Sambutan Presiden RI - Pembukaan Indonesia Infrastucture Week, Jakarta, 9 November 2016
SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PEMBUKAAN INDONESIA INFRASTRUCTURE WEEK
JAKARTA CONVENTION CENTER, JAKARTA
9 NOVEMBER 2016
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh,
Yang saya hormati Yang Mulia Duta Besar negara-negara sahabat,
Yang saya hormati Anggota DPRI RI,
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja,
Yang saya hormati para Gubernur,
Yang saya hormati Anggota Ketua Kadin beserta seluruh Jajaran dan Pengurus,
Seluruh Peserta Pameran yang berbahagia,
Saya perlu menyampaikan, yang pertama, mengenai keadaan ekonomi kita, pertumbuhan ekonomi kita.
Saya kira kita patut optimis bahwa, meskipun naiknya sedikit-sedikit, tetapi naik. Pada triwulan 1 kita tahu semuanya pertumbuhan ekonomi kita 4,94%. Triwulan II pada posisi 5,18%. Triwulan III baru diumumkan dua hari lalu, berada pada 5,02%. Dan kita harapkan nanti pada triwulan 4 paling tidak bisa 5,1-5,2%.
Artinya, ada kenaikan meskipun sedikit. Ini untuk memberikan rasa optimisme kita, bahwa pertumbuhan ekonomi kita masih ada. sedangkan negara yang lain, semuanya turun, turun, turun.
Kemudian yang kedua, yang berkaitan dengan ease of doing business, kemudahan berusaha di Indonesia. Dua tahun lalu 120. Kemudian masuk ke 109. Kemudian pada tahun ini sudah masuk pada angka 91. Ini loncatan yang cukup besar. Tetapi juga jangan ditepuki terlebih dahulu karena target saya 40, pada angka 40.
Kalau kita lihat, kita masih jauh di bawah Singapura, jauh di bawah Malaysia, masih di bawah Thailand, masih jauh. Angka kita masih 91. Singapura nomor 2. Malaysia 23. Thailand 46. Inilah pekerjaan-pekerjaan yang harus kita kejar.
Tadi Bapak Ketua Umum Kadin menyampaikan, memang problem besar kita dalam rangka daya saing adalah, yang pertama, urusan dengan korupsi; yang kedua, urusan dengan inefisiensi birokrasi kita; yang ketiga, yang berkaitan dengan infrastruktur.
Infrastruktur ini terus kita kejar. Saya sudah sampaikan kepada Menteri PU, “Saya enggak mau bekerja sekarang hanya satu sif. Saya minta bekerja tiga sif karena kita sudah tertinggal jauh.â€
Yang kedua, yang berkaitan dengan inefisiensi birokasi. Saya kira sekarang kita konkret-konkretkan saja. Banyak anggaran yang sudah kita potong karena memang itu sudah tidak masuk di akal. Contoh, tahun kemarin anggaran rapat, perjalanan dinas dari 43 kita potong menjadi 24. Hampir separuh kita potong.
Nyatanya juga ya enggak ada apa-apa, enggak ada apa-apa Ini kan hanya keberanian saja: dipotong atau enggak dipotong. Dipotong, ya enggak ada apa-apa. Yang rapat masih rapat. Yang pergi juga masih pergi. Inilah hal-hal kecil, contoh-contoh kecil yang perlu saya sampaikan, bahwa ini harus dilakukan.
Terus, uangnya dilarikan ke mana? Ya ke infrastruktur. Enggak ada yang lain. Saya sudah sampaikan sejak awal dilantik. Fokus hanya di infrastruktur dulu. Nanti babak kedua lagi, fokus di apa. Babak ketiga, fokus di apa.
Jangan semuanya dikerjakan. Enggak akan kelihatan hasilnya, enggak akan. Kita lihat nanti 2018. Akan kita lihat hasil yang jalan tol seperti apa, yang pelabuhan seperti apa, yang airport seperti apa, pembangkit listrik seperti apa. Akan kelihatan. Dan itulah nanti mulai daya saing kita akan mulai kelihatan.
Semuanya dalam proses menuju jadi. Misalnya kayak Kuala Tanjung, mungkin sekarang sudah 65% selesai. Tanjung Priok New Port, Makassar New Port, Sorong mungkin akhir tahun ini dimulai. Airport juga sama. Dimulai semuanya.
Silakan swasta yang mau masuk ke airport. Kalau dulu, kan hanya jalan tol, urusan pembangkit listrik. Ndak. Airport silakan.
