Foto cover: BPMI Setpres
Salah satu tantangan yang dihadapi keluarga modern di era serba digital ini adalah penggunaan gawai yang berlebihan sehingga tidak memiliki waktu berkualitas bersama keluarga. Waktu berkualitas dengan keluarga (Family Quality Time) bisa dimaknai dengan waktu yang digunakan untuk memberikan perhatian penuh dengan melakukan aktivitas bersama dengan seluruh anggota keluarga tanpa terganggu oleh gawai.
Membangun keluarga tanpa gawai adalah salah satu kegiatan yang selalu dikampanyekan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk dapat meningkatkan kualitas keluarga. Kegiatan ini tidak perlu menghabiskan banyak waktu, cukup menyisihkan minimal satu jam asal dilakukan secara konsisten. Waktu berkualitas tersebut bisa dilakukan dalam kegiatan sehari-hari, baik di dalam atau pun di luar ruangan. Tampak sederhana, namun aktivitas ini bisa dijadikan bonding time yang dapat membangun hubungan baik dengan keluarga.
Melukis bersama keluarga bisa menjadi pilihan bonding time yang dapat menghadirkan pengalaman menyenangkan dan berharga. Melukis sebagai bagian dari unsur seni seyogianya adalah alat ampuh dalam berkomunikasi. Perihal ini didasari karena kemampuan inherennya untuk membantu mengeksplorasi emosi, mengurangi stres, serta menyelesaikan masalah maupun konflik. Kondisi semacam ini disebut dengan neuroestetika–tentang kontemplasi saraf dalam penciptaan karya seni (Ligaya dkk., 2020). Bagaimana melukis memengaruhi manusia?
Saat melukis telah terjadi pengaktifan korteks visual otak yang berada di bagian belakang dari otak dan kepala. Korteks visual dipecah menjadi lima area berbeda dan masing-masing memiliki fungsi berbeda yang diistilahkan dengan sebutan V1 sampai V5. Intinya area-area tersebut memproses gambar abstrak yang akan dituangkan dalam melukis.
Gambar 1. Melukis memengaruhi otak dengan sedikit penggubahan yang disampaikan Corbetta dan Shulman (Corbetta & Shulman, 2002).
Seni melukis penting karena mengeksplorasi kualitas kesadaran, perasaan dan imajinasi yang qualia, kemudian kepekaan empati seseorang dipertajam, spektrum rasa diperkaya, dan solidaritas disuburkan. Artinya yang terpenting adalah keterlibatan seseorang dalam berkarya untuk menemukan dan memfasilitasi makna yang ada pada dirinya (Malchiodi, 2011).
Melukis dapat menjadi rutinitas yang bisa terjadwalkan, sehingga menjadi momen yang dinantikan dan menyenangkan bagi semua anggota keluarga. Melukis bersama keluarga tidak hanya meningkatkan kreativitas dan keterampilan seni, tetapi juga memperkuat ikatan emosional di antara semua anggota keluarga. Dapat dilihat, seni terkhususnya melukis adalah bagian terpenting di dalam masyarakat. Seni bersama sejarah, agama, ideologi adalah dasar kehidupan yang telah dikenal selama ribuan tahun. Jadi, tidak mengherankan seni memiliki efek mental dan fisik pada manusia. Selamat melukis bersama keluarga!
Referensi
Ligaya, K., O’Doherty, J. P., & Starr, G. G. (2020). Progress and promise in neuroaesthetics. Neuron, 108(4), 594-596. https://doi.org/10.1016/j.neuron.2020.10.022
Corbetta, M., & Shulman, G. (2002). Control of goal-directed and stimulus-driven attention in the brain. Nat Rev Neurosci, 3(3), 201–215. https://doi.org/10.1038/nrn755
Malchiodi, C. A. (2011). Art therapy and the brain. Dalam Handbook of art therapy (hal. 40–51). New York: The Guilford Press
Penulis : Saharul Hariyono
Profesi : Mahasiswa
Institusi : Universitas Negeri Yogyakarta