Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, 23 Agustus 2010

 
bagikan berita ke :

Senin, 23 Agustus 2010
Di baca 914 kali

PENGANTAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA

 SIDANG KABINET PARIPURNA

DI KANTOR PRESIDEN JAKARTA

TANGGAL 23 AGUSTUS 2010

 

 

 

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Salam sejahtera untuk kita semua,


Saudara Wakil Presiden Republik Indonesia dan para peserta Sidang Kabinet Paripurna yang saya hormati,

 

Alhamdulillah, hari ini kita dapat kembali menyelenggarakan Sidang Kabinet Paripurna. Ada dua agenda yang akan kita bahas dalam sidang hari ini. Pertama adalah antisipasi terhadap situasi pangan dunia dan langkah-langkah pengamanan pangan di dalam negeri sendiri. Ini berkaitan dengan food security dalam arti yang luas. Yang ke dua adalah penanganan lanjutan dari insiden yang terjadi antara kapal patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan nelayan dan kemudian patroli Malaysia, serta pengelolaan hubungan bilateral di antara Indonesia dan Malaysia ke depan.

 

Di samping dua agenda itu, nanti sebelum kita mulai saya juga ingin memberikan beberapa arahan dan penekanan untuk kita jalankan bersama-sama di dalam mengemban tugas sebagai bagian dari pemerintahan, utamanya di jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II.

 

Saudara-saudara,

 

Menyangkut upaya untuk mengantisipasi perkembangan situasi pangan dunia, sekaligus untuk memastikan agar langkah-langkah domestik yang kita lakukan juga tepat, saya ingin memberikan pengantar sebagai berikut.

 

Sikap dasar dan prinsip kita di dalam menghadapi perkembangan pangan global seperti ini adalah senantiasa antisipatif, kemudian menjalankan semua langkah domestik secara all-out, dan kemudian selalu siap dengan contingency. Menyangkut antisipasi supply, dan harga pangan dunia, saya berharap Menteri terkait mengikuti secara terus-menerus, karena, terus terang, dengan bencana alam yang terjadi di berbagai negara telah dinilai mengganggu ketersediaan pangan dunia, global food supply. Kita masih menyaksikan di Pakistan, misalnya, di Tiongkok, di India, di Nigeria, dan di tempat-tempat lain, sehingga bisa jadi shortage itu cukup signifikan.

 

Belum, apa yang kita pantau dan ikuti sudah ada sejumlah negara yang memutuskan untuk membatasi ekspor ke negara-negara lain. Itu policy mereka dalam masa krisis, sehingga bisa terjadi apa yang kita hadapi di tingkat dunia ini persis seperti tahun 2008, menyangkut harga, juga menyangkut supply dari komoditas pangan tertentu. Oleh karena itu kita harus terus melakukan antisipasi terhadap perkembangan pangan dunia ini.

 

Tentunya yang bersifat domestik kita harus memastikan bahwa kecukupan pangan itu dapat dipenuhi dengan distribusi yang kita pastikan berjalan secara efisien dan juga harga pangan yang terjangkau. Oleh karena itu, tiga-tiga-nya menjadi penting, panen dari pertanian kita, stok dari yang di kelola oleh Bulog, maupun cadangan di tempat lain, pendistribusian sampai dengan pengguna akhir, dan harga yang hampir pasti terpengaruh oleh harga pangan dunia.

 

Semua itulah yang saya minta Menteri terkait melakukan pengelolaan secara tepat dan terus-menerus. Ambil pengalaman waktu kita melakukan stabilisasi harga pangan pada tahun 2008 yang lalu. Dengan telah dilakukan dua hal itu, tetap kita harus memiliki contingency atau plan-B, manakala kita mengharuskan untuk melakukan itu. Oleh karena itu, kerja sama kita dengan negara-negara sahabat, berkaitan dengan pangan, agar dihidupkan kembali. Dengan demikian, manakala kita harus melakukan kerja sama pangan itu untuk kepentingan domestik di kala krisis global, kalau sungguh terjadi, kita bisa mengatasi masalah yang kita hadapi.

 

Dan kepada Saudara Menko Perekonomian, dengan jajarannya, saya berharap melibatkan para Gubernur, pimpinan dunia usaha, dan pihak-pihak lain untuk menghadapi kemungkinan munculnya permasalahan pangan dunia ini.

