Sudi Silalahi di Mata SBY: Pekerja Keras, Relijius, dan Setia

 
bagikan berita ke :

Senin, 18 Juli 2011
Di baca 3929 kali

Sebagian orang mungkin akan berpikir macam-macam soal pemberian Kata Pengantar dari SBY, namun SBY menegaskan bahwa pengantar tersebut hanyalah gambaran persahabatan SBY dengan Sudi Silalahi yang memang sudah terjalin erat sejak keduanya masih menjadi taruna.

Berikut Kata Pengantar dari SBY secara lengkap yang dimuat dalam Buku “Jenderal Batak dari Tanah Jawa”:          

"PEKERJA KERAS, RELIJIUS DAN SETIA"

Pengantar
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono


Pertama kali saya mengenal sosok Sudi Silalahi adalah ketika saya masih menjadi Taruna Akabri 40 tahun yang lalu.  Waktu itu saya seorang Sersan Taruna, sedangkan Mas Sudi sudah berpangkat Sersan Mayor Dua Taruna, satu tingkat lebih tinggi dari pangkat saya. Terus terang, dalam kehidupan taruna Akademi Militer yang keras dan penuh disiplin, di mata taruna yunior -- seorang senior lebih ditakuti karena bisa menghukum yuniornya.  Tapi, di mata saya, Sermadatar Sudi Silalahi sedikit berbeda.   Saya pernah bertemu beliau, dan yang saya dapatkan bukan hukuman atau tindakan disiplin, tetapi nasehat dan pemberian motivasi agar saya berhasil dalam menempuh  pendidikan di Akademi Militer.  Mas Sudi waktu itu aktif sebagai pembina taruna yang beragama Islam, atau sering diistilahkan sebagai "Pokdojid", singkatan dari Kelompok Komando Masjid. Oleh karena itu, setelah kami bersama-sama mengemban tugas di jajaran TNI dan kemudian berlanjut di pemerintahan, bagi saya sangatlah tidak heran jika sikap dan perilaku Mas Sudi yang relijius ini terus tercermin dalam kehidupan sehari-harinya. Bahkan, tanpa banyak orang tahu, kami sering berbincang-bincang bagaimana kita semua, bangsa ini, sungguh menjadi bangsa yang relijius sehingga kehidupan akan menjadi lebih teduh dan tenteram.  Kami juga bersatu dalam pandangan bahwa kehidupan umat Islam di negeri ini mesti benar-benar Islami, seraya menaburkan kasih sayang, toleransi dan semangat persaudaran bagi sesama warga bangsa yang sangat majemuk ini.


Dalam perjalanan sejarah, saya dan Mas Sudi ditakdirkan untuk sering menjalankan tugas dan amanah secara bersama.  Hubungan kerja dan pribadi kami menjadi lebih dekat sejak Mas Sudi menjadi Wassospol ABRI, sementara saya menjadi Asisiten Sosial Politik ABRI menjelang Era Reformasi.  Dan sejak saat itu, hingga kurang lebih 15 tahun kemudian, kami berdua bersama-sama dalam mengemban berbagai tugas negara.  Sehingga terasa patutlah jika melalui buku biografi yang berjudul "Sudi Silalahi: Jenderal Batak dari Tanah Jawa" ini, saya menyampaikan kesan dan pandangan saya.  Bahkan ketika Mas Sudi sebenarnya tidak meminta untuk itu, karena takut dipolitikkan atau dicurigai macam-macam, saya sampaikan bahwa secara moral wajib bagi saya untuk memberikan pengantar dalam buku ini.  Soal politik, atau jika ada pihak-pihak yang menggoreng di sana-sini, saya sampaikan kita ini sudah sama-sama tua.  Kita, atas karunia Allah, telah diberi kesempatan untuk merasakan pahit-getir dan asam-garamnya kehidupan.  Sehingga, tidak perlu terlalu terganggu terhadap komentar dan ejekan dari pihak-pihak tertentu yang memang mudah berburuk sangka, dan sepertinya amat bahagia jika sudah berhasil menjelek-jelekkan orang lain.


