Melanjutkan rangkaian sosialisasi mitigasi bencana gempa bumi, Biro Umum Kementerian Sekretariat Negara menyelenggarakan Pelatihan Mitigasi Bencana Gempa Bumi Tahun 2018 bertempat di Gedung Krida Bhakti, Jakarta, Rabu (17/10).
Pelatihan tanggap darurat mitigasi bencana gempa bumi tahun 2018 menghadirkan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Badan SAR) dan Pro Emergency Jakarta. “Saya harap pelatihan ini akan diterapkan di unit kerja Bapak, Ibu hadirin, akan ada simulasi yang rencananya akan dilakukan di Gedung Sayap Timur,” kata Kepala Biro Umum, Piping Supriyatna.
Pro Emergency memberikan pelatihan mengenai Basic Aid Training yang dimulai dengan sistem penanggulangan darurat terpadu, luka dan patah tulang, dan yang terakhir lifting, moving, and transferring patient. “Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu merupakan sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah sakit, pelayanan di rumah sakit, dan antar rumah sakit yang bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan, mempercepat respon penanganan korban dan menyelamatkan jiwa dan mencegah kecatatan,” ujar Ceska, Instruktur dari Pro Emergency.
Dalam sistem penanggulangan gawat darurat terpadu ada petugas yang terbagi menjadi dua, yaitu petugas medis dan nonmedis. “Petugas medis terdiri dari dokter dan perawat dimana keduanya mempunyai kualifikasi, sertifikat, dan standar pelatihan, sedangkan petugas nonmedis ialah first responder yang sebaiknya diberi pelatihan dasar tentang first aid, basic safety training, dan basic life support,” lanjut Ceska.
Cardio Pulmonary Resucitation
Basic Life Support yang dilatih oleh Tim Pro Emergency yakni tentang Cardio Pulmonary Resucitation (CPR) atau dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan Resusitasi Jantung Paru (RJP). “CRP atau RJP adalah serangkaian tindakan memberikan napas buatan dan pijatan jantung luar pada penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung. CPR terdiri dari D-R-C, yaitu Danger, Response, dan Call for Help,” jelas Ceska.
Danger yang dimaksud Ceska adalah first responder harus mengingat 3A yaitu, Amankan diri sendiri, Amankan lingkungan, dan Amankan pasien. “Kalau Bapak, Ibu sebagai first responder, setelah amankan diri sendiri, lihat apakah lingkungan sekitar untuk menyelamatkan korban kecelakaan itu aman apa tidak, karena banyak kasus kalau terjadi kecelakaan orang banyak menonton, merekam dan lain-lain, kalau lingkungan sudah oke untuk melakukan RJP maka langsung amankan pasien,” terangnya.
Setalah 3A, sebagai first responder harus memanggil bantuan, ini ditujukan agar ada saksi yang melihat saat menyelamatkan pasien. “Bapak Ibu jangan lupa menelpon 119 untuk meminta, entah itu ambulans, pemadam kebakaran untuk datang ke lokasi kejadian, untuk meyakinkan agar ada saksi yang melihat,” jelas Ceska.
Hal yang pertama dilakukan first responder saat menolong ketika terjadinya bencana adalah cek nadi dan napas. Raba nadi carotis yang letaknya di bawah rahang dan lihat pengembangan dada secara bersamaan, hitung selama 5-10 detik. “Jika nadi teraba, napas ada, posisikan pasien miring mantap, dan observasi. Jika nadi teraba, tapi napas tidak ada, maka lakukan napas buatan 10-12 kali per menit, lakukan evaluasi selama dua menit, jika nadi tidak teraba, napas tidak ada atau napas gasping, lakukan CPR,” tandas Ceska.
Dalam melakukan CPR hal pertama yang dilakukan ialah kompresi dada, pastikan posisi pasien terlentang di atas alas yang keras dan rata, sedangkan posisi penolong dengan tangan tegak lurus, dorong ke bawah dengan bahu. Selanjutnya, letakkan tumit tangan penolong di atas tulang dada (sternum) pasien di setengah dada bagian bawah. Lakukan dengan kecepatan 100-120 kali per menit dengan kedalaman 5-6 sentimeter dengan perbandingan kompresi dan ventilasi 30:2. Ventilasi 30:2 ialah 30 kali kompresi dada, dan 2 bantuan pernapasan.
Dalam memberikan pernapasan, first responder juga harus paham cara membuka jalan napas. Ada dua macam jalan napas, bagi pasien nontrauma, caranya dengan mendongakkan kepala dan dagu pasien, posisi ini biasa disebut dengan head tilt chin lift. Sedangkan untuk pasien trauma dengan curiga cedera tulang cervical membuka jalan napas dengan membuka rongga rahang, posisi ini disebut jaw thrust.
Dalam melakukan pertolongan pernapasan buatan, sebaiknya tidak dilakukan kontak mulut secara langsung antara first responder dengan pasien. “Hindari kontak mulut secara langsung antara first responder dengan pasien, ada resiko infeksi sehingga sebaiknya gunakan plastik atau bag valve mask,” pungkas Ceska.
Dalam pelatihan ini peserta juga diminta untuk melakukan role play dalam menghadapi pasien dengan tehnik CPR, lifting, moving, and transferring pasien. (KAN-ART, Humas Kemensetneg)