Perbedaan pandangan dan keberagaman masing-masing negara pada saat itu tak menjadi penghalang untuk berjalan beriringan. Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno, saat itu menyampaikan kepada seluruh perwakilan negara mengenai keberagaman. Pesan tersebut yang kemudian disampaikan kembali oleh Presiden Joko Widodo pada acara Peringatan Konferensi Asia-Afrika Tahun 2017 di Istana Negara, Jakarta, pada Selasa, 18 April 2017.
Â
"Jadikanlah prinsip live and let live serta unity in diversity menjadi kekuatan pemersatu yang akan membawa kita semua ke persahabatan dan diskusi yang bebas di mana masing-masing kita hidup dengan kehidupan kita sendiri. Biarlah mereka hidup dengan cara mereka dalam harmoni dan perdamaian," demikian Presiden Joko Widodo mengutip pernyataan Sukarno 62 tahun silam.
Â
Kini, setelah puluhan tahun berlalu, semangat keberagaman dan perdamaian yang ditunjukkan dalam Konferensi Asia-Afrika saat itu kembali digelorakan.
Â
"Pada waktu itu, para delegasi dari setiap negara juga memakai baju nasional masing-masing yang beraneka corak dan warna. Semua itu menunjukkan bahwa perbedaan latar belakang budaya, warna kulit, dan agama tidak menghalangi kita untuk bersatu. Tidak menghalangi kita untuk membangun solidaritas yang kokoh," Jokowi melanjutkan.
Â
Karena itu, menurut Presiden, bangsa Indonesia patut bersyukur. Sebab, mengelola keberagaman sudah menjadi kodrat bangsa sejak dahulu kala, di mana dengan perbedaan yang ada Indonesia tetap kokoh menjaga keharmonisan dan perdamaian.
Â
"Indonesia bersyukur, kodrat kebangsaan Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika. Kodrat Indonesia adalah mengelola keberagaman. Indonesia mempunyai lebih dari 714 suku, data BPS malah mengatakan 1.340 suku, mempunyai beragam ras, dan bermacam agama. Indonesia tetap harmonis dan damai. Indonesia tetap bisa membangun dengan pertumbuhan ekonomi yang baik," ungkapnya.
Â
Berdasarkan hal tersebut, Indonesia banyak dijadikan rujukan oleh negara-negara lain. Utamanya menjadi contoh mengenai bagaimana Indonesia mampu mengelola keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan.
Â
"Kalau dulu Indonesia menjadi salah satu inisiator solidaritas Asia-Afrika, menjadi inspirator negara-negara terjajah untuk merdeka. Sekarang Indonesia menjadi rujukan dalam mengelola keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan," kata Presiden.
Â
Kepala Negara juga mengajak seluruh pemimpin dunia untuk sekali lagi menyuarakan penghormatan terhadap kemajemukan dan perdamaian.
Â
"Untuk menghormati keberagaman itu, saya mengajak seluruh pemimpin dunia untuk terus menyuarakan penghormatan terhadap kemajemukan. Pesan ini juga akan saya sampaikan langsung kepada para Pemimpin Asia Afrika. Saya meyakini, kerja sama Asia dan Afrika dapat terus ditingkatkan dan saya berharap semangat Bhinneka Tunggal Ika juga menjadi semangat Asia Afrika," kata Presiden.
Â
Adapun kepada masyarakat Indonesia, Presiden Joko Widodo berpesan agar tak pernah lelah dalam menjaga dan merawat persatuan bangsa. Hal ini dilansir dari Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin.
Â
"Kepada seluruh rakyat Indonesia, saya ingin berpesan agar jangan mudah tergoda oleh isu-isu SARA yang memperlemah bangsa dan negara kita. Jangan takut melawan tindakan-tindakan intoleransi dan kekerasan atas nama apa pun. Mari terus perkuat komitmen dalam menjaga dan merawat kodrat kebangsaan Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika."
Â
Dalam sambutannya mewakili keluarga Ir. Sukarno, Presiden Republik Indonesia kelima Megawati Soekarnoputri mengatakan bahwa dengan ditetapkannya arsip Konferensi Asia Afrika sebagai memory of the world, bukan untuk pencitraan. “Tapi untuk terus menghidupkan kembali ikatan emosional, ikatan solidaritas dan toleransi bagi kita yang sudah sampai hidup di abad 21 ini,†kata Megawati.
Â
Hal ini, Megawati melanjutkan, bermakna juga dengan mengakui sari pati gagasan, ide dan tindakan politik bersama para pendiri bangsa Asia Afrika. Dunia mengakui KAA penting dan berguna bagi kehidupan serta keberlangsungan peradaban dunia masa sekarang sampai akan datang. “Sudah saatnya kita pikirkan dengan serius Konferensi Asia-Afrika, mungkin yang disebut kedua. Sudah saatnya kita mengevaluasi berbagai problem akibat globalisasi dan pasar bebas ini,†Megawati berseru.
Â
Tampak hadir dalam acara ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla, sejumlah menteri anggota Kabinet Kerja, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf dan pimpinan lembaga tinggi negara, serta duta besar dari beberapa negara sahabat. (Humas Kemensetneg)