Yang jelas, sekarang ini kita ingin memberikan peluang sebesar-besarnya pada swasta karena, sebagaimana tadi disampaikan oleh Bapak ketua Umum Kadin, ya APBN kita enggak cukup. Lima tahun kira-kira hanya 1.500 triliun. Padahal kebutuhan untuk infrastruktur kita kira-kira 4.900 sampai 5.500 kurang lebih. Artinya, ada kekurangan hampir 75%.
Siapa yang mau ngisi? Swasta, sehingga skema-skema yang perlu saya sampaikan kepada investor, kepada dunia usaha, yang pertama, yang berkaitan dengan sekuritisasi. Kita ini senangnya memiliki. Saya sudah sampaikan ke Jasa Marga, ke Wijaya Karya, ke Waskita Karya yang memiliki jalan-jalan tol, “Tugasmu adalah membangun jalan tol sebanyak-banyaknya, bukan memiliki jalan tol, sehingga yang sudah groundfield mulai dilepas supaya dapat modal lagi membangun di tempat yang lain.â€
Kalau dimiliki, ya sebulan berapa kantongin-kantongin. Kan enggak bangun apa-apa. Ini bertahun-tahun kita seperti itu.
Sehingga menswastakan, mensekuritisasi, itulah yang ingin kita lakukan, terutama untuk aset-aset yang sudah mature, yang sudah matang. Memang yang green field biasanya ditawar-tawarkan, banyak yang geleng-geleng. Kalau swasta mau, silakan. Kalau enggak, biar dikerjakan oleh BUMN.
Kemudian juga dengan skema konsesi. Silakan yang mau masuk, baik yang berupa pelabuhan, berupa airport. Silakan. Schemes seperti ini yang akan terus kita kembangkan.
Saya kira beberapa pelabuhan sudah dilepas oleh Kementerian Perhubungan untuk ditawarkan. Mau gabung dengan Pelindo, silakan. Mau sendiri, kalau aturannya boleh, silakan. Airport juga sama. Gabung dengan Angkasa Pura, silakan. Mau sendiri, kalau aturan memungkinkan, hanya di pengelolaan nanti harus bersama-sama, silakan.
Saya kira peluang-peluang seperti ini yang terus akan kita tawarkan karena, sekali lagi, APBN kita tidak mencukupi untuk mengejar, membangun infrastruktur yang ada di negara kita.
Kemudian yang ketiga—ini yang sering kita lupakan—adalah yang berkaitan dengan infrastruktur pendukung. Ini, yang menengah dan yang kecil, semuanya bisa ikut. Orang hanya melihat yang besar, besar, besar. Padahal yang menengah dan yang kecil ini juga banyak peluang yang bisa dimasuki.
Begitu ada proyek besar, yang namanya restoran pasti akan muncul, yang namanya hotel entah bintang tiga, entah tidak berbintang pasti juga akan muncul. Hal-hal seperti ini yang sering tidak dilihat.
Inilah saya kira peluang-peluang yang bisa diambil, dimasuki sehingga kecepatan kita dalam membangun infrastruktur bisa kita lakukan.
Dan saya sudah tugaskan kepada Menteri Bappenas juga untuk pembiayaan infrastruktur yang non-APBN tadi. Mendorong peran swasta, itu yang pertama. Mendorong dana-dana pensiun dan dana-dana yang lainnya, sehingga semuanya tidak tergantung pada yang namanya APBN.
Bagian saya, kalau itu sudah bergerak, saya akan mengejar yang tiga ini. Infrastrukturnya sudah berjalan baik, saya akan masuk ke efisiensi birokrasi kita, dan masuk ke hal-hal yang berkaitan dengan korupsi.
Pemberantasan korupsi sekarang sudah dikerjakan. Korupsi yang gede-gede, yang triliun, yang miliar, pemberantasannya sudah dikerjakan KPK. Yang kecil-kecil, yang meresahkan, yang menjengkelkan, yang berkaitan dengan pungutan liar (pungli) ini juga akan terus secara konsisten akan kita kerjakan, sehingga ekonomi biaya tinggi itu betul-betul bisa kita potong, kita potong, kita potong, kita potong. Tanpa itu, jangan berharap daya saing kita akan naik.
Saya kira itu yang bisa sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan, dengan mengucap ‘Bismillahirrahmanirrahim’, Indonesia Infrastructure Week 2016 pada siang hari ini saya nyatakan dibuka.
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.
*****
Biro Pers, Media dan Informasi
Sekretariat Presiden