Jakarta, wapresri.go.id – Para pendiri bangsa (founding fathers) telah berhasil merumuskan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, serta merumuskan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebagai konstitusi negara yang terus harus dipertahankan sebagai konsensus nasional. Hal ini mengingat Pancasila merupakan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Sehingga, walaupun telah dilakukan beberapa amandemen pada UUD 1945, Pancasila tetap sama.
“Meski telah dilakukan perubahan UUD dari waktu ke waktu, bangsa Indonesia tetap bersepakat menjadikan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara dengan rumusan yang ada sekarang ini, yakni rumusan yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945,” ujar Wakil Presiden (Wapres) K. H. Ma’ruf Amin pada acara Simposium Nasional dengan tema “Studi dan Relasi Lintas Agama Berparadigma Pancasila (SIGMA Pancasila) melalui konferensi video di kediaman resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta Pusat, Kamis (10/09/2020).
“Hal ini sekaligus menjadi bukti yang kuat bahwa Pancasila adalah titik temu (kalimatun sawa’) bagi agama, suku, ras, dan golongan yang beragam di Indonesia,” tambahnya.
Sebagai ideologi negara, tambah Wapres, Pancasila merupakan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk sebagai hasil kesepakatan dari para pendiri bangsa (dalam bahasa Arab kesepakatan itu disebut mitsaq). Pancasila juga telah menjadi konsensus nasional (al mitsaq al watani) dari semua golongan masyarakat Indonesia. Dalam Islam, mitsaq juga sudah terjadi sejak dahulu.
“Bagi umat Islam al mitsaq al watani itu mempunyai landasan keagamaan yang kuat pada sejarah terjadinya kesepakatan Nabi dengan kelompok-kelompok non-muslim di Madinah yang kemudian disebut dengan Mitsaqul Madinah (populer disebut Piagam Madinah),” terangnya.
Lebih jauh Wapres menguraikan bahwa dalam Alquran juga ditegaskan dengan mengutip kitab suci Al-Quran surat An-Nisa ayat 92 yang artinya “Apabila di antara kamu (umat Islam) dan sesuatu kaum (non-muslim) telah terjadi kesepakatan (al mitsaq), maka harus saling menjaga kesepakatan tersebut.
“Oleh karena Pancasila itu sudah menjadi kesepakatan, maka Pancasila tidak boleh diganti dengan ideologi lain. Begitu juga dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak boleh diganti dengan sistem yang lain, karena upaya penggantian tersebut berarti menyalahi kesepakatan nasional (mukhalafatul mitsaq),” tegasnya.
Wapres menjelaskan bahwa dalam perjalanan bangsa Indonesia sejak Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 tercatat banyak pihak yang berupaya mempertentangkan antara Pancasila dengan ajaran agama. Sampai saat ini pun upaya-upaya seperti itu masih terus terjadi.
“Saya berkeyakinan insya Allah upaya-upaya tersebut tidak akan pernah berhasil,” tegasnya.
Hal ini, menurut Wapres karena pertama, Pancasila tidak bertentangan dengan agama dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan turunan dari ajaran agama
Kedua, urai Wapres, Pancasila sudah menjadi kesepakatan nasional. Orang yang masih mempertentangkan antara Pancasila dan agama adalah termasuk yang mis-persepsi.
“Bisa saja mis-persepsi dari pemahaman agamanya atau dari pemahaman Pancasilanya,” paparnya.
Dalam pandangan Wapres, untuk menjaga agar Pancasila tetap dipahami secara komprehensif maka (Pancasila) tidak boleh dipahami secara parsial antara satu sila dengan sila yang lain. Dan diperlukan pemahaman Pancasila secara utuh sebagaimana yang dirumuskan dan dipahami oleh para pendiri bangsa.
“Dengan pemahaman yang utuh seperti itu, berarti Pancasila tidak boleh didorong ke arah pemahaman yang menyimpang seperti sekularisme, liberalisme, atau komunisme,” pintanya.
“Selain itu, agama juga seharusnya dipahami secara moderat dengan tanpa mengorbankan ajaran-ajaran dasar agama dan sebaliknya, bukan pemahaman yang bersifat radikal, ekstrem, atau liberal,” pungkas Wapres. (RN, KIP- Setwapres)