Bahas Dinamika Komunikasi dalam Penanganan Aksi Unjuk Rasa, Kemensetneg Gelar FGD

 
bagikan berita ke :

Kamis, 19 Desember 2024
Di baca 506 kali

Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) melalui Biro Hubungan Masyarakat (Humas) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Dinamika Komunikasi dalam Penanganan dan Pemantauan Isu Aksi Unjuk Rasa” yang diselenggarakan pada Kamis (19/12) secara hybrid di Ruang Rapat Aspirasi, Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Eddy Cahyono Sugiarto membuka acara dengan menyampaikan sambutannya. “Saya berharap diskusi kita dapat memperkaya pemahaman kita merancang  strategi komunikasi menangani unjuk rasa dan langkah mitigasi yang perlu diperlukan untuk memastikan bahwa penanganan aspirasi unjuk rasa  dilakukan secara profesional dan memastikan  unjuk rasa  berlangsung dengan tertib, semoga pembahasan hari ini memberikan perspektif baru yang bermanfaat bagi kita semua dalam menghadapi isu-isu yang berkaitan dengan aksi unjuk rasa dan memahami psikologi massa” ungkap Eddy.

Diskusi dimulai dengan pemaparan oleh Pakar/Akademisi Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Handini yang menekankan pentingnya pola komunikasi yang tepat dalam menangani aksi unjuk rasa. “Pola komunikasi adalah hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan. Dalam unjuk rasa, penting untuk memastikan pesan yang dapat dipahami semua pihak,” ujarnya.

Lebih lanjut, Handini menjelaskan dua dimensi utama dalam pola komunikasi, yaitu sebagai konsep strategis dan sebagai hubungan antarindividu atau kelompok. “Pola komunikasi yang baik akan membangun interaksi harmonis yang berorientasi pada tujuan bersama,” tambahnya.

Pemaparan dilanjutkan oleh CEO Able Indonesia Yosua Saroinsong, yang menyampaikan pokok materi bahasan terkait “Pendekatan Psikologi Komunikasi Massa dalam Unjuk Rasa”. Yosua mengungkapkan bagaimana pengaruh psikologi massa dalam menentukan dinamika suatu aksi. Yosua menyoroti bagaimana identitas kolektif ini dapat berperan penting dalam menciptakan deskalasi atau penurunan ketegangan secara alami dalam aksi unjuk rasa.

“Pada dasarnya, ketika massa merasa memiliki tujuan bersama yang jelas, mereka cenderung lebih terorganisir dan terkendali. Hal ini memungkinkan mereka untuk merespons situasi dengan lebih tenang dan rasional, yang berpotensi menghindarkan terjadinya eskalasi konflik,” tambahnya.

Lebih lanjut, Yosua menekankan pentingnya kesadaran kelompok dalam mengelola psikologi massa agar tidak mudah terprovokasi. Identitas kolektif, menurut beliau, bukan hanya menguatkan semangat aksi, tetapi juga memberi pedoman moral bagi peserta untuk tetap berada dalam jalur yang damai dan konstruktif.

“Dengan memahami dinamika psikologi massa dan pentingnya identitas kolektif, aksi unjuk rasa bisa berjalan dengan lebih teratur, bahkan mengurangi kemungkinan terjadinya kerusuhan. Semua pihak, baik peserta aksi maupun pihak keamanan, perlu menyadari betapa kuatnya pengaruh psikologis kelompok dalam mempengaruhi arah sebuah aksi,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Kanit Intelkam Polsek Metro Gambir AKP Adriansyah, membagikan tantangan yang dihadapi dalam menangani aksi unjuk rasa.

Selain itu, AKP Adriansyah menekankan pentingnya komunikasi dalam menangani aksi unjuk rasa. “Komunikasi yang efektif sangat penting untuk mencegah eskalasi konflik dan memastikan tujuan aksi tercapai dengan aman dan tertib,” tutupnya.

Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi yang interaktif, dengan berbagi pandangan dan pengalaman terkait tantangan serta solusi dalam penanganan unjuk rasa. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan dapat memperkaya wawasan dan memperkuat kerjasama antar pihak terkait, sehingga penanganan unjuk rasa ke depannya dapat dilakukan dengan lebih efektif, aman, dan teratur. (VON/KHA - Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
0           0           0           0           0