Pidato Presiden Republik Indonesia di Hadapan Anggota Parlemen Australia

 
bagikan berita ke :

Senin, 10 Februari 2020
Di baca 497 kali

Gedung Parlemen Australia, Canberra, Australia
 
 
 

Yang Mulia Perdana Menteri Scott Morrison;
Yang Mulia Senator Scott Ryan;
Yang Mulia Bapak Tony Smith;
Yang Mulia Bapak Anthony Albanese;
Yang Mulia para Senator dan Anggota Parlemen yang saya hormati;
Para undangan dan hadirin sekalian.

Selamat siang,
Good day, mates. 

Saya merasa terhormat hari ini dapat berbicara di hadapan seluruh anggota Senat dan House of Representatives of Australia.

Bapak/Ibu, Yang Mulia,
Tanggal 2 Februari yang lalu, satu peleton zeni dari TNI serta sejumlah personel dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebanyak 40 personel, meninggalkan Indonesia menuju ke New South Wales. Satu tujuan mereka, bekerja bahu membahu dengan rakyat Australia untuk menangani kebakaran hutan (di Australia). Dan di saat yang sama, tim Indonesia dan Australia juga sedang membahas penjajakan kerja sama untuk modifikasi cuaca.

Tanggal 23 Desember 2019 yang lalu, saya menyampaikan pesan yang sangat jelas kepada Bapak Scott Morrison bahwa Indonesia akan selalu bersama Australia di masa yang sulit. Saat Ayahanda Perdana Menteri Morrison meninggal dunia, saya dan rakyat Indonesia ikut merasakan duka PM Morison dan keluarga. Sahabat sejati adalah yang selalu bersama dalam suka dan duka. A friend in need is a friend indeed.

Australia selalu berada di samping Indonesia saat Indonesia terkena musibah. Rakyat Indonesia tidak akan pernah lupa, tidak akan pernah lupa. Saat kami tertimpa tsunami di tahun 2004 di Aceh dan Nias, 9 tentara Australia telah gugur membantu sahabatnya yang tengah berduka di Aceh dan Nias. Mereka adalah patriot. Mereka adalah sahabat Indonesia. Mereka adalah pahlawan kemanusiaan.

Indonesia dan Australia ditakdirkan sebagai tetangga dekat. Kita tidak bisa memilih tetangga, tidak bisa. Namun kita memilih untuk bersahabat. Australia adalah sahabat paling dekat Indonesia.

Para Hadirin yang saya muliakan,
61 tahun yang lalu yaitu tahun 1959, Perdana Menteri Robert Menzies, pada saat berkunjung ke Universitas Gadjah Mada, almamater saya, beliau berkata, “We have 10 times as much in common than we have in difference.” Meskipun Indonesia dan Australia memiliki budaya yang berbeda namun kita memiliki nilai-nilai yang sama. Kemajemukan, keberagaman etnis, dan toleransi, demokrasi dan penghormatan hak asasi manusia, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.

Tidak hanya itu, kaum muda Australia dan Indonesia memiliki kesamaan. Indonesia saat ini memasuki bonus demografi, jumlah anak muda usia 16-30 tahun sebanyak 63 juta atau 24 persen dari total populasi. Kebanyakan mereka berwawasan global, ingin berkolaborasi untuk berinovasi. Indonesia sekarang memiliki 1 decacorn dan 4 unicorn (start-up/perusahaan) yang dimotori oleh anak-anak muda. Anak muda Indonesia dan anak muda Australia terbentuk oleh nilai yang sama. Sama-sama hidup di alam yang demokratis, familiar dengan NetflixInstagramFacebook, dan saling aktif bertukar pikiran lintas negara. Hal ini yang menjadi fondasi nilai yang kuat dalam menjalin persahabatan, masa kini dan masa depan.

Bapak/Ibu, hadirin yang saya muliakan,
Usia 70 tahun persahabatan Indonesia-Australia bukanlah waktu yang sebentar. 70 tahun adalah masa platinum. Sebuah platinum persahabatan yang kokoh, bukan saja persahabatan antarpemerintah dan antarparlemen tetapi juga rakyat kedua negara. Platinum persahabatan tersebut harus kita perkokoh terus. Kita harus bersama-sama mempersiapkan saat kemitraan Indonesia-Australia berumur 100 tahun, 30 tahun, 3 dekade dari sekarang.

Tahun 2050, satu abad umur kemitraan kita adalah momen krusial. Pada tahun 2050, Indonesia dan Australia akan bertransformasi menjadi pemain besar di kawasan dan dunia. Menurut PricewaterhouseCoopers misalnya, pada tahun 2050 Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar ke-4 dengan PDB sekitar 10,5 triliun USD. Indonesia juga akan menjadi negara emerging market dengan jumlah kelas menengah terbesar ketiga di dunia. Namun di lain sisi, tahun 2050 dunia juga diprediksi semakin dipenuhi ketidakpastian. Jika tren saat ini berlanjut maka dunia 3 dekade mendatang akan semakin terdisrupsi. Situasi geopolitik dan geoekonomi dunia semakin berat. Stagnansi pertumbuhan ekonomi bahkan resesi ekonomi dunia sulit dihindari. Dikhawatirkan nilai demokrasi dan kemajemukan akan termarjinalkan.

