Dari kejauhan warna kilau terlihat mencolok di atas meja. Rupanya kilau tersebut berasal dari peralatan makan yang dipersiapakan untuk jamuan malam itu. Sendok, garpu, pisau, dan berbagai peralatan makan yang ditampilkan di atas meja tersebut disepuh dengan emas delapan karat.
Â
Semua itu tersusun rapih sesuai dengan kegunaan dan waktu penggunaannya. Mulai dari piring  yang menjadi sentral penataan, dengan hiasan serbet berbentuk segitiga di atasnya. Lalu peralatan lain diletakkan di sekitar piring, dengan posisi paling luar merupakan alat makan yang akan digunakan pertama.
Â
Di sisi kanan terdapat pisau tambul (makanan pencuci mulut), sendok sup, sendok, dan pisau. Sedangkan sisi kiri terdapat garpu dan garpu tambul. Di sebelah atas piring terdapat sendok es krim, sendok teh, sendok sambal, gelas air putih, dan gelas teh atau kopi. Seluruh peralatannya juga disusun sesuai dengan menu yang disajikan. “Karena sekarang kita kan lagi perkenalan kuliner Indonesia, jadi pakai menu Indonesia dan set yang dipergunakan sesuai standar orang Indonesia,†ujar Sudarto, yang sudah menjadi Pramusaji Istana selama 35 tahun.
Â
Menurut Kepala Bagian Pengelolaan Seni Budaya dan Tata Graha, Lely Nova Harenna, jamuan kenegaraan biasanya dilakukan dalam empat tahap, yaitu makanan pembuka, sup, hidangan utama, dan makanan penutup. Tetapi melihat waktu kunjungan dan acara kenegaraan yang padat, bisa juga dilakukan dalam tiga tahap. Ini juga akhirnya berpengaruh pada pengorganisasian set peralatan makan di atas meja.
Â
Desain Guruh
Â
Peralatan makan yang digunakan pada acara jamuan kenegaraan bagi Presiden Afghanistan sering disebut dengan desain Guruh. Warna dasar piringnya putih, dihiasi lingkaran emas pada bagian pinggir dan tengah. Selain itu terdapat ukiran bunga dekoratif dengan tambahan gambar lambang Burung Garuda di salah satu sudutnya.
Â
Desain Guruh sudah ada sejak era Presiden Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri. Disebut seperti itu karena dirancang langsung oleh Guruh Soekarnoputra. Materialnya sendiri dibuat oleh sebuah perusahaan spesialis peralatan makan dari Jepang, Noritake. Nilainya sekitar 40 juta untuk satu set peralatan makan.
Â
Ini berbeda dengan desain pada masa Presiden Soeharto. Saat itu peralatan makan di Istana Negara dan Istana Merdeka dibuat dengan nuansa yang berbeda. Semua peralatan yang digunakan di Istana Negara dibuat dengan nuansa hijau, sedangkan yang ditampilkan di Istana Merdeka memiliki nuansa merah. Tentu itu bukan tanpa alasan. Nuansa hijau diambil untuk memberikan nilai perdamaian, sementara nuansa merah dipilih untuk melambangkan keberanian.
Â
Sampai saat ini baru sekitar tiga kali dilakukan pengadaan peralatan makan resmi di Istana Kepresidenan Jakarta. Tentu saja itu karena perawatan yang sangat baik dilakukan. Proses pencucian, bilas, dan penyimpanan dilakukan sedemikian rupa sehingga barang milik negara tersebut tetap terjaga kualitasnya. Bahkan beberapa peralatan makan era Presiden Soekarno juga masih tersimpan rapi dalam rak-rak penyimpanan.
Â
Media Komunikasi
Â
Nyatanya, jamuan bukan sekedar ‘menyajikan makanan’ kepada tamu negara. Ini juga merupakan bentuk penghormatan, bahkan menjadi salah satu media membangun komunikasi dengan tamu-tamu kenegaraan. Dalam jamuan bisa terjadi pembicaraan mengenai masakan, lalu menjurus kepada hasil bumi Indonesia. Lebih dari itu, bisa juga terjadi komunikasi mengenai peluang investasi.
Â
Pada era Presiden Joko Widodo, pembicaraan mengenai investasi justru lebih banyak dilakukan saat jamuan seperti makan malam, makan siang, atau veranda talks. Alasannya lebih kekeluargaan dan pembicaraannya terasa lebih mengalir. Oleh karena itu, memberikan tampilan dan pelayanan jamuan yang terbaik menjadi langkah yang dapat berdampak signifikan. Mewujudkan Istana sebagai the ultimate showcase of Indonesia, adalah sebuah keharusan. (IAF, RHS-Humas Kemensetneg)
                       Â
Â