"Hal itu terlihat dengan masuknya semua kepentingan dalam UU yang mengatur tentang pemilihan anggota DPR, DPRD DPD itu," kata Direktur Eksekutif TII, Jeffrie Geovanie, saat diminta tanggapannya di Jakarta, Kamis.
Jeffrie mengatakan, parliamentary threshold (PT) memang diperlukan untuk mendidik parpol- parpol untuk terus- menerus mempertahankan eksistensinya, walau tidak memiliki kursi di DPR.
"Dengan adanya PT itu maka electoral threshold (ET) sebenarnya tidak diperlukan lagi," katanya.
Menurut Jeffrie, dicantumkannya batasan ET dan PT dalam UU Pemilu 2009 itu hanya untuk mempertegas capaian- capaian minimal yang harus didapatkan parpol, terutama untuk menyederhanakan pelaksaan pemilihan umum maupun jumlah parpol yang mengikutinya.
"Dengan demikian, tidak semua kelompok layak diberi jatah kekuasaan jika ET-nya jelek," katanya.
Meski telah disetujui menjadi undang- undang, banyak kalangan yang menyayangkan UU Pemilu 2009 itu, seperti pasal 309 huruf d tentang electoral threshold, yang substansinya menyatakan partai politik lolos ET jika mendapatkan suara tiga persen dalam pemilihan umum, kecuali bagi partai politik yang memiliki kursi di DPR hasil Pemilu 2004.
Sebelumnya, delapan partai politik peserta Pemilu 2004 yang tidak memperoleh kursi di DPR juga menolak ketentuan yang membolehkan partai yang tidak lolos ET bisa mengikuti Pemilu 2009, asalkan mereka mempunyai kursi di DPR.
Kedelapan partai tersebut adalah Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK), Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI), Partai Persatuan Daerah (PPD), Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB), Partai Merdeka , Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD), Partai Patriot Pancasila, dan Partai Serikat Indonesia (PSI).
Â
Â
Sumber:
http://www.antara.co.id/arc/2008/3/6/uu-pemilu-2009-dinilai-paling-kompromistis/
http://www.antara.co.id/arc/2008/3/6/uu-pemilu-2009-dinilai-paling-kompromistis/
Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?