Sambutan Presiden pada Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.
Yang saya hormati, para Menko, para Menteri;
Yang saya hormati, Gubernur Bank Indonesia;
Yang saya hormati, Bapak-Ibu para Gubernur, para Bupati dan Wali Kota, seluruh kepala daerah yang hadir secara fisik maupun virtual.
Sudah berkali-kali saya sampaikan bahwa situasi yang kita hadapi ini adalah situasi yang tidak mudah. Dunia menghadapi situasi yang sangat sulit. Semua negara menghadapi situasi yang sangat, sangat sulit. Dimulai dari pandemi Covid-19 yang belum pulih dan beberapa negara saat ini masih berada pada angka yang tinggi. Kemudian masuk muncul perang, muncul krisis pangan, muncul krisis energi, muncul krisis keuangan. Inilah yang saya bilang tadi, keadaan yang sangat sulit.
Oleh sebab itu, kita tidak boleh bekerja standar, enggak bisa lagi, karena keadaannya tidak normal. Kita tidak boleh bekerja rutinitas karena memang keadaannya tidak normal. Tidak bisa kita memakai standar-standar baku, standar-standar pakem, enggak bisa. Para Menteri, Gubernur, Bupati, Wali Kota juga sama, enggak bisa lagi kita bekerja rutinitas, enggak. Enggak bisa kita bekerja hanya melihat makronya saja, enggak bisa, enggak akan jalan, percaya saya. Makro dilihat, mikro dilihat, lebih lagi harus detail, juga dilihat lewat angka-angka dan data-data. Karena memang keadaannya tidak normal.
Saya ingin, bupati, wali kota, gubernur, betul-betul mau bekerja sama dengan tim TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) di daerah dan Tim Pengendalian Inflasi di pusat. Tanyakan di daerah kita, apa yang harganya naik yang menyebabkan inflasi. Bisa saja beras, bisa. Bisa saja tadi bawang merah, bisa. Bisa saja cabai. Dan dicek Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) cek, daerah mana yang memiliki pasokan cabai yang melimpah atau pasokan beras yang melimpah, disambungkan, ini harus disambungkan karena negara ini negara besar sekali, 514 kabupaten/kota, sekarang 37 provinsi dengan DOB (Daerah Otonomi Baru) yang baru. Ini negara besar.
Saya pernah ke Merauke. Kepala daerah menyampaikan pada saya, “Pak, beras kita melimpah di sini tapi enggak ada yang beli, harganya juga murah, Rp6.000, Pak”, saya cek ke bawah, benar harganya Rp6.000. Ada daerah lain yang kekurangan beras, kenapa enggak mengambil dari Merauke yang harganya masih murah? Problemnya, transportasi mahal.
Saya sampaikan kemarin di dalam rapat kepada Menteri Dalam Negeri, transportasi itu mestinya anggaran tak terduga bisa digunakan untuk menutup biaya transportasi bagi barang-barang yang ada, gunakan. Dan saya sudah perintahkan ke Menteri Dalam Negeri untuk mengeluarkan entah surat keputusan, entah surat edaran, yang menyatakan bahwa anggaran tidak terduga bisa digunakan untuk menyelesaikan inflasi di daerah. Gunakan untuk itu tadi, menutup biaya transportasi, biaya distribusi. Ini kerja lapangan yang harus TPIP-TPID semuanya mengerti, barang-barang mana yang menjadi masalah. Karena momok semua negara sekarang ini, inflasi, momok semua negara sekarang ini, inflasi.
Coba lihat sekarang, inflasi kita tadi disampaikan oleh Pak Gubernur BI (Bank Indonesia), Pak Menko Perekonomian, di angka 4,94 (persen). Lihat, negara-negara lain, coba, tinggi-tinggi banget, sudah. Di atas 5 (persen), ada yang sudah di angka 79 persen. Uni Eropa sudah 8,9 persen. Amerika sudah 9,1 (persen) kemarin turun 8,5 persen. Bukan sesuatu yang mudah dan ini menjadi momok semua negara. Tapi saya meyakini, kalau kerja sama yang tadi saya sampaikan, provinsi, kebupaten/kota, gubernur, bupati, wali kota, TPID-TPID, TPIP semuanya bekerja, rampung, selesai. Untuk mengembalikan lagi ke angka di bawah 3 (persen), selesai. Wong, kita barangnya juga ada kok.
