempatan terakhir.

 

Dan yang kedua, ini momentumnya juga pas karena ada dukungan politik, sosial politik, baik dari DPR, baik dari partai. Semua memberikan dukungan.

 

Yang ketiga, dukungan dari penegak hukum juga total. Sudah tanda tangan semuanya. Jaksa Agung, Ketua PPATK, Pak Kapolri—yang tanda tangan dulu Pak Kapolri sebelum Pak Tito—sudah tanda tangan semuanya.

 

Ini supaya meyakinkan Saudara-saudara semuanya bahwa Kapolri yang baru juga mendukung, beliau sekarang hadir. Berdiri, Pak Tito. Biar yakin. Nanti ada yang mikir, ada yang mikir lagi,”Wah, nanti Kapolri yang baru beda.” Ya sama.

 

Saya kira itu, Bapak-Ibu, Hadirin sekalian yang saya hormati. Sekali lagi saya mengajak Saudara-saudara semuanya untuk berpartisipasi dalam rangka pembangunan negara kita, dan momentumnya adalah sekarang.

 

Saya tutup. Terima kasih.

 

Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

*****

Biro Pers, Media dan Informas

Sekretariat Presiden