 

Yang jelas kita dianggap kompeten dahulu, mengelola krisis pangan, atau dampak krisis pangan global di tahun 2008, kita jaga, kita pertahankan. Policy ataupun langkah-langkah dahulu yang kita anggap kurang tepat, kurang efisien, jangan dilakukan karena kita sudah punya pengalaman menghadapi dan mengatasi masalah seperti ini.

 

Yang jelas, jangan under-estimate, berpikirlah, kalau meskipun sudah kita hitung cukup, ramalan panen ok, cadangan di pusat ok, di daerah ok, tetapi selalu ada faktor x yang mengubah apa yang kita miliki itu. Dalam kaitan ini, contingency plan diperlukan, plan B diperlukan, dengan demikian kalau itu terjadi, solusinya ada dan bisa mengatasi masalah.

 

Itu pengantar untuk agenda yang pertama, sekaligus arahan saya. Yang ke dua, berkaitan dengan pengelolaan hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. Ini bukan isu baru sebenarnya, mengingat kita dengan Malaysia ini sahabat dekat, bertetangga dekat, sama-sama negara ASEAN, tentu sepanjang waktu ada saja masalah dan isu yang kita hadapi. Sebagaimana pula kita berhubungan dengan negara tetangga yang lain, atau sahabat-sahabat dekat yang lain. 

 

Sering saya katakan, hampir tidak ada masalah kita dengan Nigeria, misalnya, kita dengan Suriname, kita dengan Islandia, karena distance yang jauh, dan tidak ada interaksi yang intensif di antara kedua negara, kedua pemerintah, kedua bangsa. Prinsip dan kebijakan dasar, saya minta kita tetap jaga di dalam menjaga hubungan dengan negara lain, sekaligus mengatasi kalau timbul masalah.

 

Prinsip pertama kita harus senantiasa berupaya memelihara hubungan baik. Untuk kepentingan kita dan kepentingan bersama, kita juga harus meningkatkan kerja sama. Kalau ada masalah, mari kita carikan solusinya secara damai. Masih banyak political resources, untuk mengatasi masalah secara damai. Jangan kita, istilah saya, memiliki budaya yang sedikit-sedikit putuskan hubungan diplomatik, sedikit-sedikit serang, dan seterusnya.

 

Meskipun, tolong dicatat, kalau menyangkut kepentingan nasional yang bersifat vital interest, seperti kedaulatan negara, memang tidak ada kompromi, mari kita pegang. Tetapi yang lain, kalau ada isu-isu sehari-hari, isu yang bisa muncul di antara tetangga dan sahabat dekat, mari kita carikan solusinya, ada negosiasi, ada diplomasi, ada yang lain-lain.

 

Mari kita implementasikan prinsip dan kebijakan dasar kita ini. Era sekarang ini adalah era kerja sama dan kemitraan, bukan era konfrontasi, permusuhan, dan peperangan. Meskipun, jangan salah terima, sekali lagi, kalau itu menyangkut kepentingan kita yang paling mendasar, kedaulatan, wilayah, dan sebagainya, tentu kita harus melakukan apa saja yang harus kita lakukan.

 

Saudara-saudara,

 

Saya pertama kali mendengar adanya insiden itu, tanggal 14, sedang kita sibuk-sibuknya memperingati hari kemerdekaan itu dan beritanya sangat belum jelas waktu itu, masih sedang dibangun secara incremental apa yang sesungguhnya terjadi. Dan instruksi saya waktu itu yang segera ditindaklanjuti oleh Menlu, selamatkan dahulu Warga Negara Indonesia, cari di mana, dan kemudian selamatkan, lindungi keselamatan dan hak-haknya. Dan itu yang telah dilakukan oleh Menteri Luar Negeri. Kemudian, selebihnya lakukan investigasi dan selesaikan dengan tepat. Dan setelah itu, Menlu bergerak dengan pejabat yang lain, protes, dan ini, dan itu.

  

Saya kira langkah-langkah itu telah dilakukan sebenarnya, barangkali penjelasan kepada publik yang tidak lengkap. Benar waktu itu barangkali memang karena sedang dibangun, sedang dilakukan proses untuk penyelesaian masalah itu. Tetapi nanti kita akan mendengar up date-nya sesudah menerima laporan dua hari yang lalu, dan hari ini juga sudah menerima laporan kemajuan dari Menlu, saya minta nanti dipresentasikan di hadapan sidang kabinet supaya semuanya mengerti duduk persoalannya, dan Menlu jelaskan ke publik segamblang-gamblangnya.

