Jakarta, wapresri.go.id—Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar menjadi produsen halal terbesar dunia. Namun, potensi tersebut belum di manfaatkan secara optimal. Untuk itu, pemerintah terus berupaya mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
“Jangankan sebagai produsen dan menjadi pemain global, untuk memenuhi kebutuhan makanan halal domestik saja, kita masih harus impor. Contohnya, pada tahun 2018, Indonesia membelanjakan 173 miliar dolar AS atau 12,6 persen dari pangsa pasar produk makanan halal dunia sekaligus menjadi konsumen terbesar dibanding dengan negara mayoritas muslim lainnya. Oleh karena itu, pemerintah akan terus berusaha mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah,” ungkap Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin pada Konferensi Ekonomi, Bisnis, dan Keuangan Islam Nusantara, yang di gelar secara daring oeh Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara, Rabu (28/07/2021).
Dalam acara yang bertajuk “Mengoptimalkan Ekonomi Syariah dalam Pembangunan Berkelanjutan untuk Ekonomi Riil” tersebut, Wapres lebih jauh memaparkan strategi dan tantangan untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah yang berfokus pada empat bidang, yaitu pertama, pengembangan industri halal. Hal ini dilakukan dengan membentuk kawasan industri halal maupun zona-zona halal di dalam kawasan industri.
“Pembentukan kawasan industri halal maupun zona-zona halal di dalam kawasan industri menjadi salah satu langkah strategis. Saat ini sudah dikembangkan dan ditetapkan tiga kawasan industri halal, yaitu Modern Cikande Industrial Estate di Serang Banten, SAFE ‘n’ LOCK Halal Industrial Park di Sidoarjo Jawa Timur, dan Bintan Inti Halal Hub di Bintan Kepulauan Riau,” jelas Wapres.
Dalam pengembangan industri halal ini, Wapres menyatakan, pemerintah mengedepankan kebijakan yang berpihak kepada usaha mikro, kecil, dan menengah.
“Seperti penyederhanaan perizinan dan pembinaan, program kemitraan usaha kecil dengan usaha besar, serta fasilitasi sertifikasi halal sesuai standar BPJPH [Badan Penyelenggara Jaminan Program Halal] dan fatwa MUI [Majelis Ulama Indonesia]”, ungkap Wapres.
Disamping itu, strategi pengembangan industri halal dimaksud, lanjut Wapres, memerlukan perencanaan dan data statistik yang baik.
“Tantangan terbesar adalah belum tercatatnya data produksi ataupun nilai perdagangan produk halal Indonesia melalui sebuah sistem informasi manajemen yang terintegrasi. Hal ini harus dimulai dengan membangun ketertelusuran (traceability) dari produk-produk halal Indonesia,” sambungnya.
Fokus kedua, pengembangan industri keuangan syariah untuk membangun sistem keuangan yang tangguh dan modern sebagai penopang industri dan perdagangan. Dalam skala besar, tambah Wapres, langkah yang diambil pemerintah adalah menggabungkan tiga bank syariah milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI).
“BSI diharapkan tidak hanya menjangkau usaha menengah dan besar, tetapi juga usaha kecil, mikro, dan ultramikro,” jelasnya.
Seiring dengan langkah strategis tersebut, pemerintah juga terus mendorong pengembangan lembaga keuangan berskala kecil.
“Pemerintah juga ingin memperbanyak pendirian Bank Wakaf Mikro (BWM), Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), dan koperasi syariah, termasuk dukungan pengembangannya,” tuturnya.
Fokus ketiga, pengembangan dana sosial syariah, salah satunya diupayakan dengan transformasi wakaf. “Kita lebih akrab dengan sedekah, infak, dan donasi umum yang lebih praktis. Bahkan, kalau pun ada wakaf, baru untuk masjid, madrasah, dan kuburan,” sebut Wapres.
“Saya berharap, pada era kekinian, aset wakaf bisa berupa aset bergerak, seperti saham, surat berharga, deposito syariah, bahkan dana yang disimpan di rekening wakaf. Selama aset pokoknya tidak berkurang dan yang dibagikan adalah hasil pengembangannya,” imbuhnya.
