Jakarta, wapresri.go.id – Pandemi Covid-19 telah berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia termasuk upaya memberikan layanan kesehatan untuk menangani tuberkulosis (TBC). Sebagai contoh, sumber daya saat ini terkuras untuk mengatasi pandemi Covid-19, sehingga menyebabkan kapasitas dalam mengatasi TBC menjadi jauh berkurang. Namun demikian, upaya menangani TBC diharapkan tidak surut di masa pandemi Covid-19.
“Penanggulangan TBC tidak boleh surut sekalipun dalam situasi pandemi Covid-19,” tegas Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat memberikan pidato pada acara puncak Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS) Tahun 2021 yang diselenggarakan secara daring oleh Kementerian Kesehatan, Rabu (24/03/2021).
Bahkan, menurut Wapres, upaya mengatasi TBC dalam kondisi pandemi Covid-19 justru harus semakin ditingkatkan. Alasannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperkirakan bahwa angka kematian akibat TBC bakal meningkat apabila layanan penanganan TBC terganggu akibat pandemi Covid-19.
“Sesuai dengan perkiraan WHO, bahwa kematian akibat TBC akan bertambah sejumlah 400 ribu di seluruh dunia, atau setiap jam bertambah sekitar 46 orang meninggal, jika kelangsungan layanan TBC esensial terganggu selama pandemi Covid-19,” imbuhnya.
Adapun salah satu faktor yang paling terdampak pandemi, menurut Wapres, adalah sistem pengumpulan dan pelaporan data kasus TBC. Hal ini berdasarkan laporan WHO tahun 2020, bahwa data pelaporan kasus TBC di lebih dari 200 negara menunjukkan penurunan yang signifikan.
“Bahkan di India, Indonesia, dan Filipina dilaporkan mengalami penurunan 25% sampai 30% antara Januari dan Juni 2020 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Menurut WHO, penurunan dalam pelaporan data kasus ini dapat menyebabkan peningkatan dramatis dalam kematian tambahan akibat TBC,” paparnya.
Pada dasarnya, lanjut Wapres, TBC merupakan penyakit menular klasik yang seharusnya sudah dapat diatasi oleh manusia. Namun sayangnya, sampai saat ini di seluruh dunia, TBC masih menjadi salah satu dari 10 penyakit penyebab utama kematian akibat dari satu jenis infeksi saja.
“Berdasarkan laporan WHO tahun 2020, sebanyak 1,4 juta orang meninggal akibat TBC pada 2019, termasuk di dalamnya 208.000 orang dengan HIV,” paparnya.
Masih melansir laporan WHO, Wapres menyebutkan bahwa kasus baru TBC pada tahun 2019 diperkirakan 10 juta orang di seluruh dunia yang terdiri dari 5,6 juta laki-laki, 3,2 juta perempuan dan 1,2 juta anak-anak. “Prevalensi TBC dapat ditemukan di seluruh negara dan seluruh kelompok umur,” ujarnya.
Oleh karena itu, pada kesempatan peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia di tengah pandemi Covid-19 yang tahun ini mengusung tema “Setiap Detik Berharga, Selamatkan Bangsa dari Tuberkulosis” yang merujuk pada Tema TB Day di dunia yaitu “The Clock is Ticking” ini, Wapres menegaskan bahwa penanggulangan TBC tidak boleh surut bahkan harus ditingkatkan meskipun dalam situasi pandemi Covid-19.
“Karena sedemikian pentingnya penanganan tuberkulosis, pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk mengeliminasi TBC pada tahun 2030 sejalan dengan target yang ditetapkan dalam Sustainable Development Goals atau SDGs,” pungkasnya.
Sejalan dengan Wapres, Ketua Dewan Pembina Stop TB Partnership Indonesia Arifin Panigoro dalam sambutannya mengungkapkan bahwa menurut para ahli, pandemi Covid-19 menyebabkan kemunduran penanganan TBC selama 8 hingga 12 tahun. Selain itu, pengalihan sumber daya untuk menangani pandemi menjadi tantangan untuk mencapai target eliminasi kasus TBC di 2030 yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo.
“Kami berpandangan bahwa upaya intervensi TBC dan Covid-19 dapat efektif bila dipusatkan pada layanan kesehatan primer. Tentunya dengan dukungan bukan hanya tenaga kesehatan di Puskesmas, namun juga relawan serta kader kesehatan berbasis masyarakat,” sarannya. (EP-BPMI Setwapres)
Kategori : |