 

Tetapi satu hal, dengan insiden ini, dan ini bukan insiden satu-satunya. Kerapkali memang saya pribadi mendapatkan protes dari Kepala Pemerintahan negara lain. Saya pernah bertemu Perdana Menteri Vietnam, Perdana Menteri Thailand tentang ini, dengan Tiongkok meskipun tidak saya langsung, tetapi ada semacam protes-protes, karena apa yang kita lakukan, tetapi, saya katakan, kalau memang harus kita lakukan untuk pengamanan wilayah kita, untuk kedaulatan kita, penegakan hukum kita, ya kita lakukan. Artinya kita juga aktif melakukan upaya untuk pengamanan wilayah, penjagaan kedaulatan, dan penegakan hukum.

 

Meskipun dalam banyak hal juga, karena kita semangat ASEAN, semangat hubungan baik, terjadi proses yang baik. Pernah dikembalikan 111 lebih nelayan kita dari Myanmar, baik-baik, tanpa diproses hukum oleh Myanmar, dari Filipina, dari India, dan sebagainya, itu juga kerap terjadi. Mungkin juga tidak banyak diangkat di media massa, diberitakan dipublik kita, karena semua itu ada proses hubungan baik, diplomasi, kerja sama, negosiasi, dan sebagainya.

 

Tetapi satu hal, kalau benar, karena investigasi terus saya minta dituntaskan, kalau kejadian kemarin di daerah yang diklaim secara bersama, oleh Malaysia dan Indonesia, maka sesuai dengan instruksi saya kemarin, dua hari yang lalu, kepada Menlu, dan sudah ditindaklanjuti, mari kita dorong agar perundingan perbatasan bisa berjalan lebih cepat dan lebih efektif,  baik itu di sekitar perbatasan antara Malaysia dan Singapura, maupun yang disebut dengan perairan Ambalat. Saya minta mari kita dorong, kita percepat, lebih efektif, lebih nyata.

 

Saya tahu bahwa masih ada alasan dari pihak Malaysia karena sengketa antara Malaysia dengan Singapura yang diselesaikan di International Court of Justice, itu dua sudah diputus, satu milik Malaysia, satu milik Singapura, tetapi yang ke tiga belum diputus, nah yang ke tiga ini yang connected to our border, apa yang kita klaim.

 

Oleh karena itu, mestinya kalau harus menunggu ya menunggu, tetapi saya pikir tidak harus menunggu, bisa kita mulai sekarang untuk mendorong, mendesak agar segera dituntaskan. Jadi, pelajaran pertama dari seringnya terjadi seperti ini dengan perbatasan, dengan negara-negara sahabat, maka mari kita percepat, kita efektifkan upaya penyelesaian sengketa perbatasan.

 

Berikutnya lagi, perlu nanti ada semacam standard operating procedure, aturan main, yang bisa disepakati oleh negara yang berbatasan karena overlapping claim seperti ini, agar tidak terjadi kasus-kasus seperti ini. Ke dalam kita juga perlu melakukan sinkronisasi dan koordinasi apa yang dilakukan di laut.

 

Kita punya Bakorkamla, kita punya Angkatan Laut, kita punya Kepolisian, kita punya Kementerian Kelautan dan Perikanan. Logikanya Kementerian Kelautan dan Perikanan itu lebih banyak pada aspek prosperity, sisi ekonomi, sisi kesejahteraan dan bukan sisi security. Security-nya ada TNI, ada  Angkatan Laut, hukumnya ada para penegak hukum yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang.

 

Dengan demikian, harapan saya segera setelah ini, di bawah koordinasi Menko Polhukam, ditata, dipastikan bahwa semua sinergis, terkoordinasi, sinkron satu sama lain. Dengan demikian tidak lepas satu sama lain, karena kalau sudah menyangkut perbatasan negara dengan negara, bukan lagi antara Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bakorkamla, kemudian Angkatan Laut, Kepolisian, dan sebagainya.