Menyampaikan kesan dan pandangan tentang tokoh Sudi Silalahi, sebenarnya, tidak cukup hanya melalui sebuah pengantar biografi.  Terlalu banyak yang harus saya sampaikan, dengan tulus dan obyektif.  Oleh karena itu, saya hanya ingin membatasi pada sejumlah hal yang menurut pendapat saya patut diketahui oleh para sahabat dan handai tolan, bahkan oleh masyarakat luas. Terutama, barangkali yang juga ingin diketahui oleh publik, mengapa saya merasa cocok dan klop bekerja dengan Mas Sudi Silalahi.


Pertama, kami berdua merasa memiliki idealisme dan "nice dream" tentang negara ini.  Kami, sebagaimana rakyat Indonesia, ingin betul negeri ini terus berkembang menjadi negara yang maju, modern, adil dan makmur.  Kami tahu perjalanan ke arah itu akan sangat panjang, serta rintangan dan tantangannyapun amat berat.  Tapi kami merasa yakin, dengan ikhtiar dan pertolongan Allah kita akan sampai pada Indonesia yang kita cita-citakan itu. Ketika dulu, sebelum dan pada saat reformasi mulai digulirkan,  kami juga mempunyai idealisme yang sama tentang bagaimana sebaiknya militer berperan dalam kehidupan politik yang demokratis.  Itulah sebabnya ketika kami berdua aktif menyusun cetak biru dan agenda reformasi ABRI ( baca TNI dan Polri ) dan kemudian melaksanakannya pada tahun-tahun pertama, tugas itu terasa lebih mudah.


Kedua, saya melihat pribadi Sudi Silalahi sebagai pribadi yang setia, yang tidak memiliki agenda tersembunyi.  Dalam politik dan pemerintahan, kesetiaan sebagai elemen penting dari integritas seseorang adalah sungguh sangat penting.  Mas Sudi bukan tipe "pembebek", karena sesungguhnya juga seorang yang rasional.  Oleh karena itu, ketika Mas Sudi sungguh meyakini bahwa keputusan, solusi dan kebijakan yang saya ambil dalam berbagai bidang adalah tepat dan realistik, maka tidak pernah saya lihat keraguan ataupun niat untuk tidak menjalankannya.  Itulah sebabnya ada yang mengatakan bahwa Sudi Silalahi adalah  bemper-nya SBY.  Ada juga yang salah melihat beliau yang katanya hanya Asal SBY Senang (ABS).  Di samping pandangan itu keliru, juga menyakitkan.  Banyak saran Mas Sudi yang saya perhatikan dan sungguh saya dengar.  Tetapi, ketika keputusan sudah saya ambil, saya ketahui Mas Sudi baik sebagai Ses Menko Polkam, sebagai Seskab maupun sebagai Mensesneg, segera menjalankannya dengan sepenuh hati.  Sebagai seorang Menteri Mas Sudi tahu bahwa setelah sebuah masalah saya putuskan dan tentukan solusinya, maka tanggung jawab telah beralih ke Presiden. Dalam menjalankan instruksi, keputusan dan kebijakan saya, Mas Sudi tidak pernah menghitung untung-rugi, termasuk dari segi politik untuk dirinya.  Ini sesungguhnya, merupakan etika politik yang mesti dimiliki oleh siapapun yang menjadi pembantu Presiden.


Ketiga, kelebihan Mas Sudi yang lain adalah sikapnya yang responsif, dan juga seorang pekerja keras.  Jam berapapun saya hubungi, entah subuh atau tengah malam, kami selalu bisa berkomunikasi.  Ketika saya minta untuk menyelesaikan sesuatu, atau menyampaikan sesuatu kepada anggota Kabinet yang lain -- tanpa menunggu waktu, tugas itu langsung dilaksanakan. Semua pekerjaan selesai dengan tuntas. Konklusif. Soal bekerja keras, kami berdua ini seperti dalam bahasa Jawa : " tumbu oleh tutup ", yang artinya cocok, atau klop. Bahkan ada yang bilang kalau seseorang ber-siau kerbau, biasanya ia seorang pekerja keras.  Untuk meraih sesuatu mesti disertai kerja keras dan harus membanting tulang terlebih dahulu. Mas Sudi tahu bahwa saya ini termasuk orang yang perfeksionis.  Ada yang bilang perfeksionis itu positif, tetapi ada juga yang bilang negatif. Oleh karena itu, saya saksikan, Mas Sudi sering pontang-panting untuk memastikan semua pekerjaan selesai dengan baik.


