Urgensi Meningkatkan Keterwakilan Perempuan di DPR RI

 
bagikan berita ke :

Senin, 23 September 2024
Di baca 1124 kali

Foto Cover: Biro Humas Kemensetneg


 

Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender, jumlah keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) masih jauh dari kata sempurna. Meskipun terdapat kebijakan afirmatif berupa kuota minimal 30% untuk pencalonan calon anggota legislatif (caleg) perempuan, realitanya persentase perempuan yang terpilih belum pernah mencapai angka ini.

 

Pada Pemilu 2024 misalnya, keterpilihan perempuan hanya mencapai angka kurang lebih 22%. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang bagaimana sistem politik kita mendukung perempuan untuk benar-benar berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan yang mewakili perempuan di tingkat tertinggi. Upaya apa yang harus dilakukan untuk memastikan perempuan memiliki jumlah yang “layak” di parlemen?

 

Keterwakilan Perempuan dan Kualitas Kebijakan

 

Ketimpangan jumlah keterwakilan perempuan di parlemen menjadi permasalahan serius dalam menentukan arah kebijakan yang mewakili perempuan. Sarah & Mona (2008) menjelaskan mengapa perempuan sering kali tidak terlihat mewakili perempuan setelah menduduki jabatan politik. Menurutnya, fenomena ini terjadi karena jumlah perempuan yang jauh lebih sedikit daripada laki-laki di hampir semua badan perwakilan yang dipilih. Perempuan tidak akan memiliki dampak signifikan pada arah kebijakan yang inklusif gender sampai jumlah mereka setidaknya mencapai “massa kritis” (atau umumnya sebesar 30%) di antara semua legislator.

 

 


Foto: BPMI Setpres

 

Jumlah keterwakilan perempuan yang sempurna akan memberikan keseimbangan perspektif dalam pengambilan keputusan, sehingga dapat meningkatkan kualitas kebijakan publik yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Selain itu, pencapaian ini dapat memecah hambatan struktural yang selama ini menghalangi perempuan untuk terlibat aktif dalam politik, sehingga dapat memperkuat demokrasi dengan memastikan semua kelompok memiliki suara yang sama.

 

Upaya Meningkatkan Keterwakilan Perempuan di Parlemen

 

Kebijakan afirmatif berupa sistem kuota minimal 30% saat pencalonan perempuan merupakan langkah awal yang penting. Namun, hanya mengandalkan sistem kuota saja tidak cukup, perlu ada kebijakan afirmatif yang lebih konkret, contohnya aturan mendorong partai politik untuk memberikan nomor urut satu kepada perempuan dalam setiap daerah pemilihan. Hal ini bukan tanpa sebab. Pasalnya, pemilih masih punya kecenderungan memilih caleg di nomor urut strategis, misalnya 1 atau 2 (Prihatini, 2019). Studi ini dibuktikan pada Pemilu 2019. Margret dkk. (2022) mencatat, 48% caleg terpilih perempuan berada di posisi nomor 1 dan 25% berada di nomor urut 2.

 

Selain strategi nomor urut, kampanye publik juga menjadi kunci dalam meningkatkan keterwakilan perempuan. Kampanye publik yang mengedukasi pemilih tentang pentingnya memilih kandidat perempuan juga berperan penting dalam mengubah persepsi masyarakat. Saat ini, stereotip gender masih sangat kuat di Indonesia, yang sering kali membuat pemilih ragu untuk memilih perempuan sebagai wakil mereka (Jayani dkk., 2024).

 

Kampanye ini bisa membantu mematahkan stigma tersebut dengan menunjukkan bahwa perempuan memiliki kapasitas yang sama untuk memimpin dan berkontribusi dalam pengambilan keputusan politik. Dengan demikian, upaya ini akan mendorong peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen, dan memastikan bahwa suara perempuan semakin berpengaruh di parlemen.

 

Meningkatkan keterwakilan perempuan di DPR RI bukan hanya tentang memenuhi angka atau kuota, tetapi juga tentang mewujudkan parlemen yang benar-benar inklusif terhadap seluruh masyarakat Indonesia. Dengan memastikan perempuan memiliki jumlah yang layak di parlemen, kita dapat menciptakan kebijakan yang benar-benar mewakili perempuan. Oleh karena itu, upaya peningkatan keterwakilan perempuan harus menjadi prioritas nasional, bukan hanya sebagai bagian dari komitmen terhadap kesetaraan gender, tetapi juga sebagai langkah penting menuju demokrasi yang lebih baik.

 

Referensi

Jayani, P. H., Shafira, F. M., Anindya, S., & Ummah, A. (2024). Representasi Gender Di Parlemen Pasca Pemilu 2019: Tantangan Dan Peluang Menuju Kesetaraan Gender Dalam Pembangunan Politik. Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora, 2(8), 37-45.

Prihatini, E. S. (2019). Women who win in Indonesia: The impact of age, experience, and list position. Women's Studies International Forum, 72, 40-46.

Sarah, C., & Mona, L. K. (2008). Critical Mass Theory and Women's Political Representation. Journal Compilation, 56, 725-736.


 

 

Penulis    : Abira Massi Armond

Profesi    : Mahasiswa

Institusi   : Universitas Indonesia

Bagaimana pendapat anda mengenai artikel ini?
27           18           0           0           0