 

Sekaligus, karena ini kembali menjadi isu utama hubungan kita dengan Malaysia, Saudara-saudara, maka, dan saya mengikuti pemberitaan di media on line, twitter, fb, dan lain-lain itu, ada yang mesti diklarifikasi, yang mesti ditindaklanjuti. Tadi pagi saya sudah berkomunikasi dengan Menlu, misalnya, apa betul ada sekian banyak warga negara kita yang diputus hukuman mati, saya ingin di up-date berapa, karena selama ini kita gigih, saya datang sendiri berapa kali untuk mengurus ini supaya tidak ada sesuatu yang tidak adil, dan kita jalankan dan bahkan dalam satu pertemuan bilateral di up-date oleh Malaysia sendiri, one by one, kasus hukum itu dan bagaimana solusinya sesuai dengan permintaan Indonesia.

 

Dengan demikian, sesungguhnya, kita terus memberikan bantuan hukum, pembelaan, upaya diplomasi, untuk meringankan hukuman bagi saudara-saudara kita. Tetapi karena muncul di mana-mana, di media on-line, Menlu, yang sekarang sedang bekerja, segera tuntaskan, laporkan nanti, kalau perlu siang hari ini, berapa sebetulnya, dan langkah-langkah kita apa untuk membela, melindungi, upaya kita untuk saudara-saudara kita yang divonis hukuman di Malaysia, utamanya hukuman mati.

 

Kita juga biasa memvonis hukuman mati bagi warga negara asing. Saya juga sering dimintai oleh Kepala Negara-Kepala Negara untuk peringanan hukuman dan sebagainya. Oleh karena itu, kita pun wajib untuk melakukan misi seperti itu untuk warga negara kita, tetap, tetapi tentu juga menghormati sistem hukum yang berlaku di negara lain, sebagaimana negara lain menghormati sistem hukum yang berlaku di negara kita.

 

Dan sekaligus apa yang sudah sangat maju dengan Malaysia, perlindungan pada tenaga kerja kita di sana, hak-haknya, hari liburnya, gajinya, pendidikan putra-putrinya, saya minta diteruskan. Menteri Tenaga Kerja sudah cukup maju, Menteri Pendidikan, sekaligus, ketika kita sedang menghadapi pemberitaan yang luas, agenda-agenda utama dipastikan itu berjalan dengan baik.

 

Itu yang mengait hubungan bilateral kita dengan Malaysia pasca-insiden antara Patroli Kelautan dan Perikanan kita dengan nelayan Malaysia dan kemudian juga patroli Malaysia.

 

Saudara-saudara,

 

Dua agenda itu saya mintakan nanti presentasi pertama dari Menko Perekonomian, kemudian yang ke dua dari Menteri Luar Negeri. Sebelum saya serahkan kepada kedua Menteri tersebut, saya ingin memberikan beberapa arahan penekanan untuk diperhatikan dan dijalankan oleh Saudara semua.

 

Akhir-akhir ini saya mengikuti di berbagai media massa, cukup gencar kritik dan serangan terhadap pemerintah, terhadap kabinet, termasuk terhadap Presiden sendiri. Saya berharap mari kita sikapi semua ini secara wajar dan inilah realitas politik. Namun, karena kita ingin bertindak sesuai dengan sistem dan aturan, Saudara, para Menteri, saya, Presiden, Wakil Presiden, semua, manakala isu-isu tertentu diangkat oleh publik di media massa dan di forum-forum yang lain, saya berharap Saudara juga bisa memberikan respon secara rasional, profesional, dan proporsional.

 

Inilah demokrasi, rakyat punya hak untuk mengkritisi pemerintahnya, ingin tahu, mengoreksi, menyalahkan, mengecam, itu hak mereka. Sebagaimana kita juga punya hak untuk menjelaskan, kalau kritik benar, kita terima, kalau koreksi itu tepat adanya, kita berterima kasih, namun manakala berita itu tidak begitu, klarifikasi yang benar, jelaskan duduk persoalannya bahwa tidak begitu apa yang terjadi. Ini iklim demokrasi yang kita harus sangat biasa.

 

Barangkali dahulu, era masa lalu, ketika freedom of speech, belum semerdeka sekarang ini, tidak begitu muncul isu-isu seperti ini, tetapi era reformasi, era demokrasi sekarang ini, itulah kehidupan kita, kehidupan politik, kehidupan di negeri ini. Oleh karena itu saya berharap Saudara, sebagai bagian dari pemerintahan, bagian dari kabinet, sungguh tekun, sungguh pro aktif, dan merespon masalah-masalah ini dengan baik.

