Jakarta, wapresri.go.id – Syeikh Nawawi adalah salah satu orang Indonesia yang ilmunya diakui tidak hanya secara nasional tapi diakui di dunia internasional. Sekolah Tinggi Ilmu Fiqih yang berdiri di Tanara ini dinamakan Syeikh Nawawi agar para siswa yang belajar di dalamnya mendapatkan keberkahan ilmunya. Untuk itu, para lulusannya diharapkan mampu meneladani Syeikh Nawawi al-Batani dengan mengusai ilmu fiqih.
“Sebagai lulusan STIF SYENTRA, saudara sekalian harus mampu mengemban dua tugas penting, yaitu penguasaan ilmu-ilmu agama, khususnya ilmu-ilmu fiqih; dan kedua, meneruskan perjuangan Syeikh Nawawi Banten,” tegas Wakil Presiden (Wapres) K. H. Ma’ruf Amin di hadapan wisudawan-wisudawati Sarjana Strata 1 Angkatan I Sekolah Tinggi Ilmu Fiqih Syeikh Nawawi Tanara (STIF SYENTRA) melalui konferensi video dari kediaman resmi Wapres, Jalan Diponegoro No.2, Jakarta, Sabtu (26/09/2020).
Lebih lanjut Wapres menjelaskan, Syeikh Nawawi meraih gelar sebagai Pemimpin Ulama di Dataran Hijaz dan Ulama Besar pada Abad 14 Hijriah. “Artinya reputasi keilmuannya diakui di seluruh dunia. Bahkan beberapa karangannya dijadikan tesis dan disertasi di berbagai perguruan tinggi, bukan saja di Indonesia tapi juga di luar negeri. Tafsirnya juga pernah jadi tesis dengan judul yaitu Muhammad Nawawi Wa Man Hajju Tafsiri, Muhammad Nawawi dan Metode Penafsirannya, di Libya. Di McGill University di Kanada, kitab beliau juga menjadi tesis dalam ilmu tasawuf, mengenai sufistik di Indonesia yaitu kitabnya Salalimul Fudhola,” jelasnya.
Selain itu, Wapres menjelaskan, pergurun tinggi ini dinamakan Ilmu Fiqih karena Syeikh Nawawi merupakan ahli fiqih (faqih). Menurut seorang pengarang kamus Bahasa Arab di Mesir, walaupun seorang generalis, sebenarnya Syeikh Nawawi merupakan ahli fiqih bermahzab syafi’i, ahli tasawuf dan juga unggul di dalam masalah tafsir. Tetapi pandangan-pandangan fiqihnya sangat menarik dan sangat dominan. Wapres juga menilai, cara berpikir fiqih Syeikh Nawawi adalah cara berpikir yang moderat.
“Beliau dalam cara berpikirnya sangat dinamis, tatawuriyyan; tidak tekstual, tidak al jumud ‘alal manqulat, pada teks-teks saja, stastis pada teks; tidak juga statis, al jumud ‘alal ibarat, statis pada ibarat-ibarat yang ada kitab saja,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Wapres berharap para sarjana lulusan STIF SYENTRA dapat memiliki cara berpikir yang sama dengan Syeikh Nawawi. “Saya ingin sarjana-sarjana yang tamat ini tidak berpikir tekstual, tidak berpikir juga rigid, tapi juga tidak berpikir liberal, tapi tawasuthiyan wa tatawuriyyan wa manhajiyyan, berpikir moderat, dinamis, tetapi berada di dalam manhaj yaitu ada relnya, ada metodologi,” pungkasnya. (EP/AF/SK-KIP, Setwapres)
Kategori : |