Junjung Transparansi, Kemensetneg Berlakukan Sistem Kartu Kredit untuk Uang Persediaan
Kementerian Sekretariat Negara RI (Kemensetneg) menjadi salah satu dari empat kementerian dan lembaga yang sudah menerapkan sistem pembayaran melalui kartu kredit dalam penggunaan Uang Persediaan (UP). Hal ini tentu dilakukan dalam rangka menegakkan azas transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan UP. Untuk lingkungan Istana Kepresidenan, Sekretariat Presiden (Setpres) Kemensetneg sebagai pionir dalam menggunakan kartu kredit di lingkungan Lembaga Kepresidenan sejak 2016 lalu.
Selain Kemensetneg, sistem kartu kredit itu diterapkan pula oleh Kementerian Keuangan RI, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penggunaan sistem kartu kredit itu, semakin dimatangkan dengan adanya Implementasi Perdirjen Perbendaharaan Nomor 17/PB/2017 tentang Uji Coba Pembayaran Dengan Kartu Kredit Dalam Rangka Penggunaan Uang Persediaan (UP).
Disampaikan oleh Kepala Biro Keuangan Kemensetneg, Eka Denny Mansjur, S.Si., M.Si., latar belakang penggunaan kartu kredit untuk UP ini merupakan hasil kesepakatan forum antara Bank Indonesia dengan Menteri Keuangan tahun 2016 tentang pengembangan pembayaran secara cashless dalam transaksi APBN.
“Selain itu, alasan lain yakni ingin memanfaatkan kemajuan teknologi untuk kemajuan kerja. Dengan cashless, diharapkan akan membantu meningkatkan keamanan dalam bertransaksi karena adanya pengurangan terhadap penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara, mengurangi potensi fraud, dan cost of fund atau idle cash,” papar Eka.
Menurut Eka, penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara memiliki banyak celah yang bisa menjurus pada penyelewengan, misalnya pencucian uang. Penggunaan uang tunai juga akan menimbulkan kesulitan dalam pengawasan karena uang tunai lebih mudah untuk disalahgunakan, termasuk bukti dokumennya. Sehingga ke depannya, UP akan diatur sedemikian rupa agar sistemnya bisa menggunakan kartu kredit.
“Dalam pelaksanaannya nanti, UP akan mengalami perubahan mekanisme yaitu 20% tunai dan 80% menggunakan kartu kredit (non tunai). Harapannya, hal ini akan memudahkan monitoring keuangan,” harapnya.
Kemudian Eka menambahkan, penggunaan kartu kredit dalam transaksi keuangan akan diterapkan di seluruh satuan kerja lingkup Kemensetneg. Bagian tata kelola keuangan akan mensyaratkan seluruh satuan kerja untuk mengajukan kebutuhannya kepada Biro Keuangan. Syarat itu diutamakan bagi satuan kerja yang dalam penggunaan anggaran belanjanya berupa belanja operasional dan belanja perjalanan dinas pimpinan seperti halnya di Setpres.
“Sejauh yang sudah mulai diimplementasikan, ada beberapa evaluasi terhadap penggunaan sistem kartu kredit ini, yakni akan diadakan perluasan penggunaan kartu kredit, perlengkapan regulasi, Standar Operasional Prosedur (SOP), hingga verifikasi penggunaan kartu kredit,” jelas Eka.
Untuk kebutuhan sistem kartu kredit ini, Eka menjelaskan, akan ada SOP buka tutup perbankan, dengan menyesuaikan penggunaan dan kebutuhan satuan kerja.
“Jadi nanti akan ada sistem buka tutup kartu kredit. Dibuka ketika satuan kerja itu membutuhkan transaksi, dan akan ditutup ketika tidak ada kebutuhan transaksi. Harapannya, hal itu akan mencegah terjadinya penyalahgunaan anggaran,” tutupnya.
Optimalisasi pemanfaatan teknologi untuk mengelola tugas pokok dan fungsi melalui penggunaan sistem kartu kredit yang dilakukan oleh Biro Keuangan Kemensetneg, dimana Kemenseteng menjadi salah satu pilot project untuk level nasional, merupakan implementasi dari arahan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.
Pada saat membuka kegiatan Pembekalan kepada Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Pratikno mengatakan bahwa pegawai tidak hanya menjadi Hard Worker tetapi juga menjadi Smart Worker yang terus berinovasi dan update dengan teknologi.
Kemensetneg merupakan kementerian yang paling dekat dengan Presiden dan berada pada ‘Heart of the Republic’. Pratikno mengibaratkan Kemensetneg sebagai bandul atau pendulum. Sedikit gerakan pada puncaknya, akan berpengaruh besar ke bawahnya. Itu berarti apabila terjadi kesalahan kecil di tingkat atas maka akan membawa masalah besar di bawahnya. Oleh sebab itu, jika Kemensetneg sampai membuat kesalahan, pasti akan berdampak besar kepada negara. (REF/NIS-Humas Kemensetneg)