Di lapangan yang saya dengar juga keluhan, “Pak, harga tiket pesawat, Pak, tinggi”. Sudah, langsung saya reaksi, Pak Menteri Perhubungan saya perintah, segera ini diselesaikan. Garuda, Menteri BUMN, juga saya sampaikan segera tambah pesawatnya agar harga bisa kembali pada keadaan normal. Meskipun itu tidak mudah karena harga avtur interasional juga tinggi.
Sekali lagi, ini dunia berada pada keadaan yang tidak normal sehingga harus bekerja makro, mikro, dan detail. Angka-angkanya harus tahu, provinsi harus tahu posisi inflasi saya di angka berapa. Nanti saya ke daerah saya tanya jangan gelagapan enggak mengerti posisi inflasi provinsinya berada di angka berapa. Mana yang tinggi, mana yang pada posisi normal, mana yang pada posisi rendah, lihat. Ini lima provinsi yang inflasinya di atas 5 (persen): Jambi, Provinsi Jambi hati-hati sudah berada di angka 8 55 persen; Sumatra Barat berada di angka 8,01 persen; Bangka Belitung 7,77 persen; Riau angka 7,04 persen; Aceh di angka 6,97 persen. Tolong ini dilihat secara detail, yang menyebabkan ini apa. Agar bisa kita selesaikan bersama-sama dan bisa turun lagi di bawah 5 (persen), syukur bisa di bawah 3 (persen).
Dan, kita ini harus bersyukur bahwa utamanya harga pangan, utamanya lagi harga beras, masih bisa kita kendalikan dengan baik. Harga beras di angka rata-rata masih Rp10.000-an, lebih sedikit. Coba lihat di negara-negara lain. Kemarin saya cek di kedutaan. Coba cek, harga beras di Jepang, Rp66.000; Korea Selatan Rp54.000; di Amerika Rp53.000; di Cina Rp26.000, ini yang terus harus kita pertahankan. Dan kita juga patut bersyukur, baru seminggu yang lalu kita mendapatkan sertifikat penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) untuk sistem ketahanan pangan kita dan swasembada beras. Ini yang harus kita pertahankan dan kita tingkatkan sehingga tidak hanya swasembada beras saja tetapi nanti bisa ekspor beras, ikut mengatasi kelangkaan pangan di beberapa negara, karena sudah mengerikan sekali.
Enam puluh negara – yang menyampaikan lembaga-lembaga internasional – rentan ambruk ekonominya, 60 negara. Biasanya kalau ada krisis, 4-5 negara, ini sudah 60 negara yang diprediksi akan ambruk ekonominya dan 345 juta orang di 82 negara akan menderita kekurangan pangan akut dan kelaparan. Inilah kenapa saya sampaikan, kita tidak boleh bekerja rutinitas, tidak boleh bekerja standar. Kenapa ini saya sampaikan? Karena juga belanja di daerah itu masih, sampai hari ini, belanja daerah, belanja APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), baru 39,3 persen. hati-hati ini, baru Rp472 triliun. Padahal, padahal, ini penting sekali untuk yang namanya perputaran uang di daerah, pertumbuhan ekonomi di daerah ini, yang namanya APBD ini segera keluar agar beredar di masyarakat, ini penting sekali. Saya cek APBD di bank, hal-hal kecil seperti ini harus saya cek dan saya harus tahu angkanya, ada berapa uang APBD di bank. Masih Rp193 triliun, sangat besar sekali. Ini yang harus didorong agar ikut memacu pertumbuhan ekonomi di daerah.
Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, kita semuanya harus melihat angka-angka inflasi. Karena angka inflasi yang berada di angka 4,9 persen tadi, itu masih didukung oleh ketidaknaikan, tidak naiknya harga BBM kita: Pertalite, Pertamax, Solar, elpiji (LPG/liquified petroleum gas), listrik. Itu bukan harga yang sebenarnya, bukan harga keekonomian. Itu harga yang disubsidi oleh pemerintah yang besarnya – hitungan kita di tahun ini, subsidinya – Rp502 triliun, angkanya gede sekali. Ini yang harus kita tahu. Untuk apa? Untuk menahan agar inflkasinya tidak tinggi. Tapi apakah terus-menerus APBN akan kuat? Ya nanti akan dihitung oleh Menteri Keuangan.
Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan. Terima kasih. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, pada pagi hari ini, secara resmi saya buka Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.