Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Setya Utama mewakili Menteri Sekretaris Negara menghadiri Rapat Kerja yang diselenggarakan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang bertempat di Gedung Nusantara, Jakarta, Senin (7/12). Rapat Kerja kali ini membahas tentang Pengelolaan Aset-Aset Negara di Lingkungan Kementerian Sekretariat Negara.
Memulai pembahasan, Setya Utama menjelaskan penanganan aset-aset negara di lingkungan Kemensetneg berpedoman pada Undang-Undang Nomr 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 28 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Milik Negara/Daerah. “Merujuk pada semua pedoman-pedoman tersebut, kewenangan Kemensetneg hanya sebatas melakukan pengelolaan, dan terhadap kewenangan pengelolaan itu, Kemensetneg juga diwajibkan untuk mengikuti sejumlah ketentuan dari Kementerian Keuangan,” pungkas pria yang biasa disapa Tomo ini.
Tomo menerangkan dari hasil revaluasi sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2017 tentang Penilaian Kembali Barang milik Negara dan Daerah, keseluruhan aset Kemensetneg berupa tanah, bangunan serta peralatan dan mesin-mesin.
“Sesuai dengan Perpres Nomor 75 Tahun 2017, keseluruhan aset Kemensetneg posisi pada tanggal 20 Oktober 2020 memiliki nilai Rp. 576.325.495.104.127,- dan aset sebesar itu dapat terkelola dengan baik untuk mendukung tugas dan fungsi Kemensetneg dengan menerapkan tiga prinsip, seperti debirokratisasi, melanjutkan dan memantau pelaksanaan ikatan perjanjian penggunaan sementara atas aset Kemensetneg dan terakhir meningkatkan kualitas kegiatan pemanfaatan aset yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kemensetneg sebagai akses tambahan perolehan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) Kemensetneg,” tutur Tomo.
Penanganan aset Kemensetneg dikelola oleh dua Badan Layanan Umum (BLU), yaitu Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) dan Pusat Pengelola Komplek Kemayoran (PPKK). “BLU PPK GBK mengelola lahan seluas 279,08 hektar, dari lahan seluas itu yang dikerjasamakan secara komersial adalah sebesar 66,01 hektar, lahan yang dimanfaatkan sebagai kawasan olahraga seluas 147,43 hektar dan kawasan pemerintahan seluas 65,60 hektar,” ujar Tomo.
Sedangkan PPK Kemayoran luas lahan keseluruhan sebesar 450 hektar yang terbagi menjadi dua daerah yaitu area non komersial seluas 265,4 hektar dan area komersial seluar 184,6 hektar dari total keseluruhan lahan. “Area non komersial dimanfaatkan antara lain sebagai sarana prasarana jalan umum seluas 94,41 hektar, zona terbuka hijau seluas 87,38 hektar, hunian masyarakat seluas 48,21 hektar, zona terbuka biru seluas 15,02 hektar, fasos dan fasum seluas 10,82 hektar dan kantor instansi pemerintah seluas 9,65 hektar. Adapun area komersial, kami bagi menjadi lahan yang dikerjasamakan seluas 163,11 hektar dan lahan Free and Clear seluas 21,49 hektar” terang Tomo.
Sebelum menutup penjelasan, Tomo menerangkan bahwa kedua BLU berupaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan aset-aset negara dan telah menindaklanjuti seluruh rekomendasi Badan Pengawas Keuangan dalam mendukung peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan aset-aset negara. “Di lingkup internal, kedua BLU telah melanjutkan reformasi birokrasi yang meliputi debirokratisasi dan digitalisasi tata kelola yang inovatif,” pungkas Tomo.
Tampak hadir dalam Rapat Kerja kali ini yaitu Wakil Sekretaris Kabinet, Ratih Nurdianti dan Kepala Staf Presiden, Moeldoko. Komisi II DPR RI menyimpulkan masih diperlukannya optimalisasi pengelolaan dan pengawasan aset serta peningkatan pemanfaatan aset yang tidak digunakan dan memiliki nilai komersial untuk menambah perolehan PNBP, maka Komisi II DPR RI bersama Kemensetneg membentuk Tim Kerja Bersama. (ART, Humas Kemensetneg)