Keterbukaan informasi publik oleh Kementerian dan Lembaga Pemerintah, dalam bentuk kemudahan akses bagi masyarakat, menjadi salah satu pilar dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) guna meningkatkan daya saing bangsa menuju Indonesia Unggul 2045.
Sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan informasi publik di lingkungan Kemensetneg, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) mengadakan Rapat Koordinasi (Rakor) bersama Komisi Informasi Pusat (KIP) pada Rabu (20/11) yang bertempat di Wisma Sekretariat Negara Cibulan, Bogor.
Eddy Cahyono Sugiarto selaku Asisten Deputi Hubungan Masyarakat yang membuka Rakor ini, menyatakan bahwa pertemuan ini adalah sebagai bentuk konsolidasi internal dan upaya untuk mengoptimalkan sinergitas antar sesama PPID di lingkungan Kemensetneg.
"Kita patut mengapresiasi kinerja 8 PPID Pelaksana Kemensetneg yang berhasil meraih penghargaan Keterbukaan Informasi Publik 2019 dengan kategori menuju informatif. Hal ini seyogyanya dapat memacu kita untuk terus mengoptimalkan sinergitas dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik." jelas Eddy.
Indonesia kini menyasar untuk menjadi empat besar kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2045. Hal tersebut juga telah digadang oleh Presiden Joko Widodo menjadi salah satu sasaran besar bangsa ini kedepan.
Menurut Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat, Hendra J. Kede, kunci keberhasilan Indonesia memperoleh posisi tersebut salah satunya adalah dengan keterbukaan informasi.
Menurutnya dengan keterbukaan, masyarakat dapat memperoleh informasi yang bisa digunakan untuk menjadi individu yang lebih maju. Hendra mengungkapkan bahwa keterbukaan tidak hanya sekedar transparansi dan akuntabilitas. Elemen penting lain yang harus masuk adalah partisipasi dan aksesibilitas. Jadi pada prinsipnya badan publik perlu terus mengoptimalkan perannya untuk lebih aktif menginformasikan berbagai informasi kepada masyarakat. Hendra menegaskan, bahwa saat ini ada perubahan paradigma yang berubah dalam memandang informasi.
"Dahulu Seluruh informasi yang tersimpan di dalam dokumen negara baik itu tertulis maupun suara, gambar, gambar gerak, negeri kita memberi status hukum tertutup. Kalau ada masyarakat yang meminta maka statusnya diberesin dulu agar terbuka. Sekarang terbalik, informasi semuanya terbuka, yang tertutup yang diatur." jelas Hendra.
Hal ini terjadi setelah muncul Pasal 28 F dalam UUD 1945. Peraturan tersebut memastikan konstitusi kita mengakui hak informasi sebagai hak asasi bagi warga negara, "Karena itu Kemensetneg, perlu memastikan tidak ada produk hukum atau regulasi yang menghalangi keterbukaan ini." tambahnya.
Hendra menekankan pentingnya Character Ethics dalam menjalankan keterbukaan ini. Intinya, menurut Hendra, tidak hanya menjalankan keterbukaan sebagai kewajiban dan sebatas memenuhi administrasi, tetapi menjalankan keterbukaan sebagai karakter diri.
"Anda bukan pelaksana hukum legal, tetapi petugas-petugas langsung konstitusi, melayani hak konstitusi baru dalam rangka membawa republik ini menjadi negeri baru." tegasnya dihadapan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kemensetneg.
Menutup penjelasannya, Hendra menawarkan pelatihan teknik kepada para PPID Kemensetneg terkait penyusunan daftar informasi publik dan kategorisasinya sehingga memudahkan publik dalam mengakses informasi.
(GIE/RHS-Humas Kemensetneg)