Di tengah berbagai tantangan tersebut, Indonesia dan Australia harus fokus pada upaya peningkatan kemitraan. Saya mengusulkan beberapa agenda prioritas, menyongsong satu abad kemitraan kita:

Pertama, kita harus terus memperjuangkan nilai demokrasi, hak asasi manusia, toleransi, dan kemajemukan. Setop intoleransi, setop xenophobia, setop radikalisme, dan setop terorisme. Terus kikis politik identitas di negara kita dan di berbagai belahan dunia, baik itu atas dasar agama, etnisitas, identitas askriptif lainnya. Politik identitas merupakan ancaman terhadap kualitas demokrasi, ancaman bagi kemajemukan, dan ancaman bagi toleransi. Ancaman ini semakin nyata jika terus dieksploitasi demi kepentingan politik jangka pendek yang mengakibatkan kebencian, ketakutan, bahkan konflik sosial. Sebagai dua negara yang demokratis dan majemuk, kita harus bekerja keras, bahu membahu, berdiri tegak untuk memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan kemajemukan, dan mencegah dunia dari ancaman clash of civilization.

Kedua, Indonesia dan Australia harus memperkuat prinsip ekonomi yang terbuka, bebas dan adil. Di tengah maraknya proteksionisme, kita harus terus menyuarakan keterbukaan dan keadilan ekonomi. Di tengah tumbuh suburnya pendekatan zero sum game, kita harus terus memperkokoh paradigma win-win. Saya sangat percaya bahwa sistem ekonomi terbuka dan adil adalah akan menguntungkan semua pihak. Itu mengapa saya menyambut baik Kesepakatan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (IA-CEPA). Kolaborasi menjadi kata kunci, kolaborasi akan menciptakan peluang, mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi baru, dan menemukan solusi bagi tantangan ekonomi global. Ini yang sebenarnya Indonesia dan ASEAN proyeksikan melalui ASEAN Outlook on the Indo-PacificOutlook yang akan mengubah rivalitas menjadi kerja sama, yang mengubah trust deficit menjadi strategic trust. Jika ini dijalankan, kawasan Indo-Pasifik akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia masa depan. Indonesia dan Australia harus menjadi jangkar kerja sama di kawasan Indo-Pasifik.

Yang ketiga, Indonesia dan Australia harus menjadi anchor mitra pembangunan di kawasan Pasifik. Indonesia memahami tantangan pembangunan di kawasan Pasifik. Sebagai sesama negara kepulauan, tantangan yang dihadapi Indonesia dan negara di kawasan Pasifik tidak jauh berbeda. Perubahan iklim dan bencana alam, serta pemerataan sosial, pendidikan, kesehatan, dan pembangunan sumber daya manusia adalah tantangan nyata yang dihadapi negara-negara di kawasan Pasifik. Indonesia dan Australia harus menjadi teman sejati bagi negara-negara di kawasan Pasifik, berkolaborasi sebagai mitra pembangunan, mengatasi dampak perubahan iklim, memperkecil tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial, dan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan Pasifik.

Keempat, kita harus bahu membahu bagi pelestarian alam dan pembangunan yang berkelanjutan: reboisasi hutan dan daerah hulu sungai, mencegah kebakaran hutan dan lahan, komitmen untuk menurunkan emisi karbon, serta pengembangan energi terbarukan dan green technology lainnya. Rencana Indonesia untuk membangun ibu kota baru adalah salah satu bagian dari komitmen ini, smart citysmart metropolis, green technology yang berharmoni dengan lingkungan alam dan sekaligus sebagai bagian dari upaya transformasi ekonomi berbasis inovasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Kolaborasi kemitraan Indonesia dan Australia di tengah dunia yang terus dipenuhi ketidakpastian dapat diilustrasikan dalam film Avengers: Endgame. Jika kekuatan positif bersatu, the Avengers assemble, maka musuh bersama dapat dilumpuhkan. Jika Indonesia dan Australia bekerja sama dan berkolaborasi maka intoleransi, proteksionisme dan ancaman kemiskinan, serta ancaman perubahan iklim dapat kita atasi.

Para Hadirin yang saya muliakan,
Selain empat fokus tersebut, jangkar kemitraan Indonesia dan Australia pada tahun 2050, 3 dekade dari sekarang adalah generasi muda kita. Saya ingin menawarkan Ausindo Wave, Australia-Indonesia Wave bagi generasi muda Indonesia dan Australia. Kita harus tawarkan tren kedekatan Indonesia-Australia kepada generasi muda, menggelorakan kecintaan generasi muda Australia kepada Indonesia, dan sebaliknya, kecintaan generasi muda Indonesia kepada Australia. Generasi muda kita saat ini, yang akan menjadi pemimpin masa depan. Investasi pada generasi muda akan memperkokoh kemitraan Indonesia dan Australia ke depan. Kita sudah memiliki modal yang besar. Saat ini terdapat 160 ribu siswa Australia belajar bahasa Indonesia dan 21 ribu pemuda Indonesia belajar di Australia. Jika ini terus dilakukan maka kemitraan Indonesia-Australia pada tahun 2050, pada satu abad umur kemitraan kedua negara akan bermanfaat bukan saja bagi rakyat kedua negara tapi bagi dunia.

Sebagai penutup, saya ingin mengutip musisi Jimmy Little, artis Aborigin Australia. “We are all gifted with the opportunity to succeed. But you get further if you extend the hand of friendship.” Melalui persahabatan yang tulus maka hubungan Indonesia dan Australia bukan saja bermanfaat bagi kesejahteraan kedua negara namun juga bagi kawasan di sekitar kita dan bagi dunia secara keseluruhan.

Terima kasih. Thank you very much.