 

Jangan bersembunyi, jangan diam, jangan "ah, daripada saya repot", keliru, karena apa yang kita lakukan kita pertanggungjawabkan semuanya. Rajin-rajinlah Saudara, para Menteri, untuk menjelaskan sekali lagi semuanya itu, di media cetak, di media elektronik, kalau perlu masuk media on line, dan tidak harus yang menjelaskan semuanya Presiden.

 

Saya akan masuk pada isu-isu yang tepat yang menjelaskan saya, yang merespon saya. Namun banyak, saya perhatikan, yang semestinya Saudara yang lebih tepat, lebih fungsional untuk menjelaskan dan berkomunikasi dengan rakyat kita, dengan niat yang baik. Apapun kerasnya hantaman itu, tetapi tangkap esensinya, kemudian respon dengan bahasa-bahasa yang baik, bahasa-bahasa yang proper, bahasa-bahasa yang terukur.

 

Dan, begini saya mengingatkan statement Saudara yang harus mencerminkan statement itu apa yang dilakukan oleh pemerintah, apa yang menjadi kebijakan dan tindakan kita itu, jadi tidak boleh bicara sekedar bicara tanpa diikuti dengan langkah, tindakan. Sampaikan apa yang kita lakukan itu, kemudian lakukan apa yang telah kita sampaikan kepada publik, dengan demikian publik akan melihat satunya kata dengan tindakan dari yang kita lakukan.

 

Berbeda dengan yang lain, pengamat, politisi, siapapun, tentu mengkritisi, berbicara sesuai dengan haknya, tetapi karena kita eksekutif ya kita lah, sambil merespon, sambil menjelaskan, melaksanakan tindakan-tindakan yang harus kita laksanakan.

 

Banyak berita yang mestinya Saudara tidak terlambat menanggapinya, tetapi saya perhatikan satu hari, dua hari, tiga hari, baru direspon, empat hari, bahkan kadang-kadang responnya tidak memadai. Ini sebetulnya tidak boleh terjadi. Misalnya dibicarakan tentang grasi dan remisi, Saudara bisa menjelaskannya dengan gamblang karena apa yang kita lakukan, cantolan Undang-Undangnya ada, sistem, aturan main, dan sebagainya, jelaskan dengan baik, misalnya seperti itu.

 

Kemudian yang kemarin, insiden di laut, antara kita dengan Malaysia, kalau efektif cara menjelaskan, cara berkomunikasi, mungkin tidak terlalu ke sana-ke mari penggorengan-nya oleh apa yang ada di masyarakat kita. Kemarin saya perhatikan ada petisi atau unjuk rasa di Mahkamah Konstitusi tentang kembali isu rekening gendut Perwira Tinggi Polri, yang begini-begini harus direspon, dijelaskan supaya publik mendapatkan gambaran yang utuh seperti itu. Hari ini saya pantau, misalkan, tadi isu hukuman mati warga negara kita di Malaysia, segera berikan penjelasan, respon dengan baik, saya ingin seperti ini.

 

Dengan demikian the right to know rakyat kita, rasa ingin tahu itu bisa dijawab oleh kita dengan penjelasan yang tepat sesuai dengan siapa menjelaskan apa, karena memiliki kewenangan tentang itu. Dan ketika menjelaskan, Saudara adalah Menteri, bertanggung jawab kepada Presiden, tidak bertanggung jawab pada partai politik di mana Saudara berasal. Dengan demikian lurus, sebab kalau sudah punya pertimbangan politik, bisa keliru. Kita satu perahu, Menteri, Wapres, Presiden, menjalankan kebijakan kita, tindakan-tindakan kita yang bisa kita pertanggungjawabkan kepada rakyat kita. Saya mengingatkan itu semua agar efektif komunikasi kita dengan publik, dengan rakyat kita.

 

Itulah Saudara-saudara yang saya sampaikan, dan setelah ini saya memberi kesempatan pertama-tama kepada Menko Perekonomian untuk mempresentasikan hal yang sangat mendasar, masalah pangan, dan kemudian nanti Menteri Luar Negeri, saya persilahkan Pak Hatta.