Keempat, mengapa saya merasa sreg bekerja dengan Mas Sudi karena cocok dalam pengelolaan administrasi, utamanya administrasi keuangan.  Kami berdua paling khawatir jika administrasi dan pengelolaan keuangan yang dilakukan staf ceroboh dan tidak tertib.  Doktrin kami berdua keras soal ini.  Satu rupiahpun kalau uang negara harus dapat dipertanggung-jawabkan penggunaannya. Bayangkan sudah keras pada penyimpangan dan korupsi, tiba-tiba ada kelalaian pada tingkat staf.  Bekerja dengan Mas Sudi yang memiliki kepedulian yang sama terhadap akuntabilitas keuangan negara tentu membuat bekerja menjadi nyaman dan tidak perlu was-was.


Kelima,  seperti dipertemukan oleh Tuhan,  Mas Sudi dan saya memiliki sikap yang sama-sama  moderat, dan berpendapat bahwa kita mesti baik kepada semua orang.  Sikap dan tindakan yang ekstrim, termasuk dalam menjalankan ajaran agama Islam bukanlah karakter kami berdua. Kami juga sangat tidak suka jika mau mengangkat seseorang untuk menempati posisi tertentu, termasuk jabatan menteri, terlalu dikaitkan dengan identitas yang sempit seperti, apa agamanya, suku apa dia, dari mana posisi politiknya.  Meskipun, tentu saja, saya selalu menjaga prinsip keseimbangan dan kepatutan.  Terus terang kami berdua sering dihantam ataupun dihujat oleh berbagai pihak, termasuk mereka yang dulu bersahabat baik.  Karena perbedaan posisi politik, atau karena kecewa saya tidak bisa memenuhi keinginannya, banyak yang dulu bersama saya di pemerintahan tiba-tiba menjadi sangat sengit terhadap saya.  Saya dan Mas Sudi kebetulan punya prinsip yang sama.  Kita ingin tetap bersahabat dan menjaga silaturrahim dengan siapapun.  Kecuali jika mereka yang memutus tali persaudaraan, barangkali takdir Tuhan memang demikian.  Saya tahu bahwa ini salah satu kritik yang ditujukan kepada saya bahwa maunya baik kepada semua orang.  Benar, hal itu saya miliki.  Tetapi tidak berarti sikap seperti itu menghalang-halangi saya untuk mengambil keputusan dan menetapkan kebijakan yang saya yakini harus saya lakukan.


Sebenarnya masih banyak lagi yang dapat saya tulis tentang Mas Sudi Silalahi.  Tapi saya tidak ingin bersaing dengan penulis biografi ini, yang saya nilai bagus, dengan substansi yang kena dan gaya bahasa yang menarik.  Namun, sebelum saya akhiri kata pengantar ini barangkali ada yang ingin bertanya apakah dengan  demikian seorang Sudi Silalahi tidak memiliki kekurangan dan kelemahan?  Jawabannya tentu tidak terlalu sulit.  Sama saja jika ada yang bertanya  apakah seorang SBY tidak punya kekurangan, kelemahan bahkan kesalahan?  Atau siapa saja?  Tentu tidak ada manusia yang sempurna.  Selalu ada kelebihan dan kekurangannya.  Seperti kita semua.  Termasuk mereka yang siang dan malam hanya sibuk mencari kelemahan dan kekurangan orang lain, hingga lupa bahwa dirinyapun tidak sempurna.  Tetapi, dengan tulus saya harus mengatakan bahwa seorang Jenderal Batak Dari Tanah Jawa,  yang bernama Sudi Silalahi, memang punya banyak kelebihan. Sungguh bersyukur Mas Sudi dan keluarga, sebagaimana rasa syukur saya sebagai sahabat dekat Mas Sudi.

Cikeas, 3 Juli 2011

(***/humas setneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
1           0           0           0           0