Kementerian Sekretariat Negara bersama Satuan Tugas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja (Satgas UU Cipta Kerja) terus berupaya menyerap aspirasi dari berbagai pihak agar tercapai pemahaman yang sama. Kepastian ini sangat dibutuhkan untuk stabilitas negara yang berujung pada pertumbuhan ekonomi. Salah satu faktor penyebab pertumbuhan ekonomi adalah kestabilan berusaha yang mencakup keamanan, kenyamanan, dan kepastian regulasi.
Dalam upaya tersebut, Satgas UU Cipta Kerja menyelenggarakan diskusi dengan para pakar, di Bogor pada Jumat, 25 Agustus 2023, dengan tema pembahasan “Perspektif Hukum dan Ekonomi atas Perppu Cipta Kerja dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023”.
Sejumlah praktisi hukum, pakar ekonomi, pengamat, dan praktisi usaha hadir dalam pertemuan tersebut memberi masukan-masukan yang dapat menjadi bahan evaluasi dalam memperbaiki implementasi UU Cipta Kerja.
Menurut Pakar Ekonomi Universitas Indonesia, Turro Selrits Wongkaren, salah satu penyebab masih maraknya penolakan di kalangan masyarakat lantaran ketidaktepatan narasi yang dibangun oleh pemangku kepentingan.
Turro menjabarkan Presiden Joko Widodo sejak awal pembentukan regulasi ini, selalu menekankan bahwa UU Cipta Kerja dibutuhkan untuk memberi kesempatan perluasan kerja dan membantu UMKM.
“Tapi kemudian, narasi tentang dua hal itu kalah dengan narasi kemudahan berusaha, sehingga banyak orang berpikir negatif dan di saat bersamaan narasi yang muncul juga tentang investasi,” ujarnya.
Karena itu, Turro mengimbau semua pemangku kepentingan berhati-hati dalam menciptakan narasi guna mencegah kegaduhan di masyarakat.
Dendi Ramdani, Department Head of Industry and Regional Research, Office of Chief Economist (OCE) Group Bank Mandiri, menjabarkan tiga argumen yang muncul seturut kemunculan Perppu.
Argumen pertama untuk mengejar tenggat waktu pada 2040. Berdasarkan data BPS dalam Publikasi Proyeksi Penduduk Indonesia 2020 – 2050 hasil Sensus Penduduk 2020, diproyeksikan sekitar seperlima dari total penduduk adalah usia lanjut sekitar 2040-2050. Hal ini perlu diantisipasi serius agar tidak menjadi penghambat target Indonesia Emas 2045.
Argumen kedua terkait pentingnya UU Cipta Kerja adalah dalam upaya merebut persaingan dengan negara-negara lain. Semua negara di dunia saat ini berupaya merebut investor potensial.
“Kita harus ingat ketika Jokowi kesal karena 33 perusahaan relokasi dari China tetapi tidak satu pun ke Indonesia,” ucap Dendi.
Faktor inilah yang kemudian jadi penyebab pemerintah melahirkan UU Cipta Kerja maupun upaya lain demi merebut investasi mau masuk ke Indonesia.
“Walau pasti selalu akan ada penolakan. Di tahun 70-an ada Malari, sekarang protes dengan China karena takut akan penjajahan ekonomi. Walau bagaimanapun, invetasi itu perlu untuk pertumbuhan ekonomi, semua negara perlu melakukan percepatan ekonomi,” tuturnya.
Sedangkan argumen ketiga yakni dikaitkan dengan pemulihan akibat pandemi Covid-19. Menurut Dendi, argumen ini sudah tidak layak lagi dikemukakan. “Jadi yang paling kuat justru argumen nomor 1,” kata dia.
Berdasarkan tiga argumen inilah, maka narasi harus kembali dibangun dengan tepat. Semua kalangan juga perlu menyadari pentingnya investasi, karena hal itu akan membawa pada perbaikan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, hingga penguatan UMKM.
“Tugas pemerintah sekarang untuk memastikan kebijakan yang baik agar sektor usaha menjadi maju,” katanya.
“Apa pun sistem yang berlak di sebuah negara, kalau untuk pengusaha itu bagaimana caranya bisa menurunkan biaya, ada kepastian untuk berusaha. Tidak peduli komunis, monarki, dll, yang penting efisien dan memberi kepastian berusaha.” (Humas Kemensetneg)