Pemerintah bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan KNEKS [Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah] berupaya untuk melakukan perbaikan terhadap tata kelola lembaga wakaf agar wakaf ini dapat dipercaya masyarakat karena bersifat dana abadi umat.
“Tugas pemerintah bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), mendorong dan memastikan perbaikan tata kelola lembaga wakaf agar dana yang dihimpun memenuhi kaidah-kaidah wakaf dan tidak disalahgunakan karena wakaf tersebut bersifat dana abadi umat yang jumlah pokoknya tidak boleh berkurang, tetapi manfaatnya terus berkembang,” tegas Wapres.
Terakhir, fokus keempat, yaitu pengembangan dan perluasan kegiatan usaha syariah. Hal ini merupakan strategi penting untuk meningkatkan ekonomi umat. Salah satu upaya yang dijalankan pemerintah adalah membangun pusat-pusat inkubasi dan pusat bisnis syariah di berbagai daerah.
“Langkah penting yang harus dilakukan adalah menyiapkan para pengusaha yang berbasis syariah melalui inkubasi-inkubasi di berbagai daerah. Selain itu, program pengembangan ekonomi dan keuangan syariah juga melakukan upaya pemberdayaan terhadap para pengusaha yang sudah ada agar dapat tumbuh menjadi lebih besar,” paparnya.
Dalam kesempatan ini Wapres menyampaikan apresiasi dan penghargaan atas partisipasi aktif UNISNU dalam memberikan kontribusinya kepada pemerintah untuk pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
“Hal ini sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. UNISNU dan mitra kegiatan telah peduli untuk memberikan kontribusi bagi pemerintah dalam rangka pengembangan ekonomi dan keuangan syariah secara berkelanjutan di Indonesia,” ujar Wapres.
Mengakhiri sambutannya, Wapres mengucapkan selamat atas peresmian Program Studi Ekonomi dan Keuangan Syariah yang berada di bawah naungan Lembaga Pendidikan Tinggi NU (LPTNU) dan berharap agar kiprahnya ini dapat membawa keberkahan bagi kemaslahatan umat.
“Semoga kiprahnya menghasilkan berkah bagi kemaslahatan umat dan bangsa Indonesia di masa mendatang,” harapnya.
Sebelumnya, Rektor UNISNU Jepara Sa’dullah Assa’idi menyampaikan, konferensi ini merupakan kesempatan yang menguntungkan bagi LPTNU untuk memberikan sumbangan keilmuan kepada praktik ekonomi syariah secara riil di masyarakat.
“Sumbangan pemikiran ini akan memberikan satu supporting keilmuan, akan memberikan satu rumusan, bagaimana dalam satu sisi ekonomi syariah yang dulu berkutat di dalam fikih syariah Islam, sementara ini harus meramu dan menyatu dalam rumusan yang sifatnya modern, yaitu menjawab tantangan riil, yaitu, kegiatan ekonomi riil,” ucap Sa’dullah.
Kegiatan konferensi ini diselenggarakan oleh UNISNU Jepara melalui kemitraan dengan 10 LPTNU, yaitu Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) Pati, Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Temanggung, Universitas Alma Ata Yogyakarta, Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen, IAI Ngawi, STAI Al Husain Magelang, Institut Ilmu Al-Qur’an An Nur Yogyakarta, Institut Agama Islam Sunan Giri (INSURI) Ponorogo, dan STAI Al Hidayat Lasem Rembang.
Dalam konferensi ini hadir sebagai narasumber, yaitu; Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah KNEKS Sutan Emir Hidayat, Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Noor Achmad, Direktur Bisnis PT Bank BTPN Syariah Dwiyono Bayu Winantio, dan Wakil Rektor II Bidang Keuangan, Sumber Daya Manusia, dan Infrastruktur UNISNU Jepara Aida Nahar. Sementara Wapres didampingi oleh Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar serta Staf Khusus Wapres Masduki Baidlowi dan Bambang Widianto. (RR/AS, BPMI-Setwapres)
Kategori : |