Mencari Hakim Konstitusi, Pansel Siapkan Pertanyaan Mumpuni

 
bagikan berita ke :

Kamis, 30 Maret 2017
Di baca 2754 kali

Tahap II proses Seleksi Calon Hakim Konstitusi berakhir pada Rabu (29/3) sore. Bertempat di Aula Serbaguna Gedung III Kementerian Sekretariat Negara RI, sebelas calon Hakim Konstitusi siap meyakinkan para pansel. Harjono yang merupakan Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkapkan jika dari tujuh Pansel, dua di antaranya adalah para pakar atau pewawancara tamu guna menggali lebih luas pengetahuan para calon.

 

Dua pakar tersebut yakni Komaruddin Hidayat yang menanyakan aspek agama dan Daniel Dhakidae menanyakan mengenai sosial masyarakat. Komaruddin merupakan Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sementara Daniel yakni Kolomnis, Pengamat Politik sekaligus Pengamat Pers.

 

Tidak hanya pertanyaan dengan aspek agama dan sosial masyarakat, pertanyaan dari salah satu Pansel Sukma Violetta mengenai kode etik Hakim MK menjadi salah satu hal yang ditanyakan ke beberapa calon peserta. Menyusul pertanyaan mengenai aspek agama dari Komaruddin.

 

Sedangkan Anggota Pansel, Todung Mulya Lubis fokus dengan pertanyaan seputar Hak Asasi Manusia (HAM) dan Maruarar Siahaan yang merupakan Mantan Hakim MK bertanya tentang Undang-Undang Dasar 1945 serta pengetahuan calon peserta seputar hukum. Begitu pula Harjono yang bertanya seputar konstitusi.

 

Harjono mengungkapkan jika ketujuh Pansel diyakini mampu menyelami lebih jauh kelayakan para calon. Pertanyaan-pertanyaan sudah dirumuskan terlebih dahulu. “Sekitar 8 menit masing-masing Pansel bertanya jawab, poin penilaian tidak hanya dari masing-masing Pansel, semua juga mencermati dan memberi nilai,” jelas pria berkacamata tersebut.

 

Anggota Pansel, Ningrum Natasya Sirait yang merupakan akademisi Universitas Sumatera Utara (USU) menekankan aspek komitmen dan integritas terhadap para calon. Hal tersebut mendasar sekali mengingat kejujuran merupakan hal penting yang mesti dimiliki. “Orang tidak perlu sangat cerdas, yang penting integritas. Percuma kalau cerdas luar biasa tapi integritas nol!” tegas Ningrum.

 

“Fokus saya kepada what is your commitment? Bisa tidak dia menjaga integritas, moral, dan perilaku saat menjadi hakim nanti. Tidak ada calon yang sempurna, akan teruji apabila terpilih. Itu yang saya pegang,” lanjut alumnus S-2 University of Wisconsin, United States itu.

 

Kode Etik, HAM, dan Agama Jadi Fokus Tak Terduga

 

Pukul 17.10 WIB, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Tadulako, Palu, Abdul Rasyid Thalib menjadi peserta terakhir yang diseleksi. Dari ketujuh Pansel, pertanyaan mengenai aspek agama tak ia duga. Hal serupa juga dialami Eddhi Sutarto, aspek agama agaknya menjadi satu pertanyaan yang cukup membuat dia terdiam sejenak.

 

Pengalaman serupa dialami Widyaiswara Lembaga Adiministrasi Negara (LAN) Mudji Estiningsih. Perempuan berkerudung itu mengatakan bahwa pertanyaan seputar kaitan pemimpin dengan agama yang dianut menjadi bias untuk dijawab. “Saya hanya melandaskan pada negara ini adalah memiliki nilai-nilai luhur Pancasila. Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa,” ungkap perempuan yang akrab disapa Esti saat diwawancara, Senin (27/3) lalu.

 

“Saya khawatir kalau pertanyaannya itu teknis seperti yang ditanyakan oleh Bu Sukma tentang kode etik,” ujar Krishna Djaya Darumurti, Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Universitas Kristen Satya Wacana. “Ditanya soal kode etik, saya kaget,” ungkap Saldi Isra, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang. Bernard L Tanya, peserta yang merupakan pengajar hukum di Universitas Nusa Cendana, Kupang pun senada menjadikan pertanyaan Pansel Sukma Violetta di luar ekspetasi.

 

Sementara itu, Dosen Pasca Sarjana S-3 Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Muclich K. S.; Kasubdit Penyiapan dan Pendampingan Persidangan Bidang Politik, Hukum, HAM, dan Keamanan Kementerian Hukum dan HAM, Hotman Sitorus; dan Guru Besar Hukum Agraria Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, Muhammad Yamin Lubis mengaku tak ada pertanyaan di luar dugaan. Mereka beranggapan semua pertanyaan dapat teratasi semua.

 

Dari penuturan Wicipto Setiadi, aspek HAM yang ditanyakan oleh Todung Mulya Lubis khususnya mengenai fenomena Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) membuat ia kebingungan. “Yang cukup menjadi kaget saya yang LGBT itu, ya saya tidak mengira saja,” terangnya.

 

Tak berhenti di situ, Esti yang merupakan peserta perempuan satu-satunya juga berusaha memberikan jawaban terbaik terkait HAM. “Tentunya iya (ada yang tidak terduga). Masalah kewarganegaraan yang saya lupa menyentuh, mengantisipasi. Wajar karena memang ini akumulasi dari semua permasalahan yang kita tangkap karena ini berbicara tentang kelembagaan negara dan tentang negara,” ujar Esti.

 

Jadwal seleksi tahap II dibagi menjadi dua hari, yakni Senin (27/3) dengan lima peserta yaitu Wicipto Setiadi, Saldi Isra, Muslich KS, Muhammad Yamin Lubis, dan Mudji Estiningsih. Rabu (29/3) kemarin keenam calon Khrisna Djaya Darumurti, Hotman Sitorus, Eddhi Sutarto, Chandra Yusuf, Bernard L Tanya, dan Abdul Rasyid Thalib merampungkan seleksi.

 

Dijelaskan Ketua Pansel Harjono, selambat-lambatnya Jumat (7/4) Presiden Joko Widodo sudah melantik Hakim Konstitusi baru. “Dari 11 nama akan dikerucutkan menjadi tiga nama. Nama-nama itu yang akan disetor ke Presiden,” kata Harjono.

 

Harjono dan seluruh Anggota Pansel berharap agar hasil yang lahir dari proses seleksi semenjak tahap administrasi dan wawacara mampu melahirkan Hakim Konstitusi terbaik. “Secepatnya untuk menetapkan Hakim MK definitif,” pungkas Harjono. (RRO, ELS – Humas Kemensetneg)

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
1           1           1           1           1